Oleh: Tiv Firsta
Cerita ini mengandung kekerasan, darah dan unsur ketakutan. Tidak disarankan untuk anak di bawah umur atau pembaca yang memiliki trauma!
Akan kuceritakan padamu sebuah kisah tentang dosa dan derita. Sebuah pengakuan yang setidaknya terbaca oleh kalian sebelum kuakhiri hidupku di balik jeruji besi ini. Ketika kalian membacanya, mungkin diriku sudah dimangsa cacing tanah atau dirayapi detritivor.Â
Tunggu, jangan dulu merasa jijik! Sebab, kehidupan yang kulalui lebih menjijikkan dari bangkaiku sendiri. Selamat tinggal sebelumnya.
Baik, aku memulainya dari sini saja. Malam menjelang dini hari, saat itu umurku enam belas tahun. Aku pulang ke rumah dengan mobil pick up ayahku yang bau amis.Â
Sesampainya di rumah aku mencuci dan memasukkan benda tua itu ke garasi. Guntur bersambaran, sisa-sisa keributan yang mengerikan bercecer di lantai rumah, dengan tangan menggigil kubereskan semuanya. Adik kecilku yang baru berusia lima puluh delapan minggu tertidur pulas di atas kasurnya seorang diri. Aku mendatanginya dan memeluknya.
"Halo, Bibi."
Kutelpon Bibiku dan mengatakan padanya bahwa beberapa hari terakhir Ayah serta Ibu selalu bertengkar hebat, yang kudengar dari pembicaraan mereka hanya adik perempuanku ternyata merupakan anak dari hasil perselingkuhan Ibu. Ayah tidak terima sehingga mereka berdua terus bertikai.Â
Terakhir kali, malam ini saat aku pulang mereka tiada di rumah itu lagi. Tak berapa lama Bibi pun datang. Tubuhku masih gemetar, ketakutan dan bingung. Bibi memelukku, sangat erat.
"Kita akan mencari mereka," ucapnya.