Mohon tunggu...
Tiyarman Restu Putra Gulo
Tiyarman Restu Putra Gulo Mohon Tunggu... Penulis - Law dan Freelancer, 2 hal yang hampir mirip! | tiyarmangulo.blogspot.com
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis itu penting, biar gak lupa! Karena faktanya otak cuma bisa nyimpan 1/8 data yang diterima, habis itu lupa! | my blog: tiyarmangulo.blogspot.com | ig: @tiyarmangulo | wa: 0838-6723-2928

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pemblokiran Paypal-Steam Tanda Kegagalan Tata Kelola Hukum Digital?

5 Agustus 2022   11:07 Diperbarui: 5 Agustus 2022   11:21 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peneliti Hukum Indonesia, Hemi Lavor Febrinandez, menilai pemblokiran beberapa website oleh Kominfo sebagai kegagalan Kominfo dalam menerapkan tata kelola hukum digital di Indonesia.  Hemi melihat kasus ini menunjukkan bahwa negara sepertinya ingin menunjukkan taringnya kepada Big Tech. Artinya, ketika tidak mengikuti aturan main yang ada di Indonesia, mereka tidak akan takut untuk menjatuhkan sanksi.

Namun yang tidak diperhatikan Kominfo adalah dampak sosial dari penerapan regulasi yang nampak dipaksakan yang berakibat kepada masyarakat Indonesia. Menurut Hemi, beberapa kelompok masyarakat sipil telah dirugikan oleh Kominfo, dengan mengacu masalah pada Permenkominfo No. 5 Tahun 2020, yaitu masalah dasar PSE di sektor swasta.

Baca Juga : Manfaatkan Digital Marketing untuk Hasilkan Uang, Jangan Ragu untuk Memulai Usaha!

Ada beberapa aturan yang bisa mengancam kebebasan sipil di ruang digital. Contohnya adalah ketentuan dalam Pasal 9 ayat (4), yang melarang PSE swasta menyiarkan konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

"Istilah gangguan publik dapat diartikan secara bebas dan dapat dengan mudah digunakan untuk mengkriminalisasi individu dan kelompok yang kritis terhadap pemerintah. Apalagi frasa yang sama tidak ada dalam UU ITE sebagai induk aturan lahirnya Permenkominfo ini, sehingga dimungkinkan untuk menjelaskan adanya aturan ini adalah rekayasa." -Hemi Lavor Febrinandez

Pemblokiran beberapa Unit Usaha swasta dan hadirnya Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tidak hanya merugikan penyelenggara layanan digital, namun pada akhirnya mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi, dan data publik di ruang digital.

Saat ini, penting bagi pemerintah dan Kominfo untuk merendahkan diri, mendengarkan dan menindaklanjuti opini publik, sehingga undang - undang yang diusulkan benar - benar memberikan perlindungan dan bahkan tidak mengancam kebebasan berbicara, kebebasan menggunakan internet, pada masyarakat.

Baca Juga : Mengenal Bisnis Afiliasi

Pada kesempatan yang lain, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, mengatakan pihaknya sudah mengikuti opini publik dan melakukan normalisasi beberapa layanan. Johnny menyebut ada tujuh perusahaan yang belum mendaftar, seraya menegaskan pihaknya telah berupaya berkomunikasi dengan perusahaan - perusahaan tersebut dari kedutaan negara sahabat. Untuk PayPal dan Steam, Johnny mengatakan timnya telah menormalkan, namun dengan catatan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun