Mohon tunggu...
Tjatur Piet
Tjatur Piet Mohon Tunggu... Swasta -

Saya biker...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terimakasih Bapak..

3 Oktober 2015   14:01 Diperbarui: 3 Oktober 2015   14:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap ada cerita-cerita perjuangan Indonesia jaman dahulu, saya selalu teringat kepada Bapak. Umur beliau sekarang sudah 83 tahun dan Alhamdulillah masih sehat, ketika kami masih tinggal bersama, saat berkumpul Bapak sering cerita tentang perjuangan rakyat Indonesia, termasuk peran beliau. Ketika di tinggal di Yogyakarta, di usia 12 tahun Bapak ikut membantu berjuang walau di bagian dapur, tugas Bapak salah satunya belanja sayur mayur di pasar, pemeriksaan oleh tentara penjajah kepada anak seusia itu memang tidak begitu ketat. 

Kemarin kita memperingati peristiwa G30S PKI, kembali saya teringat cerita Bapak, Beliau pada saat itu sudah berkeluarga dan mempunyai 2 orang anak, mereka adalah kakak saya, saya sendiri belum lahir. Bapak menceritakan bahwa pada saat itu memang PKI sering berunjuk gigi berpawai keliling kota naik truk terbuka, bendera khas PKI yang bergambar Palu dan Arit banyak berkibar dimana mana bahkan beberapa yang berukuran besar berkibar-kibar di pinggir jalan besar. Bapak sendiri masih berpegang teguh terhadap pesan/wanti-wanti Bapaknya (kakek saya), jauh sebelum peristiwa G30S PKI yaitu ketika muncul peristiwa PKI di Madiun tahun 1948, Kakek yang bekerja sebagai pegawai negeri melarang Bapak ikut di parpol manapun terutama PKI.  

Sebelum pecah peristiwa G30S PKI, Bapak bekerja di sebuah perusahaan percetakan di Kota Semarang, banyak perusahaan- perusahaan  mempunyai Serikat pekerja salah satunya yang terbesar adalah SOBSI atau Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, Serikat buruh ini memang erat kaitannya dengan PKI. 

Ketika SOBSI dibentuk di perusahaan percetakan tempat Bapak bekerja, hampir semua menjadi anggotanya, pada awal bulan gajian Bapak saya kaget melihat bahwa di struk gaji ada potongan iuran SOBSI termasuk juga ada potongan pembelian sebuah buku tentang PKI, dengan segera Bapak menolak untuk dipotong dan beliau mengatakan bahwa beliau belum pernah ikut mendaftarkan diri sebagai anggota SOBSI, saya membayangkan bagaimana pada saat itu Bapak yang bertemperamen keras berkata pada kasir/bagian gaji dan bagian kepegawaian untuk mengembalikan uang potongan dan mencoret nama dari daftar keanggotaan. 

Alhamdulillah, pesan kakek, kepatuhan dan keberanian Bapak, menyelamatkan hidup Bapak dan kami karena setelah kejadian G30S PKI, nama-nama yang tercantum dalam daftar di buku anggota SOBSI di perusahaan percetakan tempat Bapak bekerja ditahan karena dianggap berkontribusi terhadap PKI. Hanya segelintir yang selamat termasuk Bapak..

Tahun 1991, saya melamar ke sebuah perusahaan umum atau perum, perusahaan milik negara dan statusnya adalah pegawai negeri khusus. Tahap demi tahap saya jalani mulai dari test tertulis, psikotes dan yang terakhir adalah test wawancara atau Pantukhir (Penentuan panitia penentu akhir). Sehari sebelum test Bapak saya menasihati untuk berhati-hati dalam menjawab pertanyaan dari panitia karena hal yang perlu digaris bawahi adalah pertanyaan yang berkaitan dengan partai terlarang/PKI. 

Benar saja Pantukhir yang saya alami penekanannya sekitar partai terlarang, untung saja saya pada saat itu belum lahir, Orang tua dan kakek saya adalah pegawai negeri.

Saya bersyukur, kalau pada waktu itu Bapak membiarkan gajinya dipotong oleh SOBSI, bukan saja saya tidak akan diterima menjadi seorang pegawai negeri tetapi bisa jadi saya tidak akan terlahir ke dunia ini...

Terimakasih Bapak..Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan untuk Bapak.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun