Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Selintas tentang Diksi dalam Puisi

26 September 2020   12:41 Diperbarui: 26 September 2020   12:45 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Diksi adalah seleksi atau pemilihan kata-kata yang dilakukan penyair untuk mengekspresikan ide, suasana hati, perasaan atau gagasan yang bergejolak dalam hatinya (Sayuti, 2008:143). Diksi merupakan perangkat utama dalam menulis puisi. Diksilah esensi menulis puisi. Pilihan kata yang cermat dan tepat diperlukan untuk mewakili perasaan dan ekspresi jiwa setepat-tepatnya sekaligus menghidupkan. Diksi dapat terwujud dalam bentuk penggunaan majas, simbol, metafora, dan imaji

Diksi yang dipilih penyair menjadi ciri khas pengucapan yang bersifat pribadi dan inkonvensional. Ada penyair yang lebih suka memilih diksi berupa kata dasar, ada yang lebih suka menggunakan kata-kata yang sudah mengalami proses morfologis. Semua diksi selalu berorientasi pada kepentingan pengucapan ekspresi dan pencapaian estetika. Diksi diharapkan dapat memberikan aspekk sugestif pada pembacannya . Mari kita simak puisi Toto Sudarto bachtiar yang berdiksi sederhana, indah, menampilkan suasana sendu dan sarat pesan:

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang

Kedua lengannya memeluk senapan

Dia tidak tahu untuk siapa dia datang

Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur, sayang

Wajah sunyi setengah tengadah

Menangkap sepi padang senja

Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu

Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun

Orang-orang ingin kembali memandangnya

Sambil merangkai karangan bunga

Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.

   (Siasat Th IX, No 442, 1955)

Ada pula penyair yang lebih suka memilih diksi yang jenaka, sederhana tapi punya daya pukau tersendiri justru karena kejenakaan dan keluguannya. Marilah kita perhatikan diksi-diksi puisi Joko Pinurbo di bawah ini

TIKUS

Banyak orang begitu jijik dan benci pada tikus, tapi

perempuan lajang yang tinggal sendirian di rumahnya yang

besar itu justru merasa tentram bersahabat dengan

tikus-tikus yang mencericit terus tiada hentinya. Entah

berapa tikus berumah di rumahnya. Dan setiap hari ada saja

tikus mati, lalu dengan sedih ia buang ke selokan

Sebelum tidur, sambil mengantuk, ia sempatkan membaca

buku Hidup Bahagia Bersama Tikus sementara konser tikus

berlangsung terus sampai jauh malam, juga ketika ia sudah

nyenyak bermimpi bertemu kekasih yang selama ini ia

sembunyikan dalam ingatan

Malam itu ia tidur berselimutkan sarung cap tikus, dan ada

tikus besar dari kuburan mondar-mandir di sekitar tubuhnya

mengendus-endus sakitnaya. Saat bangun ia menjerit mendapatkan

tikus-tikus mati berkaparan di ranjang. Sialan, kau dapat cericitnya, aku bangkainya!

(2002)

Puisi kedua karya Joko Pinurbo di bawah ini pun tak kalah jenakanya, tapi sarat makna dan pesan

CELANA 1

Ia ingin membeli celana baru buat pergi ke pesta supaya

tampak lebih tampan dan menyakitkan. Ia telah mencoba

seratus model celana di berbagai toko busana namun tak menemukan

satu pun yang cocok untuknya

bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya

ia malah mencopot celananya sendiri dan mencampakannya

"kalian tidak tahu ya aku sedang mencari celana yang

paling pas dan pantas buat nampang di kuburan."

Lalu ia ngacir tanpa celana dan berkelana mencari kubur

ibunya hanya untuk menanyakan, " Ibu, kau simpan di mana

celana lucu  yang kupakai waktu bayi dulu?

1996

Ada juga penyair yang diksinya mengaduk-aduk, mencampurbaurkan seperti gado-gado, kosa kata bahasa daerah dengan bahasa Indonesia, mengoplosnya menjadi kekuatan bahasa yang ekspresif, seperti puisi Darmanto Jatman di bawah ini

ISTERI

Isteri mesti digemateni

Ia sumber berkah dan rezeki

Isteri sangat penting untuk kita

Menyapu pekarangan

Memasak di dapur

Mencuci di sumur

Mengirim rantang di sawah

Dan mengeroki kita kalau kita masuk angin

Ya, isteri sangat penting bagi kita

Ia sisihan kita

Kalau kita pergi ke kandang

Kalau kita menjual palawija

Ia teman belakang kita

Kalau kita lapar dan mau makan

Ia sigaraning nyawa kita

Ia sakti kita

Ah, lihatlah, ia menjadi sama penting dengan

Kerbau, luku, sawah dan pohon kelapa

Ia kita cangkul malam hari dan tak pernah mengeluh walau capek

Ia selalu rapih menyimpan benih yang kita tanamkan dengan rasa syukur

Tahu terima kasih dan meninggikan harkat kita sebagai laki-laki

Ia selalu memelihara anak-amak kita dengan sungguh-sungguh

Seperti kita memelihara ayam, itik, kambing atau jagung

Ah, ya, Isteri sangat penting bagi kita justru kita mulai melupakannya

Seperti lidah ia di mulut kita

Tak terasa

Seperti jantung ia di dada kita

Tak teraba

Ya.ya. isteri sangat penting bagi kita justru ketika kita mulai melupakannya

Jadi, waspadalah!

Tetep, madep, manteb

Gemi, nastiti, ngati-ati

Supaya kita mandiri, perkasa dan pinter ngatur hidup

Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel, atau lurah

Seperti Subadra bagi Arjuna

Makin jelita ia di antara maru-marunya:

Seperti Arimbi bagi Bima

Jadilah ia jelita ketika melahirkan bayi Tetuka

Seperti Sawitri bagi Setyawan

Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka

Ah, ah, ah

Alangkah pentingnya isteri ketika kita melupakannya

Hormatilah isterimu

Seperti kau menghormati Dewi Sri

Sumber hidupmu

Makanlah

Karena demikian suratannya.

Dari contoh di atas, Anda boleh memilih kecenderungan diksi tersebut. Atau boleh jadi Anda memiliki pilihan lain.Selamat menyusuri diksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun