Lebih dari dua tahun sudah saya berada di sini. Berawal dari banyaknya waktu senggang pada awal masa pandemi Covid-19 di bulan April tahun 2020 lalu, saya meregistrasikan akun Kompasiana dan memperoleh lencana hijau validasi.
Teringat bagaimana rasanya pertama kali artikel tayang, pertama kali artikel mendapat label pilihan, mengalami pasang-surutnya pembaca, pertama kali akun dinyatakan layak diberi kesempatan mendapatkan K-Rewards, dan lain sebagainya. Sampai pada hari saat saya menulis ini, akun saya tengah berjuang sedikit lagi naik dari level Junior ke Taruna.
Di antara semua itu, selalu ada saja hal yang ada-ada saja mewarnai perjalanan. Salah satu yang ingin sekali saya ceritakan adalah pengalaman baca komentar warganet Facebook di akun resmi Kompasiana.
Nah, ini Kompasianers yang pernah mengalami hal serupa saya, bebas berbagi juga pengalamannya di kolom komentar biar semakin seru hehehe.
Akun Facebook Kompasiana adalah yang selalu saya cek pertama kali setiap setelah saya tayangkan artikel. Sebab, saya pingin mencari tahu apakah artikel saya diunggah di halaman tersebut. Apa lagi kalau saya sedang bahas hal seru yang mengundang diskusi, saya selalu berharap ada diskusi yang terbuka berlantaran artikel saya di kolom komentar Facebook tersebut.
Kalau boleh saya jujur (secara ekstrim), saya terhibur dengan berbagai tipe warganet Facebook yang menanggapi tulisan saya. Sini saya kenalin, secara garis besar ada lima tipe:
Yang pertama, warganet cerdas dengan komentar kritis dan berwawasan. Warganet tipe ini biasanya ahli di bidang yang berkaitan dengan isu yang sedang saya bahas. Mereka lebih menceritakan pandangannya terhadap isu tersebut, malah ada juga yang berbagi ilmu baru berkaitan dengan isu sehingga dalam membaca komentarnya saya hanya bisa tersenyum manggut-manggut. Puas sekali!
Yang kedua, warganet yang beriman dan bertakwa. Warganet tipe ini senantiasa menjadikan agama sebagai tolok ukur dalam memberikan penilaian. Ada yang menerangkannya secara fanatik dan keras, ada pula yang menerangkannya secara damai dan lembut.
Yang ketiga, warganet nasionalis. Biasanya, mereka menggunakan cara pandang sebagai seorang warga negara dan menilai isu pembahasan berdasarkan hukum yang berlaku. Ada yang disebutin sekaligus dijelasin sepasal-pasalnya loh hahaha, nggak kalah luar biasa ya?
Keempat, kebalikan dari nasionalis, ada warganet salah negara. Tipikal ini biasanya menilai isu sembari memberikan perbandingan dengan negara lain yang dirasa lebih baik dari negaranya sendiri. Kadang juga, disertai kritik-kritik pada kebijakan negara yang berkaitan dengan isu.