Dalam bukunya On Democracy (1999), Rover A Dahl memberikan argumen penting mengapa demokrasi harus didukung dan dibangun. Menurutnya ada sembilan akibat positif dari demokrasi, yaitu menghindari praktik tirani kekuasaan, menjamin hak-hak asasi, kebebasan yang universal, rakyat bisa berperan menentukan nasib sendiri, terbangunnya otonomi moral, menjamin perkembangan umat manusia, menjaga kepentingan pribadi yang utama tanpa melanggar batas pribadi yang lain, mencapai perdamaian dan jalan menuju kemakmuran.
Senada pendapat Hall, Henry B Mayo dalam Introduction to Democratic Theory menegaskan bahwa demokrasi lebih unggul dari sistem apapun yang ada di dunia. Keunggulan tersebut di antaranya bisa menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga, menjamin terselenggarannya perubahan secara damai, terselenggaranya pergantian pimpinan secara teratur, menganggap wajar adanya keberagaman, dan menjamin tegaknya keadilan.
Kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, baik dari sisi agama, suku bangsa, budaya, bahasa sebenarnya menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya praktek demokrasi yang sehat.Â
Kondisi majemuk memungkinkan demokrasi berjalan dengan dinamis dan baik karena pada hakikatnya proses demokrasi selalu melihat dan mempertimbangkan berbagai aspirasi dari setiap warganya dan menghindarkan dari penyeragaman yang statis. Kemajemukan menjadi ruang dinamisasi dalam proses demokrasi di Indonesia.
Sungguh pun demikian, demokrasi di Indonesia masih terancam oleh berbagai hal. Ada tiga ancaman utama dalam demokrasi kita, yaitu korupsi, radikalisme dan separatisme.Â
Tiga ancaman ini menjadi hambatan serius dalam proses demokrasi Indonesia. Bahkan dalam titik tertentu bisa menjadi batu sandungan yang serius dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Korupsi merupakan ancaman yang sangat serius bagi kembang tumbuhnya proses berdemokrasi di Indonesia. Korupsi dalam asal usul katanya corrumpere memiliki makna harafiah sebagai sesuatu yang busuk, rusak, menyogok. Dalam definisinya yang lebih luas, korupsi diartikan sebagai tindakan penjabat publik yang menyalahgunakan wewenang jabatannya untuk meraih keuntungan pribadi sehingga merugikan negara dan masyarakat.
Perilaku korupsi bisa berwujud dalam bentuk penyuapan, penggelapan, pemerasan, gratifikasi, penggelembungan, dan sogok-menyogok. Perilaku korup dipicu oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Â
Faktor internal yaitu faktor diri pribadi atau sikap pelaku seperti sifat yang tamak dan gaya hidup konsumtif. Adapun faktor eksternal adalah pengaruh-pengaruh di luar diri pelaku.Â
Faktor-faktor eksternal itu antara lain faktor politik atau kekuasaan, untuk meraih kekuasaan seorang melakukan suap atau sogokan; faktor hukum yang tumpul sehingga terbuka kesempatan melakukan korupsi, faktor organisasi (biasanya terkait organisasi politik atau organisasi massa) dan faktor ekonomi.
Korupsi menjadi ancaman paling berbahaya bagi tumbuh dan proses demokrasi di Indonesia  karena mengakibatkan dua hal. Yang pertama, menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada negara dan kepada pelaku politik (termasuk parpol).Â