Mohon tunggu...
Tiuruli Sitorus
Tiuruli Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa -

1996

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Pancasila Ke Teknologi untuk Dunia

22 Maret 2014   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:38 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tiuruli Sitorus

“Human have become the tools of their tools.” Begitu bunyi tulisan Henry David Thoreau

Ini adalah dunia yang jahat di mana karakter-karakter baik mulai hilang dari pengelihatan dan luput dalam genggaman. Maka, perjuangan untuk eksistensi generasi muda sebagai masa depan bangsa ini pun semakin berat. Remaja sekarang sangatlah berbeda dengan remaja pada satu dekade lalu. Satu hal yang paling menonjol adalah teknologi yang telah mengubah kebiasaan dan perilaku mereka pada masa sekarang.

Kita semua sudah tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu pengguna terbesar Facebook dan Twitter. Banyak remaja yang pergi tidur bersama smartphone di bantal mereka dan bangun tidur dengan sejumlah notifikasi sosial media. Mereka juga sangat multitasking. Mereka bisa makan, berbicara, mengemudi, dan melakukan hal-hal lain, sementara jari mereka terus berkutat dalam mobile phone.

Para remaja haus akan pencarian jati diri dan sosial media seolah-olah memberikan ruang bagi mereka untuk mendapatkan jati diri tersebut. Mereka menemukan dirinya melalu apa yang mereka upload, apa yang mereka tweet dan apa yang mereka komentari. Parah lagi, jati diri tersebut adalah jati diri yang bersifat semu. Tak jarang mereka hanya menjadi budak teknologi. Bahkan, tanpa disadari, teknologi telah menjadi katalis yang menggerogoti identitas bangsa ini sedikit demi sedikit.


Lalu, dimanakah identitas diri Indonesia dapat ditemukan? Jawabannya adalah di Pancasila. Namun, generasi ini adalah generasi yang skeptis. Alhasil, mereka pun masih ragu bahwa Pancasila dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di negeri ini. Keraguan tersebut memiliki dasar yang kuat. Korupsi, kemiskinan, ketidakadilan, dikriminasi, anarkisme dan berbagai masalah lain telah meruntuhkan kepercayaan generasi muda kepada para pemimpin bangsa dan kepada Pancasila sebagai ideologi. Tentu saja, mereka lebih memilih membaca mention di Twitter atau notifikasi di  Facebook dari pada buku berkualitas, apalagi pendalaman butir-butir Pancasila.

Selanjutnya, apa yang akan terjadi dengan para generasi muda dan masa depan bangsaini? Jawabannya ada di tangan kita. Maka, topik ini layak untuk dibahas.

Esensi Pancasila

Ciri khas ideologi pancasila adalah ideologi terbuka yaitu nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyaraktnya sendiri. Dasarnya berasal dari konsesus masyarakat, tidak diciptakan tetapi ditemukan dalam masyarakat sendiri. Oleh sebab itu, ideologi adalah milik semua rakyat dan masyarakat menemukan diri di dalamnya. Inilah yang membentuk identitas sebuah Negara. Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, tetapi bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini berarti bahwa pancasila senantiasa mengikuti perkembangan zaman. Walaupun, pancasila dibuat sekitar 68 tahun yang lalu, nilai-nilainya masih bisa direlevankan dengan keadaan sekarang.

Apa yang Perlu Kita Lakukan terhadap Pancasila?

Pancasila adalah identitas negara. Ketika kita mencoba mengubah pancasila itu berarti kita mencoba mengubah identintas Negara. Terlebih lagi, pancasila telah menciptakan suatu sistem di Negara ini. Selanjutnya, daripada kita hanya fokus kepada sistem, akan lebih baik jika kita berusaha menjamah orang-orang yang ada dalam sistem tersebut, dalam kasus ini adalah para remaja. Remaja zaman sekarang memang tidak mengalami masa Orde Baru pada Era Soeharto, ketika pancasila dikenalkan melalui pemaksaan dan sekolah wajib mengajarkan tentang pancasila secara terprogram. Walaupun akhirnya, jatuhnya masa orde baru pada tahun 1998 membuat pancasila menjadi kurang relevan.

Teknologi telah mempengaruhi anak remaja dari luar maupun dalam. Sebenarnya, kita harus berterima kasih untuk teknologi yang ada di mana-mana karena para generasi muda punya kekuatan yang tidak dimiliki oleh mereka yang hidup di era sebelum modernisasi. Para pemuda punya kekuatan fingertips dalam komunikasi. Informasi pun bisa diakses dalam hitungan detik. Mereka bisa membangun sebuah konektivitas yang mengeliminasi batas-batas yang ada selama ini. Akan tetapi, tak jarang kemajuan ini justru mempermainkan identitas Negara kita. Para remaja hanya menjadi target iklan ketika mereka tidak memiliki filter diri. Budaya-budaya kita mulai terhapus oleh budaya asing yang turut mewarnai konetivitas remaja. Hal yang lebih mengenaskan adalah ketika para remaja tahu tentang budaya luar tetapi buta tentang budaya kita. Mereka justru lebih bangga dengan budaya Negara lain.

Seringkali, ketika teknologi berkuasa Pancasila pun menjadi tak berdaya. Para remaja menjadi semakin skeptis dan juga apatis terhadap pancasila serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnyanya. Remaja mulai kehilangan semangat dalam pancasila. Sekarang ini, ketakutan terhadap radikalisme dan ideologi politik juga turut mengancam pluralisme dan toleransi. Hal ini adalah tantangan bagi kita semua.

Sekali lagi penulis menegaskan bahwa mengubah orang jauh lebih penting dari pada mengubah sistem. Mengubah sistem seperti memperdebatkan ‘mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam?’. Maksudnya adalah mengubah sistem membutuhkan waktu yang lama karena sistem sudah terlanjur kompleks sehingga kita tidak tahu harus mulai dari mana. Bahkan,  usaha ini bisa berujung pada kesia-sian.

Sebaliknya, ketika kita coba mengubah orang, sistem akan cenderung mengikuti perubahan yang ada. Mengubah orang adalah salah satu cara yang efektif untuk memperkuat karakter bangsa. Usaha memperkuat karakter bangsa itu sudah mulai digalakkan kembali melalui program yang kita kenal dengan character building. Walaupun, pada kenyataannya masih banyak kekurangan di berbagai hal dalam perlaksanaan pendidikan budi pekerti ini

Cukup sulit ketika kita berusaha mengubah karakter remaja, tetapi kita tidak punya role model yang tepat. Alasan ini sangat logis, mengingat banyak karakter dari pemimpin bangsa yang tidak layak dicontoh. Walaupun demikian, usaha kita untuk membangun karakter bangsa harus terus dikembangkan. Meskipun teknologi berkembang sangat luar biasa ada satu sisi yang tak bisa tergantikan olehnya, yaitu sisi kemanusiaan. Di sinilah peran guru, orang tua, dan masyarakat sangat diperlukan. Manusia tidak akan menjadi budak teknologi, jika kita bisa menggunakan sisi-sisi kemanusiaan ini dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Ada suatu quote yang menyatakan “Only diamond can satisfy diamond”, Hanya berlian yang bisa memuaskan berlian, maka hanya sisi kemanusiaan yang bisa menjajarkan tentang kemanusiaan. Kita bisa menjamah karakter seseorang melalui sisi kemanusiaan. Sisi kemanusian yang penulis maksud adalah kebutuhan manusia secara manusiawi seperti perhatian dan kasih sayang. Inilah sisi yang tak akan pernah terjangkau oleh teknologi secanggih apa pun. Kita bisa menggunakan pendekatan ini untuk membentuk karakter seseorang. Komunitas seseorang juga sangat mempengaruhi karakter dan rasa kemanusiaanya. Komunitas utama yang mempengaruhi anak adalah keluarga. Menjalin komunikasi yang baik dalam keluarga adalah salah satu contoh untuk mengembangkan rasa kemanusiaan.

Ketika kita bisa mengasah sisi kemanusiaan seseorang, kita telah mengasah pendalaman Pancasila pada sila yang ke-dua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Selain itu, hal ini juga mempermudah kita dalam membentuk karakter seseorang dan menjadi senjata yang ampuh untuk melawan arus negatif dari teknologi sekarang ini.

Simpulan

Keadaan Indonesia saat ini memang jauh dari apa yang kita damba. Namun, terus menyalahkan keadaan dan tidak berbuat sesuatu tidak akan mengubah apa pun. Teknologi telah berperan besar dalam pembentukan karakter. Selama kita berjuang membentuk karakter generasi muda dari dunia nyata, dunia virtual justru memberi pengaruh yang lebih besar. Namun sisi kemanusiaan tidak akan pernah tergantikan oleh teknologi. Oleh karenanya, di sinilah nilai-nilai pancasila harus hadir. Pancasila ada sejak dahulu, sekarang dan waktu yang akan datang untuk kesejahteraan dan kedamaian bangsa ini

(Karya ini mendapat juara 4 tingkat provinsi dalam PCTA 2013)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun