Diksi adalah seleksi atau pemilihan kata-kata yang dilakukan penyair untuk mengekspresikan ide, suasana hati, perasaan atau gagasan yang bergejolak dalam hatinya (Sayuti, 2008:143). Diksi merupakan perangkat utama dalam menulis puisi. Diksilah esensi menulis puisi. Pilihan kata yang cermat dan tepat diperlukan untuk mewakili perasaan dan ekspresi jiwa setepat-tepatnya sekaligus menghidupkan. Diksi dapat terwujud dalam bentuk penggunaan majas, simbol, metafora, dan imaji
Diksi yang dipilih penyair menjadi ciri khas pengucapan yang bersifat pribadi dan inkonvensional. Ada penyair yang lebih suka memilih diksi berupa kata dasar, ada yang lebih suka menggunakan kata-kata yang sudah mengalami proses morfologis. Semua diksi selalu berorientasi pada kepentingan pengucapan ekspresi dan pencapaian estetika. Diksi diharapkan dapat memberikan aspekk sugestif pada pembacannya . Mari kita simak puisi Toto Sudarto bachtiar yang berdiksi sederhana, indah, menampilkan suasana sendu dan sarat pesan:
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur, sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
  (Siasat Th IX, No 442, 1955)
Ada pula penyair yang lebih suka memilih diksi yang jenaka, sederhana tapi punya daya pukau tersendiri justru karena kejenakaan dan keluguannya. Marilah kita perhatikan diksi-diksi puisi Joko Pinurbo di bawah ini
TIKUS
Banyak orang begitu jijik dan benci pada tikus, tapi
perempuan lajang yang tinggal sendirian di rumahnya yang
besar itu justru merasa tentram bersahabat dengan
tikus-tikus yang mencericit terus tiada hentinya. Entah
berapa tikus berumah di rumahnya. Dan setiap hari ada saja
tikus mati, lalu dengan sedih ia buang ke selokan
Sebelum tidur, sambil mengantuk, ia sempatkan membaca
buku Hidup Bahagia Bersama Tikus sementara konser tikus
berlangsung terus sampai jauh malam, juga ketika ia sudah
nyenyak bermimpi bertemu kekasih yang selama ini ia
sembunyikan dalam ingatan
Malam itu ia tidur berselimutkan sarung cap tikus, dan ada
tikus besar dari kuburan mondar-mandir di sekitar tubuhnya
mengendus-endus sakitnaya. Saat bangun ia menjerit mendapatkan
tikus-tikus mati berkaparan di ranjang. Sialan, kau dapat cericitnya, aku bangkainya!
(2002)
Puisi kedua karya Joko Pinurbo di bawah ini pun tak kalah jenakanya, tapi sarat makna dan pesan
CELANA 1
Ia ingin membeli celana baru buat pergi ke pesta supaya
tampak lebih tampan dan menyakitkan. Ia telah mencoba
seratus model celana di berbagai toko busana namun tak menemukan
satu pun yang cocok untuknya
bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya
ia malah mencopot celananya sendiri dan mencampakannya
"kalian tidak tahu ya aku sedang mencari celana yang
paling pas dan pantas buat nampang di kuburan."
Lalu ia ngacir tanpa celana dan berkelana mencari kubur
ibunya hanya untuk menanyakan, " Ibu, kau simpan di mana
celana lucu  yang kupakai waktu bayi dulu?
1996
Ada juga penyair yang diksinya mengaduk-aduk, mencampurbaurkan seperti gado-gado, kosa kata bahasa daerah dengan bahasa Indonesia, mengoplosnya menjadi kekuatan bahasa yang ekspresif, seperti puisi Darmanto Jatman di bawah ini
ISTERI
Isteri mesti digemateni
Ia sumber berkah dan rezeki
Isteri sangat penting untuk kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
Mengirim rantang di sawah
Dan mengeroki kita kalau kita masuk angin
Ya, isteri sangat penting bagi kita
Ia sisihan kita
Kalau kita pergi ke kandang
Kalau kita menjual palawija
Ia teman belakang kita
Kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraning nyawa kita
Ia sakti kita
Ah, lihatlah, ia menjadi sama penting dengan
Kerbau, luku, sawah dan pohon kelapa
Ia kita cangkul malam hari dan tak pernah mengeluh walau capek
Ia selalu rapih menyimpan benih yang kita tanamkan dengan rasa syukur
Tahu terima kasih dan meninggikan harkat kita sebagai laki-laki
Ia selalu memelihara anak-amak kita dengan sungguh-sungguh
Seperti kita memelihara ayam, itik, kambing atau jagung
Ah, ya, Isteri sangat penting bagi kita justru kita mulai melupakannya
Seperti lidah ia di mulut kita
Tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
Tak teraba
Ya.ya. isteri sangat penting bagi kita justru ketika kita mulai melupakannya
Jadi, waspadalah!
Tetep, madep, manteb
Gemi, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri, perkasa dan pinter ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel, atau lurah
Seperti Subadra bagi Arjuna
Makin jelita ia di antara maru-marunya:
Seperti Arimbi bagi Bima
Jadilah ia jelita ketika melahirkan bayi Tetuka
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka
Ah, ah, ah
Alangkah pentingnya isteri ketika kita melupakannya
Hormatilah isterimu
Seperti kau menghormati Dewi Sri
Sumber hidupmu
Makanlah
Karena demikian suratannya.
Dari contoh di atas, Anda boleh memilih kecenderungan diksi tersebut. Atau boleh jadi Anda memiliki pilihan lain.Selamat menyusuri diksi