Sailendra adalah sebuah nama wangsa, atau dinasti, yang pernah ada di Nusantara. Sailendravamsa, demikian istilahnya dalam bahasa Sanskerta. Kontroversi bermunculan seputar asal-muasal dinasti ini. Hal tersebut karena terdapat peninggalan yang mirip terkait dengan Dinasti Sailendra di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, India, dan Kamboja. Menurut teori India, keluarga Sailendra yang terdapat di Nusantara (Sumatera dan Jawa) berasal dari Kalingga (India selatan). Menurut teori Nusantara, Sailendra berasal dari Sumatera dan pindah ke Jawa. Sedangkan menurut teori Funan, diceritakan adanya Ho-ling. Baiklah, kita simpan dulu tentang semua riwayat ini untuk kita pelajari pada kesempatan yang lain. Sekarang kita akan mengulang pelajaran sejarah Nusantara yang Kompasianers peroleh di SD atau SLTP, hehe.
Menurut cerita, dinasti ini adalah penganut agama Buddha. Berawal dari abad VIII saat kekuasaan raja-raja Hindu Mataram di Jawa Tengah mengalami kemunduran. Pada saat itulah Dinasti Sailendra (disebut pula 'Syailendra') mengambilalih kekuasaan. Ada satu keluarga yang tetap bertahan di tengah hegemoni Syailendra, yakni Dinasti Sanjaya. Dinasti Sailendra adalah penganut Buddha aliran Mahayana. Akan tetapi kecenderungannya mengarah pada Tantrayana.
Di atas telah disebutkan bahwa selain Sailendra, terdapat pula Dinasti Sanjaya. Memasuki abad IX kedua dinasti ini melbur menjadi satu dengan adanya perkawinan antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dan Pramodhawardhani dari Dinasti Sailendra. Setelah peristiwa bersejarah ini, pembangunan tempat-tempat suci agama Buddha, termasuk candi, tetap dilakukan.
Candi-candi Peninggalan Dinasti Sailendra
Seperti halnya kerajaan Hindu dan Buddha lainnya, Sailendra juga meninggalkan warisan berupa candi. Pakar sejarah menyatakan bahwa candi-candi Jawa Tengah bagian Selatan yang ditengarai berasal dari abad VIII dan abad IX memiliki ciri khas Buddha. Dari keberadaan candi ini kemungkinan besar Dinasti Sailendra memiliki pusat kekuasaan di Jawa Tengah bagian Selatan.
Dalam kekuasaannya yang berlangsung selama 60 tahun, Sailendra meninggalkan sebuah 'masterpiece' bagi Nusantara, kemudian bagi Indonesia. Ialah Candi Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia. Keberadaan Candi Borobudur ini telah termasyur di seluruh dunia sehingga di sini tidak perlu untuk dijabarkan lebih jauh lagi. Candi-candi apa sajakah yang termasuk sebagai peninggalan Dinasti Sailendra? Berikut ini saya sebutkan 4 (empat) candi lainnya.
1. Candi Ngawen
Candi Ngawen berada tidak jauh dari Candi Mendut. Candi ini terdapat di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kota Magelang. Estimasi pembangunan candi ini adalah abad VIII. Bukti tertulis riwayat Candi Ngawen terdapat pada Prasasti Karang Tengah yang berangka tahun 824.
Candi Ngawen terdiri atas lima buah candi kecil (2 candi memiliki bentuk yang berbeda, dengan keempat sudut terdapat patung singa). Salah satu candi kecil memiliki patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa.
2. Candi Mendut
Candi Mendut didirikan oleh Raja Indra, raja pertama Sailendra. Candi ini ditengarai lebih tua dibandingkan Candi Borobudur. Bentuknya persegi empat. Candi yang memiliki pintu masuk dan ruangan ini memiliki tiga buah arca. Tiga buah arca yang berada di dalam ruangan candi ini diberi nama Buddha Cakyamurti, Avalokiteswara Sang Bodhisatva, dan Maitreya Sang Bodhisatva. Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Mendut juga menjadi tempat spesial pada perayaan Hari Raya Waisak.
3. Candi Pawon
Bagi para pencinta wisata candi, setelah mengunjungi Candi Mendut, lanjutkanlah perjalanan ke Candi Pawon. Banyak pendapat menyatakan bahwa candi ini adalah versi pendahulu dari Candi Borobudur. Jika ditarik garis, Candi Pawon berada di tengah-tengah antara Candi Mendut dan Candi Borobudur.
4. Candi Kalasan
Nama lain dari candi ini adalah Kalabening. Estimasi pendiri candi ini adalah Raja Panangkaran, penguasa kedua Kerajaan Mataram Hindu. Menurut Prasasti Kalasan (angka tahun 778), guru sang raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) untuk mendirikan bangunan suci bagi dewa Tara.
"Rumangsa handarbeni; wajib hangrungkebi"
Matur nuwun.
Referensi:
Wendoris, Thomas. 2008. Mengenal Candi-candi Nusantara. Pustaka Widyatama: Yogyakarta
www.navigasi.net
id.wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H