Untuk sesaat mereka saling diam, si gadis sibuk dengan kelincinya dan si lelaki sibuk mencari topik untuk menarik pembicaraan di antara keduanya.
"Kakak sering di sini? Siapa yang sakit?" tanya gadis itu.
"Oh, ini... Kakak cuma menjenguk teman. Teman Kakak ada yang jatuh dari motor."
papar si lelaki.
"Bagaimana keadaannya?" kini, gadis itu yang tampak mulai mencoba akrab.
"Baik. Sudah membaik, mungkin besok bisa pulang. Eng, kalau boleh tahu, adik sakit
apa?" tanyanya sembari memperhatikan muka gadis di sebelahnya.
"Kanker darah. Aku pernah sembuh, tapi sekarang ada lagi." jawab si gadis dengan wajah dan suara yang biasa saja, seakan-akan penyakitnya tidak benar-benar berbahaya.
Lelaki di sebelahnya tertegun. Ia hanya manggut-manggut dengan kekaguman melihat
ketegaran gadis enam belas tahun itu. Bahkan ia tampak sehat-sehat saja, dari yang ia tahu
biasanya pasien kanker darah jarang ada yang bisa keluar ruangan.
"Sudah jadi!" gadis itu mengangkat kelinci di tangannya.
"Hari ini hari terakhirku berada di sini, besok aku akan dipindahkan ke rumah sakit kanker. Soalnya, fasilitas di sana jauh lebih memadai. Aku buat banyak kelinci sebelum pergi. Untuk dibagi-bagikan. Kakak mau satu?" tawarnya. Kemudian memberikan boneka kelinci rajut
berwarna cokelat yang barusan ia buat.
"Terima kasih, ini bagus. Oh iya, siapa nama kamu?" sebuah pertanyaan yang semestinya
sudah dilontarkan sedari tadi.
"Renaissance, seperti nama era. Panggilannya Rena. Kakak siapa?"