Mohon tunggu...
Prinz Tiyo
Prinz Tiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - I just don't like the odds.

I just don't like the odds.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Semestinya) Tiada Bakti yang Sia-sia

14 Juli 2011   05:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:41 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa, yang bernama Sonaharjo, baru saja dilakukan pemilihan kepala desa. Desa Sonaharjo baru saja mengalami kekacauan terkait tindak aparat, terlebih kepala desanya yang bernama Sumontyo, yang dianggap telah menyalahgunakan jabatan. Bersama sejumlah orang kepercayaannya, Kades Sumontyo sering membuat keputusan yang meresahkan. Jajaran pimpinan Desa Sunoharjo didominasi oleh orang-orang yang berasal dari penguasa desa masa lalu. Seperti yang terjadi di desa-desa lain sekitar Sunoharjo, angin perubahan, entah itu baik atau buruk, memang sedang berhembus kencang. Tanpa mempedulikan dampak dari perubahan tersebut, masyarakat di daerah itu memang paling suka dengan sesuatu hal yang baru. Terang saja Sumontyo dan kawan-kawan terpojok dengan desakan agar mundur dari jabatan. Demo masyarakat datang silih berganti dan mencapai titik kulminasinya dengan pendudukan Balai Desa oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Repedes (Regu penyelamat desa).

Repedes yang didukung oleh sejumlah tokoh masyarakat kemudian memutuskan untuk mengadakan pemilihan kepala desa yang baru. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, maka terpilihlah Pak Kasto sebagai pimpinan baru desa yang letaknya diapit oleh dua sungai besar itu. Pak Kasto memang seorang aktivis kemasyarakatan yang menurut catatan riwayat hidupnya pernah menjadi pengurus beberapa organisasi kepemudaan. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ia memang kurang menonjol dan relatif kurang dikenal masyarakat setempat. Orang di situ lebih sering memperbincangkan Pak Kuli dan Pak Siku, dua tokoh sentral yang mewarnai dinamika desa Sonaharjo. Pak Kuli dan Pak Siku memang orang-orang terpandang yang memiliki popularitas sehingga pada saat kampanye pemilihan kepala desa, dua orang inilah yang sering disebut-sebut sebagai kandidat kuat.

Suatu saat terjadi sebuah masalah, di mana Pak Kuli dan Pak Siku ternyata tidak berhasil lulus seleksi calon kepala desa. Panitia Pilkades memberikan penjelasan di tengah protes dan kemarahan pendukung kedua bakal calon tersebut bahwa Pak Kuli maupun Pak Siku memiliki riwayat masa lalu yang memberatkannya untuk lulus seleksi. Ketika didesak oleh masyarakat agar mau membeberkan penyebab gagalnya pencalonan kedua tokoh tersebut, Panitia Pilkades menyebutkan bahwa pihaknya terpaksa tidak bersedia untuk menjelaskannya karena mereka menganggap masalah tersebut bersifat rahasia. Meskipun para pendukung merasa kecewa berat, akan tetapi Panitia Pilkades tetap bersikukuh untuk tidak menjelaskan alasan pencoretan Pak Kuli dan Pak Siku dengan alasan "menjaga nama baik warga". Gerutu, caci-maki, umpatan, dan sumpah serapah silih berganti namun semua itu tidak membuat Panitia Pilkades gentar. Mereka telah disumpah untuk tidak mengungkapkan segala sesuatu yang sifatnya rahasia. Dalam pada itu, baik Pak Kuli maupun Pak Siku sendiri berjanji  kepada pendukung mereka masing-masing bahwa mereka akan menjelaskan duduk perkaranya secara internal. Keduanya sepakat mematuhi peraturan yang berlaku. "Semua demi tegaknya peraturan, hukum, dan keadilan. Kami berdua menyadari adanya sejumlah ketentuan yang membuat kami tidak mampu melanjutkan pencalonan. Kami mohon para pendukung memahaminya dan saya maupun Pak Siku akan menjelaskannya secara internal," demikian jelas Pak Kuli di hadapan sejumlah wartawan yang menyerbu kantor Panitia Pilkades Sonaharjo.

Setelah mengalami masa vakum beberapa pekan, dalam suasana pemilihan yang agak lesu dan kurang bergairah, terpilihlah Pak Kasto. Seperti penjelasan di atas, Pak Kasto ini sebenarnya bukan orang yang asing bagi Desa Sonaharjo berikut kegiatan-kegiatan kemasyarakatan desa tersebut. Pak Kasto dianggap sebagai orang yang mampu menengahi dan menenangkan dua kubu yang bersaing. Beberapa tokoh masyarakat yang dianggap sebagai sesepuh desa juga menyatakan bahwa Pak Kasto akan membawa Desa Sonaharjo tenang kembali setelah sempat bergolak. "Pak Kasto adalah orang yang tepat untuk mengatasi keadaan yang berlangsung saat ini di desa kita," kata Pak Simun, salah seorang pemuka masyarakat yang didapuk menjadi juru bicara paguyuban tokoh masyarakat kepada wartawan.

Beberapa saat setelah terpilih, Pak Kasto mulai menyusun program. Ia mengadakan rapat koordinasi sekaligus perkenalan kepada perangkat Desa Sonaharjo. Dalam rapat tersebut, Pak Kasto menyatakan bahwa ia akan melakukan sejumlah perubahan. "Bapak-bapak dan Ibu-ibu perangkat Desa Sonaharjo yang saya hormati, dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara-saudari mengikuti undangan rapat. Di tengah kesibukan kita ini, perkenankanlah saya memperkenalkan diri. MEskipun kita telah kenal satu sama lain pada kesempatan lain, namun saya perlu memperkenalkan diri kembali sebagai Kepala Desa. Secara jabatan saya memang berada di atas bapak dan ibu, tetapi secara perseorangan saya masih perlu bimbingan dan masukan karena bapak dan ibu lah yang lebih berpengalaman. Ehm, saya hendak memberikan usulan perubahan program, termasuk diantaranya penggeseran jabatan perangkat. Akan tetapi, keputusan saya kelak bukan sebuah keputusan mutlak. Saya memerlukan masukan," jelas Pak Kasto dalam salam pembuka rapat.

Setelah sesi pidato perkenalan berakhir, Pak Kasto memberikan kesempatan tanya jawab. Sebelum sesi tanya jawab dibuka, ia menyatakan bahwa semua jenis pertanyaan bebas diajukan dan ia akan menjawab semampunya. Ketika ditanya tentang sikapnya kepada rezim Sumontyo, Pak Kasto dengan tegas menyatakan bahwa ia bersama segenap aparat merasa tidak ada sangkut pautnya dengan Repedes.

Bu Minul: "Pak Kades, apa tindakan yang akan Bapak terhadap 'dosa-dosa' rezim Sumontyo?"

Pak Kasto: "Masalah Pak Sumontyo dan kawan-kawan itu ada yang mengurusi. Tindakan-tindakan yang terkait dengan pelanggaran wewenang yang mereka lakukan selama menjadi aparat desa akan ditindaklanjuti secara hukum. Saya hanya seorang kepala desa dan yang saya pikirkan ialah masa depan desa ini."

Pak Kisut: "Kemudian bagaimana dengan sejumlah aparat yang telah menjabat semasa kepemimpinan Pak Sumontyo? Apakah akan Bapak ganti?"

Pak Kasto: "Ehm, perkara diganti atau dipertahankan, menurut saya perlu dipertimbangkan. Dalam sebuah organisasi, sebuah keputusan itu saling terkait. Saya merasa tidak berhak untuk memutuskan bahwa si A itu salah hanya karena ia adalah bagian dari rezim Pak Sumontyo."

Pak Ginung: "Bagaimana dengan Repedes, Pak?"

Pak Kasto: "Ya, Repedes telah menyelesaikan tugasnya. Repedes hanyalah tim sementara untuk memulihkan keadaan desa kita dan kegiatannya secara resmi telah berakhir setelah pimpinan desa terpilih."

Mbak Misri: "Bagaimana Pak Kasto memandang diri Bapak sendiri sebagai seorang Kades?"

Pak Kasto: "Saya memandang diri saya sebagai orang yang diberi tanggung jawab untuk 'mewujudkan aspirasi masyarakat'. Sekali lagi, 'aspirasi masyarakat', bukan 'aspirasi Repedes, atau yang lainnya'. Saya sekarang berstatus sebagai pimpinan desa dan segala keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab saya."

Mas Geger: "Tentang kepemimpinan desa yang lalu?"

Pak Kasto: "Menurut penilaian sejumlah masyarakat, katanya terjadi penyalahgunaan wewenang dan sebagainya. Akan tetapi sebenarnya kesalahan tersebut adalah bagian dari kesalahan kita pula. Artinya, kita membiarkan hal tersebut terjadi dan ketika tersadar kita telah terlambat untuk bergerak. Pak Sumontyo tetap saya hormati sebagai orang yang secara tidak langsung ikut pula membesarkan Desa Sonaharjo, juga membesarkan diri saya pribadi. Secara pribadi hubungan kami baik. Sebelum memberanikan diri untuk maju sebagai Calon Kades, saya terlebih dahulu mempelajari segala hal, termasuk riwayat Desa Sonaharjo tercinta ini. Begitu pula sikap saya pada Pak Siku dan Pak Kuli. Tidak lulusnya mereka dari seleksi pencalonan bukan berarti citra buruk melekat pada diri mereka masing-masing. Ini adalah peraturan dan saya merasa tidak lebih baik daripada beliau-beliau itu. Jadi, mohon tidak membanding-bandingkan."

Mbah Modin Ngalor: "Tadi Pak Kades menyatakan tentang perubahan, termasuk perubahan aparat dan perangkat desa. Apakah itu termasuk penggantian?"

Pak Kasto: "Ya, benar. Setiap pimpinan organisasi, sekecil apapun itu, pasti melakukan gebrakan. Begitu pula saya. Namun, saya mohon kepada bapak-bapak dan ibu-ibu, terutama yang telah berada di tempat ini (Kantor Desa Sonaharjo) semenjak era Pak Sumontyo, tidak berprasangka buruk kepada saya. Saya akan mengevaluasi setiap orang yang tercantum dalam daftar perangkat. Semua tindakan adalah petunjuk dari pimpinan. Kita tidak dapat menyamaratakan antara satu orang dan orang lainnya."

Pak Jimul: "Bagaimana Bapak melakukan evaluasi? Sebagai salah seorang 'sisa' rezim Pak Sumontyo, terus terang saya juga merasa was-was. Ini jujur saya ya, Pak. Kedudukan saya sekarang serba salah. Sampai-sampai saya tidak bisa tidur nyenyak dalam tiga hari belakangan."

Pak Kasto: "Hahaha! Pak Jimul, seperti yang saya katakan tadi, bahwa semua hal akan saya evaluasi. Lagi pula, saya ini siapa dan apa sebenarnya? Saya mohon Pak Jimul tenangkan hati dan pikiran agar dapat tidur nyenyak. Karena jika Bapak kurang tidur, saya juga lah yang akan repot nantinya, kekurangan orang dalam menyusun program kerja, haha."

Bu Mentrik: "Pak Kades.... Tentang desas-desus bahwa untuk kegiatan Porseni tingkat Kecamatan, katanya penunjukan ketua kontingen, Bung Siwan, dilakukan secara tidak wajar, Pak."

Pak Kasto: "Maksud Bu Mentrik bagaimana? Apa yang tidak wajar?"

Bu Mentrik: "Anu, Pak... Menurut informasi yang saya peroleh dari anggota Repedes, penunjukan ketua kontingen itu atas usul Pak Weru, salah seorang orang kepercayaan Pak Sumontyo."

Pak Kasto: "Lantas, apa yang salah dengan itu?"

Bu Mentrik: "Maksud saya, ehm, Ketua Kontingen tidak dipilih secara aklamasi oleh pihak desa dan disetujui oleh semua pihak melainkan prakarsa Pak Weru."

Pak Kasto: "Bu Mentrik, sekarang saya ingin bertanya sebelum menanggapi pernyataan Ibu. Apa yang Ibu lihat dan saksikan tentang Kontingen Porseni kita selama dipandu oleh Bung Siwan?"

Bu Mentrik: "Ya, bagus sih, Pak. Untuk Porseni mendatang, kita berhasil mengirimkan lebih banyak peserta dan lebih banyak cabang perlombaan. Prestasi dalam arti penampilannya pun meningkat."

Pak Kasto: "Nah, jelas bukan? Sekarang lebih baik kita dukung saja Bung Siwan dan rekan-rekan dalam Porseni. Saya tidak peduli ia itu orang titipan Pak Weru, Pak Sumontyo, atau siapa. Saya kebetulan telah bertemu dengan Bung Siwan karena kegiatan Porseni lah yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Bung Siwan menyatakan bahwa ia tidak memikirkan masalah apapun selain membangun sebuah tim Porseni yang kuat agar mampu bersaing di tingkat Kecamatan."

Pak Ngusul: "Tapi, Pak.... Bung Siwan itu bertindak bukan atas nama desa."

Pak Kasto: "Pak Ngusul, saya mengerti arah pembicaraan Bapak. Maaf, saya di sini berusaha untuk membantu memperbaiki keadaan Desa Sonaharjo, bukan ingin merusaknya lebih parah lagi. Apa-apa yang telah berjalan dengan baik, patut saya dan sebaiknya kita dukung. Kita pikirkan saja hal-hal yang belum berhasil baik. Saya tegaskan, saya tidak akan menggugat dalam bentuk apapun kedudukan Pak Siwan sebagai Ketua Kontingen Porseni Desa Sonaharjo. Itu mengganggu persiapan. Sebaliknya, jika saya menugaskan orang lain dan kemudian orang tersebut lebih berhasil dibandingkan Bung Siwan, saya takut sekali dengan anggapan kelak bahwa karena keputusan saya lah Kontingen Porseni Desa Sonaharjo berhasil. Mereka telah ada sebelum saya berada di kantor ini. Alangkah picik dan pengecut diri saya jika mengambil keputusan tersebut."

Bu Resun: "Bagaimana dengan Pak Weru, Pak?"

Pak Kasto: "Secara pribadi saya memiliki hubungan baik pula dengan Pak Weru, setidaknya sesama warga Desa Sonaharjo. Saya justru menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam atas prakarsa Pak Weru, terlepas dari keterlibatannya dalam penyalahgunaan wewenang oleh Pak Sumontyo dan kawan-kawan. Manusia itu ada baik, ada buruknya. Mungkin dengan lobi Pak Weru lah Bung Siwan bisa berada di sini. Singkatnya, saya hanya ingin memperbaiki keadaan."

Setelah bertanya jawab selama satu setengah jam, termasuk pembahasan irigasi, keamanan, perniagaan, dan hubungan dengan desa sekitar, rapat diakhiri dengan kalimat penutup bahwa selaku Kepala Desa terpilih Sonaharjo, Pak Kasto menegaskan bahwa jabatannya sekarang adalah pilihan masyarakat. "Hanya itulah saya saya ketahui," jelasnya. Ketika muncul perbincangan bahwa terpilihnya Pak Kasto adalah pengaruh dari Repedes dan orang-orang yang berseberangan sikap dengan kelompok Pak Sumontyo, Pak Kasto mengatakan bahwa "Saya datang, saya mendapatkan kesempatan dan salah satu pendukung kesempatan itu adalah Repedes. Saya sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan. Namun, saya sekarang adalah Kepala Desa. Saya 'tidak menerima pesanan' dari pihak manapun. Jika nantinya terdapat paksaan sedemikian rupa sehingga berpengaruh terhadap keputusan saya, maka lebih baik saya meletakkan jabatan. Saya di sini ingin mencoba mengabdikan diri semampunya, bukan untuk menjadi 'alat balas dendam' kepada Pak Sumontyo dan kawan-kawan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun