SUATU sore di sebuah kamar rumah sakit swasta di daerah Tangerang, sekelompok orang yang terdiri dari para teman sedang menjenguk salah seorang dari kelompok tersebut, yang tentunya sedang terbaring sakit. Â Tak perlu dijelaskan apa sakit sang pasien malang tersebut, namun yang jelas obyek dari obrolan para teman tersebut tak jauh dari; Bagaimana rasanya? Â Apa yang dirasakan? Jika malam sakitkah? Â Penyebabnya apa? Apakah sekarang sudah menjadi lebih baik?, dan sejenisnya.Â
Setelah obrolan basa-basi tersebut, berlanjut ke nasihat yang disampaikan oleh para pembesuk, mulai dari saran untuk obat tambahan, suplemen tambahan, dokter atau rumah sakit yang lebih baik sampai dengan saran untuk mencari pengobatan alternative. Â Tak lupa pula menyampaikan testimoni dari rekan-rekan lainnya atau contoh orang-orang yang sudah sembuh untuk penyakit serupa.
Di tempat yang lain, tepatnya di bagian pasien yang dirawat di ruang ICU, yang untuk membesuknya mempunyai aturan khusus, sehingga tidak bisa serta merta semua teman sekaligus masuk, perilaku para pembesuk agak sedikit beradab. Â Biasanya mereka akan berbisik-bisik lirih kepada keluarga terdekat pasien, acapkali bingung tak tahu mesti bagaimana bersikap.Â
Nyaris semua pembesuk canggung bukan buatan. Â Keluarga pasien pun tak kalah sedih dan bingung, mengingat salah buatan pasien yang dirawat di ruang jenis ini tak jarang yang berlanjut ke perjalanan terakhir menuju ke haribaan Ilahi. Â Perjalanan mana akan dilalui oleh seluruh umat manusia di muka bumi, termasuk juga segenap mahluk hidup, yang bisa bergerak maupun tidak, berkaki maupun tidak, berbisa maupun tidak. Â Hanya masalah waktu tepatnya yang hingga kini masih menjadi rahasia sang pemilik kehidupan.
Tak selamanya membesuk pasien di rumah sakit dilakukan dengan perasaan campur aduk. Â Ada kondisi di mana seseorang membesuk pasien di rumah sakit dengan riang gembira, sang pasien yang dibesuk pun akan menyambut pembesuk dengan keriangan berlipat ganda, yaitu; manakala membesuk seorang ibu yang baru melahirkan anak. Â Kendatipun yang dijadikan obyek pembicaraan tak jauh dari bagaimana rasanya melahirkan dan dilanjutkan dengan nasihat bertubi-tubi tentang apa dan bagaimana merawat luka bekas melahirkan, baik luka akibat melahirkan normal maupun caesar. Â
Diiringi dengan tertawa berderai-derai, tak peduli sang ibu yang baru melahirkan setengah mati menahan tawa, sebab jika tertawa perut akan meregang, akibatnya jahitan bekas operasi di perut serta merta menimbulkan rasa sakit yang rasanya hanya dapat dipahami si ibu.
Lain membesuk pasien dewasa, lain pula membesuk pasien anak, oleh karena pada saat membesuk pasien anak lebih ditujukan memberi penghiburan kepada orang tuanya. Â Sang anak yang terbaring sakit hingga saat ini belum jelas bagaimana perasaannya, apalagi jika anak tersebut berusia di bawah 12 tahun, di mana tak akan ada teman sepermainannya yang datang membesuk, sebab hampir seluruh rumah sakit di muka bumi melarang keras anak berusia di bawah 12 tahun bermain-main apalagi sampai memasuki ruang perawatan untuk alasan membesuk teman, tak peduli seberapa akrabnya teman tersebut bagi si anak.
Acapkali juga membesuk handai taulan yang sakit tidak dilakukan di rumah sakit, yaitu dilakukan di rumah manakala si pasien sudah pulang dari rumah sakit atau bisa juga jika si pasien tidak bersedia dirawat di rumah sakit, sehingga memilih berobat jalan dan tinggal di rumah untuk memulihkan penyakitnya.
Adab Membesuk Orang Sakit
Sesungguhnya dalam membesuk orang sakit seyogyanya jangan sampai membuat orang yang dibesuk menjadi semakin tidak nyaman, sebab bagaimanapun juga tujuan dari membesuk itu sendiri adalah untuk menguatkan atau memberikan semangat agar si sakit mendapatkan kesembuhannya. Â Jadi alangkah baiknya obyek obrolan yang dilakukan di depan si sakit sedapat mungkin jangan yang ada hubungannya dengan keadaan si pasien.Â
Pertanyaan seperti; bagaiman rasanya? Atau apakah sudah mendingan?, sebaiknya jangan ditanyakan terlalu mendetail, apalagi jika si pasien belum merasakan perubahan yang berarti, salah-salah sang pasien bisa kehilangan semangat. Â Apalagi pertanyaan-pertanyaan teknis tersebut sudah ditanyakan berulang-ulang setiap kali perawat memeriksa perkembangan kesehatan pasien. Â Jika ingin menunjukkan kepedulian, cukup dengan menanyakan penyakitnya secara umum, misalnya tentang penyebab dan gejalanya, atau siapa dokter yang memeriksa.