Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arah Demokrasi Pancasila

1 Oktober 2020   10:19 Diperbarui: 1 Oktober 2020   10:22 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Upaya dan perspektif untuk mengambalikan demokrasi kepada golongan rakyat harus dijadikan visi untuk mengembangkan arah demokrasi Pancasila. Untuk mengembangkan arah demokrasi Pancasila ini bisa melalui dua macam cara yaitu, pertama, dengan jalan membuka dan menciptakan diskursus-diskursus baru, produksi-produksi pemikiran, wacana-wacana pada tataran normatif teoritis yang relevan dengan demokrasi Pancasila. 

Cara kedua, adalah melahirkan praksis alternatif yaitu keterlibatan tindakan nyata untuk langsung menghadapi dan memecahkan problem-problem yang ada dalam proses pelaksanaan demokrasi Pancasila.

Dewasa ini menurut hemat penulis, ada sebuah gejala bahwa demokrasi Pancasila mengalami proses elitisasi sehingga menjadi demokrasi partokratik yaitu demokrasi yang dikendalikan oleh kaum politikus dan partai-partai. 

Kaum politikus dan partai-partainya menjadi aktor utama dalam menyelenggarakan demokrasi yang menjadikan demokrasi menjadi rentan hanya berfungsi sebagai kendaraan dan alat politik. Dengan dalih demokrasi, para politisi partai-partai itu menjejalkan isu-isu, hoax-hoax yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa. Contoh konkret yaitu bagaimana para politisi itu memainkan politik identitas, termasuk di dalamnya identitas agama. Hal inilah yang harus dilawan dengan dua macam cara di atas.

Untuk menutup tulisan ini, perlu diketengahkan kembali apa yang dikatakan Mohammad Hatta, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai demokrasi tidak sekedar sebagai tata politik pemerintahan negara, namun merupakan way of life

Itu bermakna bahwa negara bangsa Indonesia yang hendak dibangun haruslah merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat, yang didasar pada aspirasi rakyat dan diselenggarakan untuk kemashalatan masyarakat. Berangkat dari itu marilah kita bangun demokrasi Pancasila yang bukan demokrasi partokratik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun