Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bangun Martabat Bangsa dari Perspektif Sungai dan Bahari

8 Oktober 2020   07:28 Diperbarui: 8 Oktober 2020   07:30 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Namun, munculnya kolonialisme dan imperalisme menjadikan posisi nusantara terkunci dan perdagangan rempah-rempah dimonopoli. Akibatnya kesadaran bahari digantikan kesadaran pulau dan daratan.

Orientasi Nusantara tak lagi mengarah ke keluasan bahari yang tak terbatas, melainkan beralih berorientasi ke daratan yang sempit. Sampai kini pun kolonialisme baru dengan kekuatan kapitalnya mengeksploitasi dan menguasai laut kita.

Sudah saatnya dirumuskan kembali strategi-strategi kultural yang berorientasi kebaharian. Perlu adanya pemaknaan dan orientasi baru untuk kembali ke bahari sebagai sumber kemakmuran masa depan.

Negara-negara lain, sepertri Amerika, Cina, Korea bahkan Malaysia sangat agresif melakukan orientasi dan investasi-investasi kelautan. Mereka membangun kesadaran akan bahari melalui museum-museum bahari dan pemikiran-pemikiran bahari.

Sementara kita belum juga memulainya.  Persoalan-persolan besar selalu dipikirkan dan dijawab dengan cara berpikir darat. Kebijakan-kebijakan besar berpusat dengan cara pandang darat.

Pemerintah lebih memilih Persolan-persolan besar selalu dipikirkan dan dijawab dengan cara berpikir darat. Kebijakan-kebijakan besar berpusat dengan cara pandang darat.

Pemerintah lebih memilih membangun jembatan yang menghubungkan antarselat dibanding membangung pelabuhan dan dermaga. Tak ada upaya untuk menghidupkan dan memodernisasikan pelayaran-pelayaran rakyat.

Berpangkal tolak dari pemikiran inilah harus dicoba meretas jalan melalui kebudayaan dan strategi budaya untuk kembali berorientasi ke bahari. Tentu saja tak hanya sekedar untuk membangkitkan romantisme historis kejayaan bahari, namun juga merumuskan rancangan strategi budaya untuk masa depan yang lebih gemilang dan bermartabat.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun