Mohon tunggu...
Prinz Tiyo
Prinz Tiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - I just don't like the odds.

I just don't like the odds.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Capacity Building Pendidikan Tinggi di Negara Berkembang

18 Februari 2011   04:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:30 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tiga misi yang diemban oleh Danish University Consortium ialah 1) untuk menghimpun dan mengidentifikasi fakta kemungkinan terjalinnya kerjasama program percontohan (Misi 0, satu pekan, Nopember 2002); 2) untuk menentukan profil dan fakultas yang dijadikan obyek penelitian, merancang kegiatan seminar PBL dan mengadakan negosiasi awal dengan para menteri (Misi 1, satu pekan, Agustus 2003); dan 3) mengadakan seminar PBL dan tindak lanjutnya dengan fakultas-fakultas terpilih dan MESCT (Misi 2, satu pekan, Nopember 2003).

Dari ketiga misi di atas dapat disimpulkan bahwa Mozambique memerlukan sebuah program untuk memperkenalkan metode-metode pedagogi yang inovatif.

Pelajaran yang diperoleh Danish University Consosrtium dari proyek percontohan negara Mozambique ialah bahwa dukungan bagi capacity building sangat diperlukan untuk pendidikan tinggi di negara-negara berkembang. Akan tetapi, proyek yang dilakukan senantiasa harus berbentuk kegiatan dua-arah. Sehingga, proyek capacity building harus berakar di dalam kerangka organisasi negara pendonor sendiri. Penyusunan kerangka organisasi seperti ini dipandang penting untuk a) mendukung negara-negara berkembang melalui capacity building di negara mereka sendiri dan memperkuat konsep pengembangan universitas dengan kurikulum, prioritas, dan riset yang berlandaskan kebutuhan struktural masyarakat dan secara aktif berusaha memenuhi kebutuhan tersebut; b) mempermudah dan mendukung kerjasama aktif dengan universitas-universitas negara berkembang dan memberikan kompensasi bagi kebijakan baru tentang pemberlakuan biaya kuliah untuk mahasiswa dari negara ketiga yang ingin kuliah di Denmark; c) mendukung dan selanjutnya mengembangkan usaha internasionalisasi universitas-universitas Denmark serta lebih memahami peran dan prasyarat dasar bagi pendidikan tinggi dan riset di dunia global modern; dan d) mempermudah universitas-universitas Denmark untuk ikut serta dan bersaing di dalam mencapai kondisi yang setara di pasar global pelayanan konsultasi di dalam pendidikan tersier serta kemudian mendukung tujuan kebijakan luar negeri negara Denmark.

Pada hakikatnya universitas, baik itu yang berada di negara pendonor maupun di negara penerima donor, sama-sama menjalankan peran sebagai institusi pembelajaran (learning institutions), bukan sebagai institusi yang mengajarkan (teaching institutions). Artinya, di dalam sebuah universitas setiap orang (mahasiwa, staf teknis dan pengajar) melakukan kegiatan belajar yang terus-menerus. Pendidikan universitas memiliki kemampuan untuk belajar sendiri (self-learning capacity) berdasarkan dan didukung oleh landasan ilmiah yang berkualitas baik Lulusan universitas harus mampu belajar, dan berhenti belajar untuk kemudian belajar lagi, begitu seterusnya (Brito, 2002). Capacity building untuk mengembangkan institusi pembelajaran di negara berkembang adalah tantangan tersendiri dan berat untuk dihadapi. Pendidikan tinggi tidak dapat lahir tanpa inisiatif-inisiatif kebijakan seperti sarana fisik, tatakelola yang lebih baik, perbaikan kondisi kesehatan masyarakat, pengembangan pasar uang dan perdagangan.

Kegiatan-kegiatan capacity building harus dijalankan dan dipahami sebagai sebuah usaha korporat dari semua stakeholders yang terkait. Inti dari kegiatan-kegiatan capacity building bagi pendidikan tinggi di negara berkembang tercantum di dalam tujuan yang ingin dicapai oleh universitas-universitas dari negara pendonor yang telah maju. Jenis konsultasi atau kerjasama timbal-balik merupakan cara langsung untuk menyerukan perlunya internasionalisasi dan globalisasi universitas negara Barat sekaligus cara yang langsung pula untuk mendukung dan menyempurnakan inovasi di negara-negara berkembang. Jika target ini dapat terpenuhi, maka antara pihak pendonor dan penerima donor akan saling mendapatkan keuntungan.

Referensi

Brito, L. (2002): Pidato pada UNESCO Conference on Higher Education, Oslo.
Enemark, S., Jorgensen, H. L., Muller, J., dan Meinert, M. (2004): The PBL Program - Developing Innovative Higher Education in Mozambique. Laporan Akhir dari Danish University Consultancy.
Kjerdsam, F. dan Enemark, S.: The Aalborg Experiment - Project innovation in University Education. Aalborg University Press, 1994.
Republic of Mozambique (2000): Analysis of the Current Situation of Higher Education in Mozambique.
World Bank (2000): Higher Education in Developing Countries - Peril and Promises. Diterbitkan untuk Prashington.
World Bank (2002): Appraisal Document Project, Higher Education Project Mozambique.

Sumber tulisan:
Stig Enemark
-Professor in Problem Based Learning and Land Management, Aalborg University, Denmark.
-Head of the School of Surveying and Planning.
-Director of the UICEE (UNESCO) Centre for Problem Based Learning (UCPBL).
-Consultant for World Bank and European Union.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun