Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SEO Specialist

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Job Fair Mingguan Jadi Solusi atau Hanya Formalitas?

28 November 2024   10:58 Diperbarui: 28 November 2024   11:11 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Job Fair Mingguan Jadi Solusi atau Hanya Formalitas? | Sumber Foto : money.kompas.com

Worklife - Coba kita jujur dulu, siapa yang pernah ikut job fair dan langsung mendapatkan pekerjaan impian? Rasanya, pengalaman ini cukup langka, kan? Banyak dari kita yang datang ke acara job fair penuh harapan, membawa CV terbaik, bahkan mungkin mengenakan pakaian yang rapi bak mau wawancara kerja langsung. 

Tapi kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Antrean panjang, perusahaan yang hanya menerima drop CV, atau malah lowongan yang tak sesuai bidang.

Nah, masalah ini sering kali memunculkan pertanyaan besar, Apakah job fair benar-benar efektif, atau hanya menjadi formalitas belaka? Lebih jauh lagi, bagaimana caranya menyelaraskan antara kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan industri? Dan kalau solusi seperti "Job Fair Mingguan" diterapkan, apakah ini benar-benar membantu? Yuk, kita bahas satu per satu!

"Job Fair Mingguan berpotensi meningkatkan peluang kerja, tapi perlu dukungan pelatihan, teknologi, dan kolaborasi pemerintah dengan industri untuk hasil optimal."

Realita di Balik Job Fair

Di atas kertas, job fair terdengar seperti solusi brilian. Banyak perusahaan berkumpul di satu tempat, pelamar kerja bisa langsung bertemu perwakilan perusahaan, dan komunikasi dua arah bisa terjadi lebih cepat. Namun, realitanya tidak sesederhana itu.

Salah satu kendala utama adalah ketidaksesuaian antara kualifikasi pelamar dan kebutuhan perusahaan. Sebagai contoh, industri teknologi saat ini sedang membutuhkan talenta yang melek digital seperti pengembang perangkat lunak atau analis data. Tapi, apakah semua pelamar yang datang ke job fair sudah siap dengan kompetensi tersebut? Belum tentu.

Sebaliknya, banyak pelamar yang justru berasal dari bidang yang saturasi, seperti akuntansi atau administrasi, sehingga persaingan semakin ketat. Akibatnya, terjadi mismatch---pekerjaan ada, pelamar juga ada, tapi tidak saling menemukan karena kebutuhan dan kemampuan yang berbeda.

Job Fair Mingguan, Solusi atau Tantangan Baru?

Gagasan untuk mengadakan "Job Fair Mingguan" memang menarik. Dengan frekuensi lebih sering, peluang pelamar untuk menemukan lowongan yang cocok tentu akan meningkat. Tapi, ada beberapa tantangan yang harus dipertimbangkan:

  1. Kualitas Bukan Kuantitas
    Mengadakan acara setiap minggu memang memperbesar kesempatan, tapi apakah perusahaan yang hadir tetap relevan? Jangan sampai pelamar menghadapi kebosanan karena perusahaan yang ikut itu-itu saja.

  2. Persiapan Pelamar
    Dengan waktu yang lebih singkat antara satu job fair dan berikutnya, apakah pelamar punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri, seperti memperbarui CV, meningkatkan kemampuan, atau mengikuti pelatihan?

  3. Efisiensi Biaya dan Waktu
    Perusahaan juga perlu mempertimbangkan biaya untuk mengikuti acara ini. Jika terlalu sering, bisa jadi mereka lebih memilih mencari tenaga kerja lewat platform digital atau agensi rekrutmen.

Peran Pemerintah dalam Menjembatani Dunia Kerja

Di sinilah pemerintah punya peran besar. Daripada hanya fokus pada penyelenggaraan job fair, pemerintah seharusnya lebih banyak berinvestasi pada program pelatihan kerja yang relevan dengan kebutuhan industri. Misalnya:

  • Program Upskilling dan Reskilling
    Memberikan pelatihan bagi lulusan baru atau tenaga kerja yang ingin berpindah bidang.

  • Sistem Informasi Lowongan Terintegrasi
    Membuat platform digital yang lebih terfokus, dengan basis data yang memudahkan pencocokan antara kualifikasi pelamar dan kebutuhan perusahaan.

  • Kolaborasi dengan Industri
    Pemerintah dapat bekerja sama dengan perusahaan untuk membuka kelas pelatihan bersertifikasi, yang sekaligus menjadi jalur rekrutmen.

Sektor-Sektor yang Perlu Dikembangkan

Jika kita bicara soal sektor yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, berikut beberapa yang potensial:

  1. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
    Perkembangan digitalisasi membuka peluang besar, mulai dari pengembang perangkat lunak hingga spesialis keamanan siber.

  2. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
    Dengan fokus pada keberlanjutan, sektor ini bisa menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, terutama di daerah-daerah wisata.

  3. Manufaktur Berbasis Teknologi
    Dengan otomatisasi dan penggunaan teknologi canggih, sektor ini membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan teknis.

  4. Pertanian dan Kelautan Berbasis Inovasi
    Modernisasi di sektor ini dapat membuka lapangan kerja baru, sekaligus meningkatkan produktivitas.

Perlu Inovasi dan Kolaborasi

"Job Fair Mingguan" bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan akses tenaga kerja ke perusahaan, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya jawaban. Tanpa dukungan berupa pelatihan, inovasi teknologi, dan kolaborasi lintas sektor, acara seperti ini hanya akan menjadi rutinitas tanpa hasil maksimal.

Jadi, langkah terbaik adalah mengintegrasikan semua elemen: frekuensi job fair, kesiapan pelamar, keterlibatan perusahaan, serta dukungan penuh dari pemerintah. Dengan begitu, kita bisa menjembatani kesenjangan antara kompetensi tenaga kerja dan kebutuhan industri dengan lebih efektif.-TG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun