Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menanggapi Pro dan Kontra Pernyataan Jerinx "SID" Mengenai Pandemi Covid-19

13 Mei 2020   15:17 Diperbarui: 13 Mei 2020   18:43 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu terakhir warganet dihebohkan dengan pernyataan dari I Gede Ari Astina atau yang lebih populer dengan nama Jerinx 'SID'. Betapa tidak, di tengah persebaran pandemi Covid-19 Beliau menyatakan bahwa virus ini tak seberbahaya persepsi  yang sudah dipahat sedemikian rupa oleh Mainstream Media. Beliau pula mengatakan bahwa kita, rakyat Indonesia harus turun ke jalan dan menuntut pemerintah supaya kita kembali hidup normal.

Rabu, 29 April lalu Jerinx pun sempat mengadakan siaran langsung melalui platform media sosial instagram bersama Dokter Tirta. Dalam video siaran langsung tersebut, suara sempat terputus manakala Beliau berbicara.

Suatu kebetulan atau gimana ini? Ketika mau membahas conspiracy signal semrawut, suara ilang, raine yo ilang pisan piye iki? (mukanya juga ilang sekalian gimana ini?) @dr.tirta @jrxsid

Begitulah pernyataan dari istri drummer tersebut, Nora Alexandra (Instagram: @ncdpapl) melalui fitur cerita instagram. Kemudian, 30 April lalu Nora Alexandra mencuitkan di akun twitter pribadinya @VLAMINORA

"Banyak media yang lebih concern untuk ngangkat berita akan kasus kematian covid-19 yang tinggi. Tapi tidak menyertakan fakta faktual di lapangan, dan Narasi makin membuat takut"

Hasil diskusi Dokter Tirta dan Suamiku.

Memangnya, Beliau pernah ngomong apa sih di media kok sampai segempar itu, sampai live instagram saja 'diganggu'? Dalam pengakuannya, sebetulnya Beliau memiliki niat baik yakni meredakan ketakutan masyarakat sebab faktanya faktor ketakutan justru memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap potensi kesembuhan pasien.

Berikut adalah beberapa kutipan Beliau di akun twitter sebelum akun tersebut mengalami suspend atau diberhentikan oleh pihak twitter

Hal paling bahaya dari covid-19 adalah RASA TAKUT. Simak penjelasan ilmiahnya berdasar hukum genetik & quantum physics. Analogi yg dipakai Dr Bruce dibuat sesederhana mungkin utk membantu kita yg tak akrab dgn bahasa akademis mengerti bahaya "virus" ini.

(Beliau pula menyertakan link dari laman video berbagi YouTube mengenai penjelasan terkait statementnya)

Kalau misalnya setiap hari pemerintah & media seluruh dunia JUGA mengumumkan jumlah orang yg meninggal karena jantung, kanker, diabetes & bunuh diri, kira-kira rakyat bisa lebih tenang gak ya?
Atau penyakit-penyakit di atas sekarang namanya sudah covid semua?
Jantung gak menular? Tunggu dulu. Jantung disebabkan oleh stress. Stress muncul dari rasa takut yg berlebihan. Kesimpulan: penyebar ketakutan = penular sakit jantung.

Dalam cuitannya yang lain

Saya gak anti vaksin. Saya anti fasisme dan penjajahan berkedok vaksin.
Orang yg ketakutan adalah orang yg paling gampang dikelabui, dan elit global tahu persis nilai mata uang ketakutan ini. Semakin anda takut, semaking mudah mereka menggiring anda ke rumah jagal.

Pernyataan-pernyataan tersebut diwarnai komentar berbeda-beda. Terdapat komentar yang menentang terutama mengenai pendapat bahwa pembatasan sosial tak diperlukan serta ajakan kembali pada hidup normal. 

Jika ditinjau dari sisi Sang Bicara, Beliau memang seseorang yang sangat mempedulikan sesamanya terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. 

Seperti kita ketahui, Beliau sempat menjadi garda dalam penentangan proyek reklamasi Teluk Benoa dalam niat memperjuangkan masyarakat Bali juga sebelumnya. 

Beliau menyatakan pembatasan sosial tersebut tidak diperlukan sebab pembatasan ini telah menyebabkan melemahnya kondisi ekonomi. Tentunya berimbas pada kehidupan masyarakat utamanya dari golongan lower-class. 

Ketika Beliau melakukan video conference dengan Aiman Witjaksono di KompasTV beberapa waktu lalu pun Beliau menyatakan bahwa semestinya setiap daerah pembatasannya tidak disamaratakan "Bali bukan Jakarta, Jakarta bukan Bali" begitulah kira-kira.

Tapi, jika menuai banyak protes pun bukan pula tanpa sebab. Kebanyakan komentar negatif yang menghujan jatuh dengan nada pembelaan terhadap tenaga medis yang mana telah begitu banyak korban berjatuhan serta kewalahannya mereka yang di garda terdepan seiring membuncahnya angka korban. 

Pernyataan bahwa virus tersebut tidak seberbahaya yang marak di media mungkin "terlalu menyakitkan" jika didengar oleh mereka yang telah merasakan kehilangan orang tercinta, walaupun memanglah dari pernyataan para dokter seperti dikutip dari boston25news.com menyatakan bahwa orang yang sehat berpeluang 98% kesembuhan sedang yang pernah mengalami sakit (ringan) berpeluang 80% artinya virus covid-19 ini membahayakan dan beresiko tinggi bagi orang-orang dengan kriteria tertentu.

Kecewanya selama ini media massa justru lebih kerap memberitakan banyak berita negatif dibandingkan memberitakan berita yang sebaliknya. Padahal, ketakutan dan kepanikan sendiri merupakan musuh dari sistem imun. 

Sementara sistem imun merupakan hal utama yang dapat menjadi penentu kesembuhan. Di antara pernyataan-pernyataan Beliau, terlepas dari posisi saya yang tidak bermaksud menyudutkan maupun membela, saya pribadi meng-aamiin-i serta menggarisbawahi satu hal ini.

Beberapa waktu lalu pun saya sempat dibuat prihatin ketika mendengar kabar dari salah satu rekan saya yang menyatakan bahwa salah satu kediaman dari pasien positif covid-19 di kota Jember ramai dikunjungi oleh rekan-rekan media.

Hal ini tentu kurang tepat dimana semestinya identitas dirahasiakan demi menjaga kondisi psikis, alih-alih diberitakan jika tujuannya adalah untuk kepentingan pribadi maupun pekerjaan. 

Mirisnya, salah satu anggota keluarga tersebut merupakan anak di bawah umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa media saat ini memang perlu dikritisi dalam menayangkan dan memburu pemberitaan sebab semestinya media mengambil peran sebagai pihak yang dapat memberikan harapan-harapan baru serta menebarkan kepositifan untuk menciptakan suasana kondusif.

Saat ini malah berperan memperbesar kepanikan. Dalam situasi seperti ini mustinya pemberitaan disajikan secara berimbang supaya masyarakat tetap berhati-hati akan tetapi tidak mengalami ketakutan yang berlebihan ataupun melakukan hal-hal merugikan.

Begitulah yang dapat saya ambil. Kembali lagi, saya nyatakan dalam tulisan ini tidak memihak ataupun condong kepada sudut tertentu, hanya mencoba menilik permasalahan dari berbagai cara pandang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun