Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Relasi Bahasa dan Kekuasaan

26 September 2020   19:15 Diperbarui: 26 September 2020   19:27 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa hadir dalam semua wilayah kehidupan social dan karenanya berperan sebagai sarana utama bagi kuasa simbolik yang memungkinkan terjadinya dominasi dan kekerasan simbolik. Kuasa simbolik merupakan sebuah kuasa untuk menciptakan realitas yang sifat semenanya disalah-kenali sebagai yang absah dan terberi sehingga memungkinkan terjadinya dominasi simbolik dan kekerasan simbolik.

Dominasi simbolis mengandaikan keterlibatan yang didominasi. Bukan hanya karena kepatuhan pasif atau paksaan, bukan pula penerimaan bebas terhadap sebuah nilai. Ada suatu bentuk persetujuan terhadap sudut pandang kelompok dominan yang ditanamkan secara halus. 

Situasi seperti itu diistilahkan oleh Bourdieu sebagai doxa. Doxa merupakan sudut pandang penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan memberlakukan diri sebagai sudut pandang yang universal.

Dominasi simbolik membuka peluang untuk terciptanya kekerasan simbolik. Kekerasan  didefinisikan oleh Lardellier (Hayatmoko, 2010) sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. 

Di dalam kekerasan terdapat unsur dominasi kepada pihak lain dalam berbagai wujud; bisa verbal, fisik, gambar atau psikologis. Ungkapan nyata kekerasan bisa berupa manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, kata-kata yang menyudutkan, penghinaan, atau kata-kata kasar yang merendahkan dan mengancam. 

Kekerasan yang paling sulit diatasi adalah kekerasan simbolik yang beroperasi melalui wacana. Disebut simbolik karena dampak yang biasa biasa dilihat dalam kekerasan fisik tidak tampak. Tidak terdapat luka, tidak ada akibat traumatis, tidak muncul kecemasan, tidak tampak adanya ketakutan, bahkan korban tidak merasa mendapatkan kekerasan dan tidak merasa didominasi. 

Kekerasan simbolik berjalan karena pengakuan, kesediaan dan keterlibatan suka rela yang didominasi. Hanya saja prinsip simbolis diketahui dan diterima, baik oleh yang menguasai maupun yang dikuasai. Prinsip simbolis ini berupa bahasa, cara berpikir, cara bertindak dan cara kerja. Dampak kekerasan simbolik itu halus, berlangsung melalui ketidaktahuan, pengakuan, atau perasaan korbannya .

Setiap sastrawan pasti terlibat dalam pergulatan-pergulatan fisik dan batin dengan realita-realita sosial. Keterlibatan inilah yang menyebabkan sastra begitu dekat dengan persoalan-persoalan soial. Sastra sebagai refleksi zaman selalu melihat milliu yang ada di sekitarnya, misalnya melihat dominasi kekuasaan dan segala macam praktiknya baik yang berupa dominasi simbolik maupun nyata, praktik legitimasinya, hubungan dan ketegangan kekuasaan, hingga praktik-praktik kekerasan simbolik

Bahasa tidak mungkin hadir dengan tiba-tiba tanpa peranan faktor-faktor di luar bahasa. Sistem bahasa berjalan erat sekali dengan sistem sosial budaya sehingga baik eksplisit maupun implisit, sehingga bahasa dapat menggambarkan bahkan mengarahkan konstruksi realitas sosial budaya. 

Dengan memahami bahasa bisa digunakan alat kepentingan kekuasaan maka sejauhmana praktik kekerasan simbolik mewujud dalam bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk diungkap sebagai sebuah penyadaran melawan bentuk hegomoni apapun. 

Melalui pemahaman dan kesadaran bahwa bahasa bisa berpotensi sebagai alat kekuasaan dapat membangkitkan sikap waspada dan kritis bahwa di sekeliling kehidupan sosial masih banyak terdapat kekerasan simbolik yang harus dengan sadar dilawan untuk menghidari dominasi apapun.****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun