Aku hanya bergumam dalam hati, apa salahku? Toh, aku tidak pernah merugikan mereka! Semakin lama pembicaraan itu berlanjut dan makin keterlaluan.Â
Ya, kau tahu? Setiap saat amarahku mulai tersulut, sesuatu di belakang telinga membisikkan hal kejahatan. Begitu dekat di kepala hingga memaksa kaki-kaki ini berlari, menjauh, pergi, menghindar! Kugenggam pena erat-erat seperti mematahkannya. Aku tak bisa menahannya lagi, kutinggalkan ruangan itu dengan langkah cepat. Suara itu tetap mengikuti, tawa jahatnya semakin keras. Aku mengunci diriku di dalam toilet.
"Habisi mereka! Habisi semua yang mengganggu! Habisi mereka! Habisi semua yang mengusikmu!" bergidik saat mendengarnya.
Tapi sungguh! Apa yang dia katakan lama-kelamaan menjadi hasrat untuk dipenuhi. Ingin kutuntaskan agar bisikan itu pergi dan amarahku terpuasi. Namun, aku telah bersumpah untuk tak mengikutinya sebab aku tahu membunuh hanya akan membuatku semakin gila sebab kepuasan akan selalu serentak dengan penyesalan. Hantu-hantu yang lain akan merayapiku dan menyihirku menjadi lebih iblis lagi.
"Habisi mereka... yang mengganggu!" bisiknya berulang. Lagi... dan lagi!
"Kau! Kaulah yang menggangguku! Pergilah dari belakang telingaku!" aku meneriakinya.
Kugigit ibu jariku untuk meredakan keinginan menuruti bisikannya. Kugigit sampai darah segar mengalir dari bibir bawahku. Rasanya nikmat ketika aku berhasil menyakiti bahkan jika itu menyakiti diri sendiri. Lalu, sesaat kemudian setelah bisikan itu mulai diam, aku memandangi tanganku yang basah darah.Â
Sesal yang sesak mengelabuh, mendustakan kesatwaanku, menggantikan sisi puas yang juga buas dengan kesakitan yang teramat manusia. Sakit sekali! Ahh! Aku keluar dari toilet dan membasuh tangan di wastafel. Saat seperti ini, tubuhku bergetar luar biasa kencangnya oleh karena teringat kepada kejadian buruk di waktu lama; kejadian di malam hari yang telah kuceritakan sebagai permulaan cerita ini.Â
Kejadian malam itu adalah kejadian di atas lahirnya bisikan-bisikan neraka yang acap kali mengusikku. Ketika berjalan kembali melewati teman-temanku, aku berharap bisikan itu tidak datang lagi, aku tak mau ada hal nekat yang tiba-tiba kulakukan hingga melibatkan mereka atau membuat mereka terluka.
Singkat cerita dan juga hal yang penting. Beberapa bulan kemudian seorang gadis bekerja di kantor itu menggantikan temanku yang telah menikah dan pindah tinggal ke luar kota. Gadis berhati lugu, perangainya begitu menyerupai adikku, hal ini membuatku merasa nyaman saat di dekatnya. Bisikan-bisikan itu mulai pergi, kehadirannya pun sampai mengubah sebagian besar sikapku kepada dunia ini. Rekan-rekan kerja terperanga melihat sisi lain pribadiku; sisi lain yang biasanya hanya kutampakkan di hadapan adikku.
Suatu hari, aku menyatakan cinta. Namun, sebelum dia menjawabnya aku putuskan untuk menceritakan rahasiaku terlebih dulu. Aku hanya ingin dia tahu betapa ajaib dirinya sebagai penenang jiwa yang paling tenteram untukku.Â