Assalamualaikum.Â
Kemarin saya menemukan sebuah tulisan: http://www.kompasiana.com/empuratu/mau-menikah-dengan-pria-turki-pertimbangkan-hal-ini_5600103e99937378048b4568 yang ditulis oleh mba Muthiah Alhasany. Tulisan itu berisi hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menikah dengan pria Turki. Tulisan yang menarik dan membuat saya tergerak untuk menanggapinya.
Nama saya Titut, seorang perempuan yang menikah dengan pria Turki. Saya tinggal di Gaziantep bersama suami dan anak-anak. Di kota kami, ada sekitar lima keluarga Indonesia-Turki dan kami semua alhamdulillah dalam keadaan baik.
Sebelum menanggapi tulisan mba Muthiah, saya ingin juga menyampaikan bahwa tulisannya merupakan rangkuman dari tulisan yang dijadikan status FB oleh seorang perempuan yang juga menikah dengan pria Turki. Tulisan tersebut juga dimuat di blog pribadinya:Â http://srizehraddc.blogspot.com.tr/2015/09/nasihat-untuk-wanita-calon-istri-bule.htmlÂ
Tulisan pertama yang terdapat di FB itu menurut saya merupakan sebuah tulisan yang penuh dengan generalisasi sehingga perlu kita cermati, apakah semua perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Turki mengalami hal seperti itu? Menurut si penulis:
Tulisan ini bukan hanya apa yang saya alami saja tapi juga berdasarkan pengalaman dari bbrp teman seperjuangan
Berapa banyak teman seperjuangan? Berapa banyak jumlah perempuan Indonesia yang sudah menikah dengan pria Turki? Apakah semua merupakan teman seperjuangan? Apakah ada yang nasibnya berbeda, berarti bukan teman seperjuangan?
Maka, untuk memberikan nasihat akan sesuatu hal yang belum tentu dialami semua perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Turki, adalah bagaikan pars pro toto. Satu peristiwa yang terjadi pada sebagian orang dianggap terjadi pada semua orang.
Selain soal generalisasi, yang juga menjadi masalah dalam tulisan tersebut adalah diksi atau pilihan kata. Ada beberapa kata yang terkesan berlebihan, contoh, "cucian piring segunung", "menjadi inem setiap hari".
Apakah menjadi istri orang Turki itu lantas membuat perempuan Indonesia jadi "inem"? Pembantu? Bukankah istri adalah sebuah kedudukan yang mulia? Kalau istri harus mengurus rumah dan segala pekerjaan rumah tangga, bukankah itu hal yang wajar? Salah satu kewajiban istri adalah mengurus rumah suaminya. Lagipula, seorang istri tak mesti "jadi inem setiap hari", karena urusan bersih-bersih tak harus dilakukan setiap hari.Â