Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Merapi-Merbabu, 2 Juni 2022

26 Juli 2022   13:49 Diperbarui: 26 Juli 2022   13:54 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandanglah, sang ibu ketinggian

di mana kita tadi berjalan melalui tulang punggungnya.

Dia menutup wajahnya

dari kemiripan surga.

Kuhisap double shot-ku

seolah aku akan minum satu liter lagi.

Kita lelah dan kedinginan

namun jantung kita berdetak kencang

seakan belum pernah benar dihidupkan

semenjak hari-hari yang terlewatkan.

Di belakang gubuk ini,

pandanglah, O, Cintaku!

Ayah ketinggian.

Dia berdiri dalam keheningan,

menatap bahwa kita terlalu kecil dan fana

untuk dipeluk.

Aku mendengar panggilannya

sebelum kita turun,

memohonku untuk memetik

bahkan jika hanya setangkai layu

dari rumput terbaiknya.

Pandang ketabahannya yang tak tercuri.

Ayah dan ibu,

kapan terakhir kali

mereka berdekap dalam temu?

Hingga sejak keheningan ini,

sejak saling mengagumi keindahan

dan berhenti meneriakkan bahasa puisi.

Di antara perhentian mereka,

rasakanlah, Cintaku!

Ajari mereka kecerobohan,

ajari mereka kedunguan;

bahwa aku akan mengatakan cintaku padamu

ribuan kali atau melebihi.

Hari ini,

hingga akhir hayat ini.

-------------

See, the mother of height

we've walked its spine.

She closes her face

of paradise's semblance.

I'm sipping my double shot

like I'll drink one liter more.

We're tired and cold 

but our heart are beating to their most 

as if we've never ever lived before. 

Behind this shack, 

see, O, My Love! 

He's father of height. 

He's standing on quietness, 

staring that we are too small and mortal 

to be embraced. 

I heard his call before we went down,

begged me to pick 

even if just a wither-will sprig 

of his best grass to belong. 

See, those unstolen steadfast. 

The dear father and mother, 

when was the last time they hug? 

Until the since of this silence, 

the since of admiring each other's beauty

and desisting from shout out 

their language of poetry. 

Between their halt, 

feel, My Love! 

Teach them recklessness, t

each them torpor; 

that I will say my love to you 

thousand times or many more. 

Today, to forevermore.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun