Beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan fenomena Citayam Fashion Week yakni pagelaran busana jalanan hasil dari kreativitas anak-anak muda yang digelar di kawasan Dukuh Atas, Jakarta. Dalam pagelaran ini, berbagai kalangan utamanya anak-anak muda dengan latar belakang bukan dari kalangan model profesional berlomba-lomba mendandani diri dengan pakaian bergaya kemudian melakukan runway serta mendokumentasikannya dalam bentuk foto maupun video.
Berkat viralnya pagelaran ini, para artis pun turut serta hadir sekaligus menjajal panggung mereka. Beberapa di antaranya adalah Chika Jessica, Cinta Laura Kiehl, Afdal Yusman, tak ketinggalan Baim Wong beserta sang istri Paula Verhoeven. Citayam Fashion Week semakin ramai diperbincangkan berkat kehadiran bintang-bintang papan atas tersebut.
Akan tetapi, ada hal yang pada akhirnya menjadi perdebatan di tengah masyarakat, yakni keinginan Baim Wong dan Paula Verhoeven mendaftarkan Citayam Fashion Week ke dalam HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Dikutip melalui laman DetikHot, alasan Baim mendaftarkan acara ini adalah untuk melestarikannya agar tidak musiman atau hilang sewaktu-waktu. Baim ingin acara dapat memiliki perlindungan hukum, memiliki legalitas, sebab dia dengan istrinya yang notabene merupakan seorang model profesional menilai bahwa Citayam Fashion Week merupakan kebanggaan Indonesia di mana orang-orang sudah mulai peduli terhadap fashion. Aksi para penggagas Citayam Fashion Week merupakan suatu tindakan memajukan fashion Indonesia di mata dunia.
Sementara itu, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, turut memberikan komentar mengenai tindakan Baim Wong tersebut melalui unggahan akun pribadi Instagram milik beliau.
Dear Baim Wong dkk,
Nasehat saya, tidak semua urusan di dunia ini harus selalu dilihat dari sisi komersial. Fenomena #CitayamFashionWeek itu adalah gerakan organik akar rumput yang tumbuhkembangnya harus natural dan organik pula.
Sekalinya diformalkan dan dimewahkan, apalagi oleh orang luar, malah akan hilang tujuan dan maksudnya. Dan biasanya gerakannya malah akan mati muda.
Biarkan ini jadi cerita, bahwa fashion jalanan tetap adanya di jalanan. Bukan di sarinah, bukan di podcast, bukan pula harus menginternasional.
Biarkan tetap Slebew bukan Haute Couture.
Ada kalanya mereka hanya butuh ruang ekspresi. Dan tidak perlu negara turut campur terlalu jauh. Tidak perlu pula individu2 di luar komunitasnya ikut-ikutan mengatur-ngatur.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!