Sebagai mahasiswa semester akhir yang kian harus memikirkan proyeksi dalam dunia kerja kedepan menjadi semakin sering mengikuti perkembangan isu dan kebijakan soal pendidikan yang terjadi hari ini. Frasa “Pendidikan Adalah Jalan Mengubah Peradaban” masih sangat sering menjadi hal yang dijual kampus-kampus pendidikan yang kian usang dan menjadi hal yang abstrak jika bertemu dengan realita pendidikan yang terjadi hari ini.
Kalau melihat pendidikan sebagai jalan mengubah peradaban, maka sebenarnya banyak yang tidak bisa menjelaskan jalan seperti apa yang akan dilakukan dan siapa yang dapat melakukanya. Memangnya guru yang dibayar 300 ribu sebulan mampu dibebani hal sebesar itu? Kalau melihat realita ini banyak hal yang lebih layak dianggap sebagai bahan tertawa di tongkrongan daripada merubah peradaban.
Sebenarnya apa yang menjadi penambah berat beban guru honorer hari ini?
Level Pelaksanaan Pendidikan Jalan Ditempat
Dalam banyak kanal media hari ini artikel terkait pengembangan manusia melalui segmen pendidikan ternyata tidak bergerak levelnya dari apa yang Soeharto lakukan dari orde baru dari zaman itu. Pada masa itu mungkin memang Soeharto melihat Indonesia belum mapan karena memang Indonesia baru dalam tahap awal Merdeka. Ah tapi tentu kita semua melihat melalui sosial media bahwasanya banyak sekali siswa SMP di tahun 2024 ini yang bahkan tidak bisa membaca dan kian menghambat pengembangan pendidikan di Indonesia saat ini.
Artinya sebenarnya level pengembangan manusia dalam pendidikan ini banyak sekali realitas yang mungkin hanya bisa kita tertawakan jika dianggap sebagai jalan mengubah peradaban. Apa tidak stress muda para calon pendidik ini jika kebijakan yang diambil pemerintah ternyata memiliki disparitas yang sangat jauh dengan kenyataan pendidikan di akar rumput hari ini. Nah itulah yang mungkin kian menjadi alasan para cagur ini menyesal ketika semester akhir.
Kebijakan Jauh Dari Kenyataan
“Ganti Menteri ganti kurikulum” sering kali menjadi stereotipe yang dikatakan tukang ojek dan penjual angkringan saat sedang rehat siang hari dan mengeluh tentang anaknya yang baru saja masuk sekolah. Sejak saya dari SD hingga semester akhir hari ini mungkin sedikitnya sudah merasakan 4 kali pergantian kurikulum yang dilakukan.
Terus apa yang berubah? Paling gampang kita lihat yang jelas berubah hanyalah buku paket yang harus selalu dicetak dengan label kurikulum yang terbaru.
Di sisi lain tenaga pendidikan yang saat ini masih sebagai PNS adalah sisa-sisa generasi yang memang nggak dirancang untuk kurikulum hari ini. Tentu saja jika diminta mengikuti standarisasi di kurikulum yang “Merdeka” ini ya nggak mampu. Mereka saja nggak dapat pendidikan dalam perkembangan teknologi tapi diminta melaksanakan pendidikan yang berbasis pemanfaatan teknologi dan berkenaan dengan sehari-hari.
Kambing Hitam Kemalasan Orang Tua
Guru ini kalau kita sering dengar katanya akronim dari bahasa jawa “digugu lan ditiru” yang artinya adalah didengar dan diikuti. Tentulah besar artinya sosok guru ini menjadi harapan dalam membentuk baik secara keilmuan dan karakter anak didiknya. Kalau mungkin kita sering diceritakan orang tua kita betapa seramnya dunia pendidikan pada masa itu.
Dimasa saat ini nggak ada guru yang berani bentak siswanya yang salah, ya daripada dilabrak dan diviralkan orang tuanya.