Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SEO Specialist

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Indonesia Masih Bergantung pada Sumber Daya Alam?

30 Januari 2025   18:13 Diperbarui: 30 Januari 2025   16:20 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Money - Gali, Jual, Kaya -- Tapi Sampai Kapan? Ada dua orang ingin cepat kaya. Yang pertama, tinggal gali tanah, ambil emas, dan langsung jual. Yang kedua, belajar bertahun-tahun, membangun usaha teknologi, dan baru bisa menikmati hasilnya dalam waktu lama. Di Indonesia, kita lebih sering memilih cara pertama: mengandalkan sumber daya alam (SDA) sebagai jalan pintas menuju kekayaan. Tapi, apakah cara ini sustainable? Atau justru jebakan jangka panjang?

Indonesia masih bergantung pada SDA untuk kaya cepat, tetapi berisiko. Investasi di teknologi dan skill lebih lambat, tapi berkelanjutan. Saatnya berubah! - Tiyarman Gulo

Eksploitasi Sumber Daya Alam, Cepat Kaya, Tapi Penuh Risiko

Sumber daya alam memang seperti harta karun. Dengan menggali tambang, menebang hutan, atau mengebor minyak, uang bisa datang dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Contohnya:

  • Kelapa sawit : Indonesia jadi produsen terbesar dunia.
  • Batu bara : Ekspor besar ke luar negeri.
  • Nikel : Permintaan tinggi karena kebutuhan baterai kendaraan listrik.

Tapi, di balik kekayaan instan itu, ada harga mahal yang harus dibayar:

  1. Kerusakan lingkungan : Hutan gundul, banjir, polusi, dan tanah longsor.
  2. Ketimpangan ekonomi : Sumber daya dikuasai segelintir elite, rakyat kecil dapat ampasnya.
  3. Ketergantungan yang berbahaya : Jika harga komoditas turun di pasar global, ekonomi langsung goyah.

Teknologi dan Industri Skill-Based: Lambat, Tapi Pasti!

Di sisi lain, ada jalur yang lebih sulit tapi lebih tahan lama: membangun ekonomi berbasis skill dan teknologi. Negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman sudah membuktikan bahwa investasi di bidang ini jauh lebih menguntungkan dalam jangka panjang.

Contohnya:

  • Korea Selatan dulu miskin, sekarang raksasa teknologi dengan Samsung dan Hyundai.
  • Jepang fokus pada inovasi manufaktur dan robotika, bukan sekadar menggali sumber daya alam.
  • Singapura kecil tanpa SDA, tapi ekonominya jauh lebih kuat dibanding Indonesia.

Mereka bisa sukses karena berinvestasi dalam pendidikan, riset, dan inovasi selama puluhan tahun. Hasilnya, ekonomi mereka tidak bergantung pada sumber daya yang bisa habis, tapi pada manusia yang semakin cerdas dan kreatif.

Mengapa Indonesia Masih Lambat Beralih ke Ekonomi Berbasis Skill?

Jika ekonomi berbasis skill lebih menguntungkan, kenapa Indonesia masih lamban dalam transisi ini? Beberapa faktor penyebabnya:

  1. Budaya "tak mau menunggu" : Orang ingin hasil cepat, bukan investasi jangka panjang.
  2. Minimnya riset dan inovasi : Anggaran untuk penelitian masih kecil dibanding negara maju.
  3. Kurangnya insentif untuk industri teknologi : Perusahaan lebih suka sektor SDA karena untungnya langsung terasa.
  4. Pendidikan belum fokus pada skill masa depan : Kurikulum masih banyak teori, kurang aplikatif.

Bagaimana Caranya Indonesia Bisa Lepas dari Ketergantungan SDA?

Agar Indonesia bisa keluar dari jebakan ekonomi berbasis SDA, beberapa langkah yang bisa diambil adalah:

  • Meningkatkan investasi di sektor teknologi dan manufaktur.
  • Mengubah pola pikir masyarakat agar lebih sabar dalam investasi jangka panjang.
  • Meningkatkan kualitas pendidikan yang mendukung skill berbasis industri masa depan.
  • Mendorong UMKM berbasis inovasi dan teknologi agar semakin kompetitif.

Gali SDA, jual cepat, kaya instan? Bisa, tapi risikonya tinggi. Bangun ekonomi berbasis skill dan teknologi? Butuh waktu, tapi hasilnya lebih berkelanjutan. Indonesia harus berani berinvestasi pada masa depan, bukan hanya tergiur keuntungan jangka pendek. Kalau tidak, kita akan terus terjebak dalam lingkaran eksploitasi tanpa masa depan yang pasti.

Saatnya berhenti memilih jalan pintas dan mulai membangun kekuatan dari dalam. Jika negara lain bisa, kenapa kita tidak?.(*) - TG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun