Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

25 September 2020   17:35 Diperbarui: 25 September 2020   17:37 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendidikan berkait erat dengan kebudayaan. Keterkaitan itu disebabkan karena pendidikan merupakan sebuah proses penyadaran individu sebagai pendukung sekaligus pembaharu kebudayaan. Hubungan kebudayaan dan pendidikan sangat penting dan erat. Tilaar (2009) bahkan menganggap pendidikan dan kebudayaan sebagai dua sisi mata uang. 

Pendidikan merupakan satu kegiatan budaya.Melalui pendidikanlah seorang individu dapat mempelajari kebudayaan, mengenal lebih dalam kebudayaanya sekaligus bisa mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan dituntut dinamis sehingga dibutuhkan individu-individu yang kreatif dan dinamis. 

Individu-individu yang dinamis dan kreatif bisa dibentuk dengan proses pendidikan.Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan proses pembudayaan untuk mencetak individu yang kreatif yang pada gilirannya individu tersebut akan menjadi aktor dari perkembangan kebudayaan.

Dalam kaitannya dengan kebudayaan, tugas pendidikan yang utama adalah berorientasi memperkenalkan peserta didik kepada nilai-nilai kebudayaan serta membukakan kemungkinan-kemungkinan untuk menciptakan nilai-nilai yang baru. Orientasi tersebut sudah disampaikan jauh-jauh hari oleh Plato yang kelak menjadi dasar dari konsep-konsep pendidikan John Dewey dan Kerschensteiner. 

Di Indonesia pun, Ki Hadjar Dewantara menegaskan keterpautan pendidikan dan kebudayaan melalui tiga wahana prosese pendidikan yaitu pendidikan orang tua, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakatlah yang menautkan pendidikan dan kebudayaan karena setiap kebudayaan adalah hasil masyarakat.

Konsep pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan semakin berkembang dengan adanya pengaruh studi kultual dan posmodernisme. Kedua aliran ini berprinsip pada kesamaan derajat manusia dan penghargaan kepada setiap kebudayaan yang masing-masing memiliki nilai-nilainya sendiri. Prinsip ini ditegaskan oleh Paulo Freire sebagai proses kemerdekaan manusia dengan seluruh potensinya berhadapan dan mengolah lingkungan sosialnya.

Konsep kebudayaan sendiri merupakan sebuah deskripsi yang luas yang mencakup seluruh cara hidup dari sebuah masyarakat, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai, praktik, simbol, kepercayaan, orientasi, lembaga dan relasi antar manusia yang mempengaruhi perkembangan manusia dan masyarakatnya. Kebudayaan merupakan konsep yang rumit, berlapis-lapis dan beranah amat luas. A.I Kroeber dan Ckluckhon dalam bukunya Cultural A Critical Review of Concept and Definition (1952) mengungkapkan ada seratus enampuluh rumusan definisi kebudayaan.

Dari berbagai definisi yang beragam itu, kebudayaan bisa ditinjau dalam enam bingkai definisi, yaitu pertama, definisi deskriptif yang cenderung melihat kebudayaan sebagai keseluruhan pemahaman yang merajut kehidupan sosial. Kedua, definisi historis, yang melihat kebudayaan sebagai sebuah warisan yang ditradisikan dari generasi ke generasi berikutnya. 

Ketiga, definisi normatif yang melihat kebudayaan dalam dua hal, yaitu sebagai sebuah aturan yang membentuk pola perilaku yang konkrit dan sebagai guugusan nilai. Keempat, definisi psikologis yang melihat kebudayaan sebagai pemenuhan kebutuhan material dan emosional. Kelima, definisi struktural yang menempatkan kebudayaan sebagai sebuah bentukan sistem yang mengaitkannya dengan fakta sosial dan sejarah. Dan, yang keenam, definisi genetis yang memposisikan kebudayaan dalam asal-usul manusia dan upaya mempertahankan eksistensinya.

Apapun definisi yang dipakai, representasi kebudayaan  selalu mefokus pada tiga ranah, yaitu ranah dinamika pengembangan intelektual, spiritualitas, dan estetika; ranah kegiatan intelektual, artistik dan produk hasilnya; dan ranah seluruh aspek cara hidup manusia, tradisi dan kebiasaan seseorang maupun komunal. 

Tiga ranah kebudayaan inilah kemudian mewujud dalam dua hal, yaitu yang bersifat kebendanaan dan nonkebendaan atau kebudayaan benda dan kebudayaan tak benda. Kebudayaan beda adalah bentuk-bentuk kebudayaan yang kasat mata, misalnya kesenian, lembaga masyarakat, alat pertanian, arsitektur, sastra, dan sebagainya. Sedangkan kebudayaan tak benda misalnya religi, nilai, sikap hidup, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun