Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cari Makan atau Cari Hidup

21 Mei 2024   20:06 Diperbarui: 21 Mei 2024   20:42 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebutuhan yang paling tinggi, adalah kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu suatu kebutuhan yang terpuaskan jika yang bersangkutan sudah berhasil melakukan apa yang diinginkan.  Lulus sekolah, mendapat pekerjaan yang diinginkan, berhasil membeli barang mahal yang diinginkan, masuk dalam kategori ini.

Untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas, hampir setiap individu menggapainya dengan melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang.  Dengan uang tersebut mereka memenuhi kebutuhan tersebut tahap demi tahap.  Kendatipun hierarki kebutuhan tersebut ada lima, tidak semua orang ingin mencapai ke lima limanya.  Ada yang cukup bekerja hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pertama saja,  tidak menabung, tidak peduli besok bagaimana.  Ada juga yang bekerja hanya sampai memenuhi kebutuhan yang kedua saja, dan seterusnya.

Berkaitan dengan kisah penjual daun di awal cerita, itu adalah orang yang bekerja untuk mencari makan, hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang pertama saja.  Mengenai ia mau memenuhi kebutuhan kedua dan seterusnya, banyak factor yang ikut menentukan.  Bisa karena yang bersangkutan sudah merasa puas dan cukup, atau bisa juga karena pekerjaannya tidak menghasilkan uang yang cukup dari sekedar pembeli makanan saja.

Di sinilah arti penting kerja bagi manusia.  Apakah pekerjaan tersebut bisa menghidupi dirinya dan mendukungnya untuk mencapai tujuan dalam hidupnya atau hasil dari pekerjaan tersebut hanya cukup hanya untuk sekedar makan saja.

Beberapa waktu terakhir ini, generasi Z sudah mendapat stigma bahwa penghasilan dari pekerjaannya tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup yang semakin banyak dan besar.  Hal tersebut acapkali membuat generasi Z mengalami depresi berkepanjangan, dan celakanya dua tiga hari terakhir ini, bagaikan petir di siang bolong media massa memaparkan bahwa lapangan kerja formal yang tersedia sangat sedikit, sehingga banyak generasi Z yang menjadi pengangguran, pengangguran terdidik.

Sekarang, tugas pemerintah untuk memperhatikan nasib generasi muda ini, bukan hanya sekedar sibuk membuat proyek-proyek populis yang jelas-jelas hanya berguna bagi orang-orang kaya saja.  Contoh nyata, jalan tol yang ribuan kilometer dan kereta cepat Jakarta Bandung hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang memiliki mobil dan uang saja.  Ditambah lagi dengan naiknya uang kuliah di perguruan tinggi negeri, makin sempurnalah penderitaan generasi Z di negeri ini.  Tak heran jika generasi Z yang cerdas-cerdas sekarang sudah berlomba-lomba mengirim lamaran pekerjaan ke luar negeri, termasuk di dalamnya seorang putri penulis, yang sudah meminta izin untuk hijrah dari negeri ini.  Terasa ngilu hati penulis, namun mau bagaimana lagi, sebab negeri ini sudah tak ramah bagi anaknya sendiri.  Entah sampai kapan.

Penang, 20 Mei 2024            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun