Jika terjadi krisis air yang disebabkan perubahan iklim, negara-negara yang menanam berbagai jenis tanaman memiliki risiko lebih rendah mengalami kekurangan pangan. Hal ini disebabkan keanekaragaman budidaya tanaman pangan mengimbangi penurunan hasil jenis tanaman tertentu dengan mengandalkan jenis tanaman lain yang lebih tahan terhadap misalnya kekeringan dan penyakit.
Cerita soal tanaman pisang menjadi contoh pentingnya keanekaragaman hayati. Saat ini, perkebunan pisang di seluruh dunia terancam Fusarium oxysporum, jamur yang merusak tanaman pisang Cavendish.Â
Kendati begitu, wabah tersebut tidak berdampak signifikan pada pertanian pisang di Asia Tenggara dan Afrika. Di wilayah ini, penduduk membudidayakan ratusan varietas pisang yang secara alami tahan terhadap jamur.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Nature (2023), Alexandre Antonelli, Direktur Sains Royal Botanic Gardens di London, menyarankan agar pencarian sumber makanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dipenuhi dengan menengok kembali tanaman yang selama ini kurang dimanfaatkan, juga kerabat liar tanaman pangan utama saat ini.Â
Untuk memastikan keberhasilan upaya ini, sangat penting bahwa masyarakat adat, yang memiliki sejarah panjang dalam memanfaatkan sumber daya ini, terlibat memimpin dalam proses tersebut.
Sejumlah penelitian yang dilakukan di dalam negeri maupun internasional menunjukkan bahwa masyarakat adat menghuni wilayah yang kaya keanekaragaman hayati, di mana keharmonisan dengan lingkungan alam sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka. Komunitas-komunitas ini mempertahankan hubungan yang kuat dengan wilayah mereka dan memanfaatkan sistem dan praktik pengetahuan lokal untuk melestarikan, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam di dalam wilayah mereka.
Karena mata pencaharian dan budaya masyarakat adat terjalin dengan alam, mereka telah mengembangkan sistem dan praktik unik untuk melindungi wilayah mereka, yang merupakan bagian integral dari identitas mereka.Â
Melalui pemanfaatan pengetahuan dan tradisi adat, pengelolaan tanah adat mereka terbukti berkelanjutan. Akibatnya, ekosistem dan spesies di kawasan di bawah pengelolaan adat cenderung kurang terdegradasi dibandingkan kawasan lain.
Menurut Damayanti Buchori, Guru Besar Departemen Proteksi Tumbuhan IPB, pengetahuan lokal yang diwariskan masyarakat adat biasanya kaya akan kearifan dan memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap alam.Â
Dalam presentasinya, ia memberikan contoh sistem pertanian Subak di Bali yang telah terbukti mampu menjaga keseimbangan alam, menghambat serangan hama, dan mempertahankan proses biogeokimia.
Masyarakat nelayan dari timur Indonesia, khususnya Maluku, memberikan contoh lain keberhasilan perlindungan sumber daya alam, terutama laut mereka melalui penerapan sistem sasi. Sistem ini memberlakukan pembatasan pemanenan sumber daya laut tertentu selama periode tertentu.Â