Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang yang Ingin Menyelamatkan Anaknya

5 April 2022   11:51 Diperbarui: 5 April 2022   12:01 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak lelaki, yang baru lulus sekolah menengah, gundah luar biasa.  

Bukan oleh sebab putus cinta atau tak mampu melanjutkan studi, melainkan oleh karena orang tuanya yang selama ini menjadi sandaran hidup, tempat dirinya mengadu bila mana perlu mendadak memutuskan hubungan.  Penyebabnya tiada lain, dari keinginan sang orang tua yang tak sudi diikuti oleh si anak.  

Orang tuanya berkeinginan, si anak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan jurusan teknik atau kedokteran, namun sang anak bersikukuh untuk kuliah di jurusan ekonomi. 

Akibatnya sungguh bukan main-main, orang tua yang kecewa tersebut, persis orang kesurupan meminta anak harapannya tersebut, untuk segera angkat kaki dari rumah, beserta mengembalikan seluruh biaya pendidikan yang telah dikeluarkan oleh sang orang tua dari sejak SD sampai SMA. 

Sang anak tanpa pikir panjang, memilih opsi meninggalkan rumah, bekerja serabutan dan tetap kuliah di jurusan yang dikehendakinya.  Mengenai biaya pendidikannya sejak SD hingga SMA tak diceritakan bagaimana kelanjutannya.

Di kasus lain, seorang anak perempuan, menuruti kemauan sang ibu yang menginginkannya kuliah di fakukltas kedokteran, dan sang anak berhasil masuk di perguruan tinggi untuk jurusan kedokteran gigi.  Dengan semangat yang luar biasa, dalam masa empat tahun selesailah studi sang anak.

Namun, selepas kuliah dan harus melanjutkan ke ko assisten (KOAS) yang merupakan salah satu syarat untuk menjadi dokter praktek, sang anak mogok.  Dengan enteng mengatakan, "Tugas dari ibu sudah saya tuntaskan, sekarang saya ingin melanjutkan hidup sesuai keinginan saya.".  

Tak dijelaskan lebih lanjut bagaimana hubungan anak beranak tersebut berikutnya, namun yang pasti sejak saat itu sang anak mulai sibuk menjalankan usaha kue kecil-kecilannya yang dikelola dengan manajemen modern dan  didukung teknologi informasi.  Suatu kegiatan usaha yang digandrungi kaum muda masa kini.

Masih di kasus serupa, seorang anak perempuan, demi mengikuti keinginan orang tuanya untuk kuliah di jurusan ilmu hukum, menyelesaikan kuliahnya hingga strata dua.  

Kemudian serta merta setelah selesai kuliah, ia ikut sekolah penerbangan di luar negeri dan melanjutkan karir sebagai penerbang.  Alasannya sepele, dari kecil bercita-cita ingin menjadi pilot.  Sang ayah hanya tercengang-cengang bagai orang hilang ingatan.

Orang Tua Vs Anak

Tanpa bermaksud membedakan kelas, kebetulan contoh kasus di atas terjadi di kalangan kaum  berpunya, sehingga kekecewaan para orang tua hanya sebatas kekecewaan hati belaka, tanpa merasa harus mengalami kerugian materi yang membuat kehidupan sehari-harinya ikut terguncang.  

Memang agak ekstrim untuk kasus yang pertama dan menimpa anak lelaki yang diusir dari rumahnya, namun bukan tak mungkin itu juga dengan tujuan agar sang anak tunduk.  Apa daya, sang anak malah memberontak dan pilih pergi dari rumah.

Selain dari pada itu, tujuan orang tua memaksakan kehendak agar anak memilih jurusan yang diinginkan orang tua adalah semata-mata agar anak selamat dalam menjalankan hidupnya di kemudian hari, mengingat program studi yang dipaksakan oleh orang tua di atas adalah program studi yang jika ditekuni dan dilanjutkan dengan profesi akan menghasilkan kaum professional yang dapat bersaing di dunia kerja, yang nota bene kehidupannya bisa menjadi lebih baik.  

Dengan ukuran, banyak dokter, pengacara dan para pekerja di bidang teknik yang memperoleh pekerjaan yang baik dan bagus serta sejahtera perekonomian keluarganya.  

Tak sedikit sanak saudara dan handai taulan yang ikut kebagian rezeki, minimal sekedar membanggakan bahwa dokter anu, atau lawyer anu adalah family dirinya.  Atau tak mau kalah, itu insinyur yang bikin jalan tol terbaru adalah family dirinya.

Lain tujuan orang tua, lain pula pendapat dan penerimaan anak.  Orang tua merasa khawatir dengan masa depan anaknya, sementara sang anak yang masih muda belia dan memiliki energy berlimpah merasa yakin bisa menggapai cita-cita sesuai dengan keinginan hatinya.  

Ketidak samaan persepsi inilah yang menjadi biang konflik.  Sehingga jangan heran jika orang tua zaman dahulu kala paling benci jika melihat anak-anaknya sibuk mengisi hari dengan permainan-pemainan dalam olah raga atau bermain  music, karena zaman mereka hidup sangat jarang sejarah mencatat oleh ragawan dan pemain music menjadi kaya karena pekerjaannya, lain halnya jika dokter atau insinyur.  Kedua profesi ini seolah-olah diciptakan untuk membuat orang menjadi kaya. 

Ada baiknya, para orang tua zaman sekarang dalam hal membantu anak dalam menggapai masa depannya lebih kepada membantu dan memantau sebisanya.  

Jangan lagi mengarahkan, karena setiap profesi yang ada pada saat ini, jika dikelola dengan baik dan ditunjang dengan teknologi yang ada akan bisa menghasilkan uang dalam jumlah yang tidak terduga di kemudian hari.  

Siapa yang mengira usaha kebersihan atau keamanan, yang dulu acapkali dipandang sebelah mata dan hanya dikerjakan jika seseorang sudah tidak memiliki pilihan lain, saat ini bisa menjadi usaha yang relative besar hingga skala internasional. 

Dengan metode waralaba, penjualan kopi bisa dilakukan serentak di seluruh dunia dengan cita rasa yang sama.  Bayangkan jika orang zaman dulu bercita-cita membuka warung kopi, besar kemungkinan orang tuanya akan melarang, karena menghitung keuntungan yang tipis dari harga secangkir kopi dan harus menjual berapa cangkir sehari untuk bisa memberi makan anak dan istri.

Di lain pihak, seyogianya, para kaum muda yang dikenal memiliki energy berlimpah, kepercayaan diri tinggi sehingga merasa mampu menggenggam dunia, sedikitlah merendahkan hati.  

Memang tak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi yang sangat pesat telah mengakibatkan cara pandang dan cara kerja yang jauh berbeda antara generasi pertama dan generasi kedua, sehingga orang tua kita otomatis ketinggalan zaman seolah-olah mereka berasal dari zaman batu.  

Namun perlu disadari juga oleh para kaum muda, bahwa teknologi hanyalah alat bantu.  Tanpa perenungan dan pemikiran falsafati, alat bantu bukanlah apa-apa.  

Bagaimanapun juga, kebijakan, perenungan dan pemikiran faslafati maupun yang lebih jauh ke depan, lazimnya dimiliki oleh para orang tua yang sudah banyak makan asam garam kehidupan, mengarungi samudra luas kehidupan.

Sebagai bahan renungan, coba diingat ingat kapankah computer ditemukan, dan sejak kapan kita bekerja harus dengan computer.   Saat ini, tanpa bantuan computer kita nyaris tak bisa melakukan pekerjaan apapun.  

Tapi, cobalah kita lihat ke belakang.  Pada saat pesawat terbang ditemukan, dan orang bisa mengangkasa, apakah computer sudah ditemukan?  Pada saat pembangunan candi Borobudur, Monas, Piramida di Mesir dan sebagainya, apakah computer sudah ditemukan?  Dan tolong diingat, sudahkah ada computer pada saat manusia berhasil menginjakkan kakinya di bulan pertama kali?

Tangerang, 04 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun