Negara-negara ASEAN, juga seperti negara di belahan dunia lainnya, mengalami percepatan transformasi digital di bidang ekonomi yang mengejutkan akibat pandemi COVID-19. Secara tiba-tiba, COVID-19 telah mengubah gaya hidup masyarakat dengan semakin meningkatnya pemanfaatan teknologi digital.
Laporan e-Conomy SEA 2022 menyebutkan, pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara---Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam---mencapai angka 200 miliar dollar AS dilihat dalam ukuran nilai pembelian barang dagangan (Gross Merchandise Value). Tiga tahun lebih cepat dari perkiraan. Di antara sektor-sektor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi digital tersebut adalah e-commerce, transportasi dan makanan, perjalanan online, media online, dan layanan keuangan.
Tulisan ini akan memfokuskan dirinya pada digitalisasi layanan keuangan dengan mendorong upaya konektivitas sistem pembayaran digital satu kawasan: Regional Payment Connectivity (RPC). Pembayaran digital antarnegara tersebut adalah kunci untuk membuka gerbang ekonomi digital ASEAN yang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, mengurangi beban biaya, serta turut mendorong integrasi ekonomi dalam kawasan.
Salah satu bagian penting dari akselerasi transformasi digital dalam jasa keuangan di ASEAN adalah hadirnya revolusi pembayaran digital. Mengapa tidak? Lonjakan transaksi online di e-commerce, ditambah dengan interaksi fisik yang terbatas selama pandemi COVID-19, telah meningkatkan penggunaan layanan pembayaran digital dengan nilai transaksi bruto melebihi 800 miliar dollar AS pada 2022.
Pergeseran gaya hidup dan perilaku konsumen dari offline ke online mendorong banyak pemain dan platform fintech, termasuk bank digital, bahkan bank konvensional dan perusahaan asuransi berlomba-lomba mendigitalkan produk dan jasanya secara ekstensif dalam rangka mengikuti tren yang berkembang itu.
Selain itu, ASEAN juga mengalami lonjakan yang signifikan dari penggunaan seperti dompet digital, kartu kredit virtual, dan transfer kawat ketika konsumen bertransaksi. Bloomberg dalam artikel teknologinya pada 2021 menjelaskan bahwa pertumbuhan pengguna dompet digital di Asia Tenggara adalah yang tercepat di dunia.
Pertumbuhan perdagangan lintas-batas negara melalui e-commerce dalam satu dekade terakhir juga ikut mendorong penerapan pembayaran digital. Secara konvensional, transaksi lintas-batas (cross-border transaction) kerap dikaitkan dengan problem biaya yang tinggi dan waktu pemrosesan yang lama. Namun, dengan hadirnya sistem pembayaran digital lintas negara, ia mampu menjadi solusi yang nyaman dan efisien untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.
Masifnya pembayaran digital mengingatkan kita akan pentingnya infrastruktur digital yang kuat. Jaringan komputer modern, perangkat keras, perangkat lunak, pusat data digital, dan konektivitas internet pita lebar (broadband) amatlah penting guna menghadirkan layanan digital yang lancar dan pertumbuhan pembayaran digital di Asia Tenggara. Peningkatan infrastruktur digital merupakan faktor penting dalam upaya memajukan ekonomi digital ASEAN. Karenanya, ASEAN harus memprioritaskan upayanya untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan koneksi data dan perangkatnya di seluruh kawasan.
Kabar baiknya, ASEAN telah menunjukkan komitmennya untuk membangun praktik tata kelola data digital yang efektif di kawasan. Cetak biru seperti Peta Jalan Bandar Seri Begawan (BSBR), ASEAN Digital Masterplan 2025 (ADM 2025), ASEAN Digital Data Governance Framework, dan ASEAN Digital Integration Framework menyoroti fokus kawasan ini pada pembentukan ekosistem yang kondusif bagi ekonomi digital.
Bagaimanapun, perbedaan tata kelola data di antara negara-negara anggota ASEAN masih ada. Kerangka kerja tata kelola data yang koheren dengan standardisasi yang berlaku untuk semua anggota ASEAN disusun sebagai fasilitas yang nantinya akan memperlancar aliran data melintasi batas negara dengan aman.