Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Rusia, Setan Mengutus Perempuan

26 Oktober 2020   11:19 Diperbarui: 26 Oktober 2020   11:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini, di era kemajuan jaman, yang ditingkahi tingginya tingkat pendidikan, sudah banyak kaum wanita yang memiliki kemampuan jauh melebihi kaum pria.  Baik dari segi fisik, perasaan maupun tingkat perekonomian.  Ada banyak para wanita memiliki fisik yang cantik rupawan, dan memiliki posisi tawar yang tinggi.  

Akibatnya jika sang suami macam-macam, depak saja dan silahkan menduda.  Para wanita yang pintar lagi kaya, juga sudah tak terhitung, dan jika sang suami merasa minder, dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri menjadi pendamping hidup.  

Atau sebaliknya, jika sang wanita srikandi tersebut kurang berkenan akibat sang suami tak menjadi pahlawan lagi, maka gugatan cerai akan dilayangkan atau setidaknya disuruh kembali ke rumah orang tuanya.  

Lumayan bikin malu hati sang pemilik anak, oleh sebab sang anak kebanggaan ditolak menantu wanita yang tatkala masih baru dikenal santun dan rupawan.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi, apakah karena kaum perempuan menyimpan dendam akibat tekanan pria sejak dulu kala?  Jawabnya bukan, melainkan memang demikianlah insting umat manusia dalam kehidupan.  

Siapapun orangnya, jika memiliki kekuasaan atau kekuatan akan cenderung memperlakukan kaum yang lebih lemah sekehendak hatinya.  Kaum lelaki salah satunya.  

Jika mereka sedang berada di puncak kejayaan, tidak sedikit pendamping hidupnya yang nota bene sudah mendukung kehidupannya dari tingkat terbawah hingga ke tangga kesuksesan disia-siakan.  

Tak sedikit yang diceraikan tanpa alasan yang prinsip, tak sedikit yang diabaikan dan diduakan dengan istri kedua, ketiga atau selingkuhan.  Bagi yang mampu bertahan, kadang demi anak-anak, kaum wanita ini rela hidup menderita kendatipun sang suami memiliki istri lebih dari satu.  Tak sedikit juga yang memilih hidup sendiri, menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya.

Jadi sang pengacara di awal kisah di atas, selaku pria pemilik dua orang putri dewasa, kadang kala tersenyum-senyum seperti orang hilang ingatan, jika mendapati kasus atau cerita tentang wanita yang "mendepak" suaminya dengan alasan apapun, karena nyaris seumur hidupnya telah menyaksikan dan mendengar kaum wanita yang tersisihkan oleh perilaku "tengil" para kaum pria yang memiliki kuasa.

Akhir kata, dari golongan manapun kita, baik pria maupun wanita ataupun jenis kelamin di antara keduanya, baik-baik sajalah saat menjadi manusia.  Manakala kita memiliki kekuasaan atau kekuatan, mohonlah petunjuk dan bimbingan, agar senantiasa menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang kita miliki dengan penuh belas kasih.  

Sebab, tatkala kita menindas orang lain, maka dapat dipastikan orang tersebut akan tersakiti, dan lebih celaka lagi, jika yang kita tindas tersebut kaum yang secara kodrati memang  lebih lemah dari kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun