Mohon tunggu...
HARDIANTO CANDRA
HARDIANTO CANDRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.Ak

NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.AK Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Peprajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Utang Pajak

9 November 2023   08:14 Diperbarui: 9 November 2023   08:19 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, pemeriksaan pajak adalah salah satu instrumen penting yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan. Hal ini sejalan dengan sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia, yaitu sistem Self-Assessment. Sistem ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Namun, keberhasilan administrasi perpajakan sangat bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak, sehingga pengawasan oleh otoritas pajak, termasuk mekanisme pemeriksaan pajak, menjadi aspek kunci dalam memastikan keberlanjutan pendapatan negara untuk membiayai kebutuhan publik.

Pemeriksaan pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 184/PMK.03/2015, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara objektif dan profesional oleh otoritas pajak. Kegiatan ini melibatkan penghimpunan dan pengolahan data, keterangan, serta bukti yang mengacu pada standar pemeriksaan tertentu. Tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Selain itu, pemeriksaan pajak juga dapat dilakukan untuk tujuan lain yang relevan dalam rangka pelaksanaan ketentuan perpajakan yang bersifat lebih luas. Dengan pendekatan yang objektif dan profesional, pemeriksaan pajak menjadi alat penting dalam memastikan integritas sistem perpajakan dan memenuhi kebutuhan pendapatan negara untuk mendukung pembangunan dan layanan publik.

Berdasarkan PMK Nomor 184/PMK.03/2015 yang diubah dengan PMK Nomor 18/PMK.03/2021, ada sejumlah alasan atau penyebab yang dapat memicu pemeriksaan pajak terhadap seorang Wajib Pajak, diantaranya adalah

  • Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan (restitusi) pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP: Pemeriksaan pajak mungkin dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian pajak yang memerlukan verifikasi dan validasi.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar selain Pasal 17B UU KUP: Jika Wajib Pajak melaporkan pembayaran pajak yang lebih besar daripada yang seharusnya, pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengecek keakuratannya.
  • Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak: Pemeriksaan mungkin dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah menerima pengembalian pajak sebelumnya.
  • Terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar: Jika ada informasi atau bukti yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak telah membayar pajak kurang dari yang seharusnya, pemeriksaan dapat dilakukan.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi: Pemeriksaan dapat dilakukan jika Wajib Pajak melaporkan kerugian yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
  • Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya: Transaksi seperti penggabungan, peleburan, atau likuidasi perusahaan dapat menimbulkan masalah pajak yang memerlukan pemeriksaan, bisa saja pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi masih adakah hutang pajak yang seharusnya masih harus dibayar oleh wajib pajak.
  • Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap: Pemeriksaan dapat dilakukan jika Wajib Pajak mengubah metode pembukuan atau ada perubahan signifikan dalam laporan keuangan.
  • Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko: Jika Wajib Pajak tidak melaporkan pajak tepat waktu atau ada teguran sebelumnya, pemeriksaan dapat dilakukan.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko: Pemeriksaan dapat dilakukan berdasarkan analisis risiko yang menunjukkan adanya potensi ketidakpatuhan pajak.
  • Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan/atau ekspor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan: Jika PKP tidak memenuhi kewajiban pajaknya terkait dengan penyerahan BKP atau JKP, pemeriksaan dapat dilakukan.

Adapun beberapa penyebab lain dilakukannya pemeriksaan pajak terhadap WP, diluar dari kontek tujuan kepatuhan, diantaranya:

  • Pemberian NPWP secara jabatan oleh otoritas pajak
  • Penghapusan NPWP yang di ajukan oleh WP
  • Pengukuhan atau pencabuan pengukuhan status PKP yang diajukan oleh WP
  • Pengajuan keberatan oleh WP
  • Dan lain sebagainya

Terdapat 2 jenis pemeriksaan pajak berdasarkan peraturan dan undang undang pajak yaitu Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksaan Lapangan.

  • Pemeriksaan kantor adalah adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan di kantor atau lokasi pajak resmi otoritas pajak. Selama pemeriksaan kantor, petugas pajak akan memeriksa dokumen dan catatan pajak yang telah diserahkan oleh wajib pajak, seperti laporan pajak, neraca, laporan laba rugi, dan catatan keuangan lainnya. Pemeriksaan kantor biasanya lebih sederhana dan tidak memerlukan kunjungan ke tempat usaha atau tempat tinggal wajib pajak.
  • Pemeriksaan Lapangan adalah jenis pemeriksaan yang melibatkan kunjungan langsung oleh petugas pajak ke tempat usaha atau tempat tinggal wajib pajak. Selama pemeriksaan lapangan, petugas pajak akan melakukan pemeriksaan lebih rinci dengan memeriksa dokumen, catatan, dan aset fisik yang terkait dengan kewajiban pajak. Pemeriksaan lapangan seringkali digunakan dalam kasus yang lebih kompleks atau ketika ada dugaan ketidaksesuaian yang signifikan dalam pelaporan pajak.

Tahapan pemeriksaan pajak dapat bervariasi tergantung pada jenis pajak, ukuran bisnis, dan kompleksitas transaksi keuangan. Namun secara umum tahapan dalam melakukan pemeriksaan pajak diantaranya

  • Pertama Pihak otoritas pajak biasanya melakukan penerbitan dan mengirimkan surat pemberitahuan SP2  kepada wajib pajak yang akan diperiksa. Pemberitahuan ini dapat berisi informasi mengenai tujuan pemeriksaan, dokumen yang perlu disiapkan, dan tanggal wawancara atau kunjungan pemeriksaan. Apabila wajib pajak mendapatkan surat ini maka wajib pajak tidak dapat menolak ataupun diabaikan. Melainkan wajib pajak harus merespon dan bersikap kooperatif
  • Kedua Wajib pajak harus menyediakan semua dokumen dan catatan yang diminta oleh pihak otoritas pajak. Ini termasuk laporan keuangan, bukti transaksi, kontrak, dan dokumen lain yang relevan untuk pemeriksaan.
  • Ketiga Wajib pajak harus memenuhi pemanggilan yang telah di sepakati oleh otoritas pajak dan didalam pertemuan itu team pemeriksa wajib menyamaikan latar belakang pemeriksaan. Namun terkadang Pihak otoritas pajak mungkin melakukan wawancara dengan wajib pajak atau perwakilan perusahaan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kegiatan bisnis dan perhitungan pajak yang dilakukan.
  • Keempat yaitu berlangsungnya proses pemeriksaan oleh otoritas pajak, Tim pemeriksa pajak akan menganalisis dan menguji informasi yang diberikan oleh wajib pajak dengan metode dan Teknik pemeriksaan sesuai dengan program pemeriksaan yang telah disusun . Mereka akan memeriksa apakah perhitungan pajak telah dilakukan dengan benar, apakah ada ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan penghitungan pajak, dan apakah ada potensi penyimpangan atau pelanggaran pajak.
  • Kelima, otoritas pajak akan menerbitkan SPHP (surat pemberitahuan hasil pemeriksaan) berdasarkan atas temuan yang didapatkan pada saat melakukan pengujian data pajak. Perlu di garis bawahi bahwa wajib pajak berhak setuju atau memberikan sanggahan atas hasil SPHP yang diterbitkan oleh otoritas pajak dan berhak untuk memberikan tanggapan atas hasil tersebut, tanggapan dapat disampaikan oleh wajib pajak dalam bentuk tertulis dan disampaikan paling lambat 7 hari sejak SPHP di terima.
  • Keenam, setelah disampaikannya SPHP oleh WP, kantor pajak akan mengadakan pembahasan akhir Bersama WP
  • Ketujuh, setelah ada pembahasan akhir dan laporan hasil pemeriksaan, maka kantor pajak akan mengeluarkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih bayar), Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau STP (Surat Tagihan Pajak)

Itulah tahapan dalam dilakukannya proses pemeriksaan oleh kantor pajak, namun biasanya kantor pajak tidak semata-mata dalam pengawasan langsung melakukan tindakan pemeriksaan pajak, tetapi DJP melalui KPP biasanya terlebih dahulu mengirimkan SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas dan/atau Keterangan) kepada wajib pajak. Surat tersebut digunakan oleh kpp untuk meminta keterangan lebih lajut kepada wajib pajak dikarenakan telah ditemukannya dugaan bahwa wajib pajak belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini merupakan itikad baik bagi kantor pajak untuk mengkonfirmasi data/informasi yang dimiliki oleh otoritas pajak. Biasanya wajib pajak diberikan tenggang waktu untuk menanggapi surat SP2DK tersebut. Sekiranya menurut KPP atas jawaban dari WP dianggak kurang memberikan penjelasan, atau tidak ketemunya kesepakatan / kesepahaman antara KPP dan WP, maka sebab itu KPP dapat mengajukan dilakukannya pemeriksaan sebagai tindak lanjut dari proses SP2DK tersebut.

Perlu di ketahui juga bahwa proses lamanya pemeriksaan sebagai berikut:

  • Untuk pemeriksaan lapangan dilakukan dalam waktu paling lama enam bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada WP sampai dengan tanggal SPHP disampaikan.
  • Untuk pemeriksaan kantor dilakukan dalam waktu paling lama empat bulan dihitung sejak tanggal WP memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor.
  • Pemeriksaan lapangan maupun kantor dapat mengajukan perpanjangan waktu paling lama dua bulan.

Setelah terjadinya sebuah pemeriksaan pajak yang menyimpulkan adanya kewajiban pajak yang belum dibayarkan dapat memicu proses penagihan oleh otoritas pajak. Penagihan pajak adalah proses di mana otoritas pajak, seperti badan pajak di suatu negara, berusaha untuk mengumpulkan pajak yang masih belum dibayar atau utang pajak dari wajib pajak. Proses penagihan pajak ini mencakup serangkaian tindakan yang dilakukan dengan tujuan agar wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya secara tertib.

Dalam penagihan pajak terdapat istilah penanggung pajak, penangung pajak merupakan badan atau orang pribadi yang bertanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak. Bila hutang pajak tidak dibayarkan dalam oleh penanggung pajak sesuai dengan tanggal jatuh temponya, maka tunggakan ini yang menjadi dasar untuk melaksanakan penagihan pajak.

Berikut dasar penagihan pajak bila merujuk pada pasal 18 UU KUP nomor 28 tahun 2007 dan PP No. 50 Tahun 2022, diantaranya ada Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali yang dimana menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, Klaim Pajak, Surat Keputusan Persetujuan Bersama. Inilah semua yang menjadi dasar untuk melaksakan penagihan pajak. Penagihan pajak dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dan dilaksanakan berdasarkan tata cara penagihan yang telah diatur dalam peraturan Menteri keuangan

dalam hal utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo belum dilunasi maka akan menimbulkan tindakan penagihan pajak sebagai berikut mengacu kepada pasal 4 PMK189/2020:

  • Surat Teguran: Surat ini diterbitkan jika penanggung pajak tidak membayar utang pajak dalam waktu 7 hari setelah jatuh tempo pembayaran.
  • Surat Paksa: Setelah 21 hari sejak Surat Teguran dikirimkan dan utang pajak belum dilunasi, Surat Paksa akan diberikan kepada penanggung pajak.
  • Penyitaan: Surat sita dikeluarkan jika dalam waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa, utang pajak belum dilunasi. Ini bertujuan untuk memberikan jaminan agar penanggung pajak membayar utang pajak.
  • Pengumuman Lelang: Jika dalam 14 hari setelah penyitaan, utang pajak dan biaya penagihan pajak belum dibayarkan, akan diadakan pelelangan melalui kantor lelang negara.
  • Penggunaan, Penjualan, atau Pemindahbukukan Barang Sitaan: Jika dalam 14 hari setelah penyitaan, penanggung pajak masih belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat akan menggunakan, menjual, atau memindahbukukan barang sitaan.
  • Pencegahan: Pengusulan pencegahan dapat dilakukan setelah Surat Paksa tanpa harus melakukan penyitaan atau pelelangan barang.
  • Penyanderaan: Penyanderaan dapat dilakukan jika pencegahan terhadap penanggung pajak telah dilakukan paling cepat 30 hari sebelum masa pencegahan berakhir, atau setelah 14 hari sejak Surat Paksa diberikan.
  • Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus: Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan oleh juru sita pajak tanpa harus menunggu jatuh tempo pembayaran, mencakup seluruh utang pajak dari berbagai jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Oleh sebab itu diharapkan untuk wajib pajak agar selalu bersikap kooperatif untuk selalu memenuhi dan melunasi segala kewajiban perpajakannya atas hutang pajak agar tindakan serupa seperti diatas tidak terjadi. Penting untuk selalu mematuhi kewajiban perpajakan dan membayar pajak tepat waktu. Jika ada masalah keuangan atau kesulitan dalam membayar pajak, sebaiknya segera hubungi otoritas pajak dan coba mencari solusi yang sesuai agar menghindari denda dan sanksi yang lebih besar.

Referensi :

UU KUP No. 2008 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

PMK Nomor 18/PMK.03/2021 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

PMK Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan

Permenkeu No. 189/PMK. 03/2020 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar.

PP Nomor 50 tahun 2022 Tentang tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan


https://mucglobal.com/id/news/3125/memahami-proses-pemeriksaan-pajak

https://www.pajak.com/pajak/penyebab-dan-prosedur-pemeriksaan-pajak/

https://www.pajakku.com/read/618538fa4c0e791c3760bda8/Ini-Dia-Dua-Jenis-Pemeriksaan-Pajak-Setelah-Lapor-SPT

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/pemeriksaan-pajak

https://www.pajak.com/pajak/tahap-pemeriksaan-pajak-yang-baik-anda-ketahui/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun