Mohon tunggu...
HARDIANTO CANDRA
HARDIANTO CANDRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.Ak

NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.AK Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Peprajakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Tata Kelola pada Pemotongan PPh: Paradoks antara Kepatuhan dan Penghindaran Pajak

14 Oktober 2023   02:44 Diperbarui: 14 Oktober 2023   02:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradoks yang muncul dalam konteks self-assessment dan pemotongan pajak adalah bagaimana wajib pajak dapat memanfaatkan pemotongan pajak untuk menghindari pajak lebih lanjut atau memanipulasi pelaporan pajak mereka. Ini bisa terjadi karena pihak ketiga mungkin tidak selalu memahami situasi keuangan pribadi wajib pajak secara mendalam, dan terkadang mereka mungkin tidak melakukan pemotongan pajak dengan benar. Dilain sisi juga Pemerintah mengandalkan penerimaan pajak untuk mendanai berbagai program dan proyek, seperti pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, dan banyak lagi. Meskipun pentingnya pajak diakui secara luas, masyarakat dan perusahaan sering kali mencari cara untuk menghindari pajak atau setidaknya menguranginya sebanyak mungkin. Hal ini menciptakan paradoks yang menarik antara kepatuhan pajak dan penghindatan pajak di Indonesia. 

Sumber : Timey Erlely
Sumber : Timey Erlely

isu penghindaran pajak menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam konteks ini, karena kepatuhan pajak menitik beratkan dari adanya sukarela dari wajib pajak karna sistem perpajakan yang di berikan adalah self assessment, namun sistem self assessment belum mampu untuk merubah wajib pajak untuk melaksanakan kegiatan perpajakannya dengan baik dan benar. Terlihat dari tax ratio Indonesia di tahun 2022 sebesar 10,39% memang mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 9,21%, tetapi ini masih menjadi salah satu yang paling rendah di antara negara G20 dan Asean. 

Sumber : tbrights.com
Sumber : tbrights.com
Membuktikan bahwa masih rendahnya tingkat kepatuhan pajak. Ada Salah satu aspek penting yang perlu dicermati adalah tingkat pajak yang berlaku di Indonesia. Semakin tinggi tarif pajak, semakin besar insentif bagi individu dan perusahaan untuk mencari cara mengurangi pajak mereka. Selain itu, aturan perpajakan yang kompleks dan sering berubah-ubah juga dapat mendorong penghindaran pajak, karena orang cenderung mencari celah dalam hukum untuk mengurangi kewajiban pajak mereka. Ini menciptakan tekanan pada sistem perpajakan Indonesia untuk terus memperbarui peraturan perpajakan dan memastikan agar mereka tidak dapat dieksploitasi untuk penghindaran pajak.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia memiliki tugas yang berat dalam mengumpulkan pajak yang cukup untuk mendanai berbagai program dan proyek yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan negara. Jika ada terlalu banyak penghindaran pajak atau bahkan pengelakan pajak ilegal, ini dapat merugikan negara dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara mendorong kepatuhan pajak dan memastikan bahwa sistem perpajakan tidak menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi.

Terdapat juga factor dalam paradoks ini adalah moralitas dan etika dalam hal membayar pajak. Sementara hukum pajak mengatur apa yang diwajibkan oleh warga negara dan perusahaan, ada elemen moralitas yang berperan dalam keputusan apakah harus membayar pajak dengan benar atau mencari cara untuk menghindarinya. Beberapa orang dan perusahaan mungkin merasa bahwa membayar pajak dengan benar adalah kewajiban moral mereka sebagai anggota masyarakat yang baik, sementara yang lain mungkin melihat pajak sebagai beban yang harus diminimalkan sesuai dengan hukum.

Kepatuhan pajak yang rendah dapat membahayakan negara, karena itu berarti bahwa sumber daya yang diperlukan untuk mendanai layanan publik akan berkurang. Ini berdampak negatif pada pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sektor-sektor penting lainnya. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil tindakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya membayar pajak dengan benar dan memberikan insentif kepada warga negara yang taat pajak. Di sisi lain, pemerintah juga harus berhati-hati agar tidak memberlakukan pajak yang terlalu tinggi, sehingga mendorong penghindaran pajak yang berlebihan.

Penghindaran pajak juga menciptakan tantangan besar dalam hal distribusi kekayaan dan kesenjangan sosial. Ketika perusahaan besar dan individu kaya berhasil mengurangi kewajiban pajak mereka, ini bisa berarti bahwa mereka lebih banyak menyimpan kekayaan mereka daripada berkontribusi kepada masyarakat. Sebaliknya, beban pajak jatuh pada warga negara dengan pendapatan yang lebih rendah atau perusahaan kecil yang mungkin memiliki lebih sedikit sumber daya untuk menghindari pajak.

Oleh karena itu, ada paradoks moral dalam penghindaran pajak. Beberapa dapat melihatnya sebagai hak untuk mengurangi beban pajak sebanyak mungkin, sementara yang lain mungkin menganggapnya sebagai ketidakadilan dalam sistem perpajakan yang menyebabkan ketidaksetaraan ekonomi. Ini memicu pertanyaan tentang bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa sistem perpajakan adil, dengan memastikan bahwa semua orang dan perusahaan berkontribusi sesuai dengan kemampuan mereka.

Selain itu, isu penghindaran pajak semakin kompleks dengan adanya perkembangan teknologi dan globalisasi. Perusahaan multinasional seringkali dapat memindahkan keuntungan mereka dari satu negara ke negara lain dengan mudah melalui perpindahan harga transfer (transfer pricing) dan perusahaan-perusahaan penampungan pajak (tax haven). Hal ini menciptakan kesulitan bagi pemerintah dalam menghitung pajak yang seharusnya dibayar oleh perusahaan-perusahaan ini. Dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin memindahkan sebagian besar keuntungannya ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, bahkan jika sebagian besar operasinya sebenarnya berada di negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi.

Salah satu alat yang pemerintah Indonesia dan negara-negara lain gunakan untuk mengatasi penghindaran pajak ini adalah perjanjian pajak ganda (tax treaties) dan perjanjian pertukaran informasi (information exchange agreements). Dengan perjanjian semacam ini, negara dapat bekerja sama untuk menghindari penghindaran pajak ganda dan pertukaran informasi untuk memastikan bahwa warga negara atau perusahaan yang beroperasi di dua negara yang berbeda tidak dapat menghindari pajak dengan memanfaatkan celah dalam hukum pajak.

Sumber : Indopajak.id
Sumber : Indopajak.id

Namun, perlu dicatat bahwa perjanjian pajak ganda ini juga bisa dimanfaatkan untuk tujuan penghindaran pajak, karena perusahaan multinasional dapat memanfaatkan perbedaan dalam peraturan perpajakan antar negara untuk mengurangi beban pajak mereka. Oleh karena itu, penting untuk meninjau dan memperbarui perjanjian ini secara teratur untuk memastikan bahwa mereka tidak disalahgunakan untuk tujuan penghindaran pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun