Mohon tunggu...
Tiyas Nur Haryani
Tiyas Nur Haryani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Administrasi Negara FISIP UNS, peminat studi gender, tinggal di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Kesehatan Reproduksi Ibu Hamil

4 Maret 2012   14:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:30 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perawatan kesehatan primer menitikberatkan kehamilan dan persalinan yang aman. Kesehatan ibu yang berkualitas sangat menentukan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.Untuk menjawab permasalah tersebut perlu diupayakan kebijakan yang memilki daya ungkit besar dan dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di masyarakat itu sendiri. Untuk itu digalakkan Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang memperkecil kendala dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Gerakan Sayang Ibu (GSI) dirumuskan menjadi semacam gerakan yang dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu program pemerintah untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang berdampak terhadap upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) karena hamil, melahirkan dan nifas. Gerakan Sayang Ibu merupakan modifikasi dan reaktualisasi dari Gerakan Kesejahteraan Ibu yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Juni 1988 dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu secara keseluruhan, termasuk kualitas hidup dan status wanita di Indonesia.Tujuan utama dari Gerakan Kesejahteraan Ibu tersebut adalah menurunkan jumlah kematian ibu secara nyata dan memastikan setiap ibu di Indonesia mendapat kesempatan untuk melahirkan bayi sehat dan selamat (Depkes RI, 1995 dalam Budianto, 2006: 5).

Gerakan Sayang Ibu (GSI) melibatkan beberapa komponen sebagai pelaku programnya. Pertama adalah melihat responsivitas ibu hamil pada terhadap kesehatan kandungannya sendiri, dalam GSI para ibu hamil diharuskan untuk memeriksaan kehamilan minimal 4 kali; mengetahui dan mengenali kelainan kehamilan, tahu cara pencegahan dan penanggulangannya; mengupayakan persalinan di tempat/fasilitas kesehatan yang memadai; dan mengetahui kebutuhan gizi yang diperlukan; serta mampu mengambil keputusan. Kedua, adalah faktor suami dimana suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga), mengenali kelainan kehamilan sedini mungkin dan segera membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai; dan mempratekkan kesetaraan keadilan gender serta tidak ada kekerasan dalam rumah tangga.

Pada dasarnya dua hal di atas tersebut merupakan variabel utama dalam kesuksesan GIS demi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan/atau upaya mewujudkan kehamilan ibu yang sehat demi generasi penerus bangsa yang sehat pula disamping variabel organisasi kemasyarakatan dalam hal ini adalah para kader GIS di masyrakat dan petugas kesehatan. Faktor-faktor penyebab masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), pada dasarnya dapat disebabakan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan bermuara pada kultur patriaki. Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kesehatan reproduksi ibu. Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun perempuan sedang hamil dan menyusui.Hal tersebut menyebabkan mereka kekurangan makan, yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Masalah-masalah tadi bermuara dari ketidakadilan dan ketimpangan gender di masyarakat.

Oleh karena itu, sebuah gerakan yang berangkat dari lini keluarga dalam menjaga kesehatan kehamilan ibu harus mengakar di masyarakat kita. Pemenuhan kebutuhan gender dalam hal ini dapat dibagi menjadi kebutuhan strategis gender dan kebutuhan praktis gender. GSI telah berhasil mengembangkan kebutuhan gender yang dominan bersifat praktis gender di masyarakat, seperti masalah pemeriksaan kehamilan, pemenuhan gizi ibu hamil, persiapan persalinan ibu hamil dimulai dari biaya, persiapan transportasi, pemilihan tempat persalinan dan persiapan donor darah bagi ibu bersalin. Di sisi lain, kebutuhan strategis gender masih perlu digalakkan seperti pemahaman pentingnya perencanaan kehamilan demi menjaga keselamatan bayi yang dikandung dan ibunya, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga demi kesehatan mental dan fisik ibu hamil serta janin dalam kandungannya, dan pembagian peran gender karena sesungguhnya kehamilan bukanlah tanggungjawab dari perempuan semata dan tidak ada pandangan bahwa kehamilan merupakan “bagian yang alami” karena menjadi perempuan. Dengan demikian, kesehatan ibu terutama kesehatan reproduksinya dapat dijaga demi kelahiran generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun