Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Perut Tak Bisa Menunggu

30 September 2020   10:50 Diperbarui: 30 September 2020   11:00 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pedagang bubur ayam pada suatu hari memulai peruntungannya, menggelar dagangan di sebuah sudut jalan yang ramai di kota Tangerang.  Hari demi hari berlalu, namun hanya satu dua pembeli saja yang tampak singgah di warung tersebut.  Seorang pria pekerja, yang kebetulan setiap hari melewati jalan tersebut, dan merasa penasaran dengan keuletan pedagang bubur, suatu ketika memberanikan diri mampir dan mencoba mencicipi bubur ayam yang sepi pembeli tersebut.  

Bagi sang pria, rasa bubur ayam tersebut biasa-biasa saja, bagi lidahnya yang memiliki sifat seperti lidah buaya.  Yaitu, tak bisa menikmati makanan secara spesifik dan detil, jadi ukurannya dalam hal rasa makanan hanya ada dua: enak dan enak sekali.  Jadi artinya bubur ayam tersebut tidaklah istimewa dalam hal rasa.

Setelah hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan nyaris mendekati tahun, perkembangan warung bubur ayam tersebut tampak mengalami kemajuan yang cukup berarti.  Pembeli datang tidak satu demi satu lagi, melainkan mulai tiga demi empat, empat demi lima bahkan tak jarang berombongan.  

Acapkali hingga terbentuk antrian, pendek kata kedai bubur yang tadinya sepi, bagaikan hidup segan mati gengsi, sekarang berubah menjadi ramai meriah.  Penasaran dengan perubahan yang dramatis, pria lidah buaya mampir sekali lagi untuk makan, dan mendapati rasa bubur ayam tak jauh berbeda dengan yang dulu, saat pertama masih sepi-sepinya pembeli.  Semakin bingung bukan buatanlah sang pria mendapati kenyataan tersebut.

Di belahan lain, tepatnya di kota Jakarta, terdapat penjual mie instan, yang juga ramai dikunjungi pembeli.  Bukan oleh sebab cita rasa mie yang enak, melainkan oleh sebab mie tersebut disajikan dengan rasa pedas dengan level yang berbeda.  Dari mulai tingkat pedas rendah, dengan tambahan sebiji dua biji cabe rawit hingga tingkat pedas yang sangat tinggi, dua ratus butir cabe rawit.  

Hanya diri si pemakan dan Tuhanlah yang tahu bagaimana rasa mie dengan level pedas tertinggi tersebut.  Jika dianalisa, itu bukan lagi makan mie pakai cabe, melainkan makan semangkuk cabe pakai mie.

Jika kita datang ke suatu daerah dengan penduduk yang tidak terlalu padat, sebagai contoh di daerah-daerah pinggiran atau daerah yang jauh dari ibu kota.  Kita akan dengan mudah menemukan tempat-tempat kuliner melegenda dan ramai dikunjungi pembeli.  Pada umumnya tempat-tempat yang melegenda tersebut telah berdiri puluhan tahun, bahkan tak jarang sudah turun temurun sejak dua tiga generasi ke atas. 

Akan sulit lahir pemain-pemain baru yang mampu menandingi tempat-tempat kuliner yang telah ada sebelumnya, tak peduli cita rasa makanan yang baru sudah melebihi tempat kuliner yang terlanjur melegenda tersebut.  

Ambil contoh saja, jajaran pedagang soto Kadipiro di Yogyakarta, tak akan tergeser dengan pedagang soto pendatang baru manapun, kendati cita rasa soto yang baru bisa jadi jauh lebih nikmat dibandingkan cita rasa pedagang yang lama.  Lain halnya jika di kota besar, jika ada pendatang baru yang menyajikan makanan sejenis lebih baik sedikit saja, maka pedagang lama harus siap-siap gulung tikar, atau setidaknya akan berkurang pelanggannya.

Di beberapa daerah yang tidak terlalu kaya, maka pilihan makanan lazimnya hanya mengacu kepada asas mengenyangkan.  Sebagai contoh di kawasan pabrik atau kawasan hunian masyarakat menengah ke bawah.  

Di sini acuan penyajian makanan tidak terlalu taat kepada hal rasa, melainkan lebih kepada porsinya, sebab porsi besar lebih dibutuhkan di sini ketimbang rasa enak.  Bahasa yang digunakan di areal ini, masih seputar bahasa perut.  Sementara kita tahu belaka, perut tak bisa menunggu.  Jadi jika ingin sukses berdagang makanan di sini, sediakan porsi besar murah dan dengan penyajian yang super cepat.

Selera Tak Bisa Diatur

Jika kita cermati, kondisi para pedagang makanan di atas nyaris semuanya terpulang kepada selera masing-masing orang.  Contohnya dalam hal pedagang bubur ayam, bisa jadi manakala pertama kali menggelar dagangan, yang datang adalah orang-orang yang memiliki selera yang tidak sejalan dengan sang pedagang, sehingga mereka setelah sekali membeli, tidak kembali lagi untuk makan kedua, ketiga dan seterusnya.  Alih-alih mengajak handai taulannya mengudap bersama di sana.  

Namun seiring berjalannya waktu bisa jadi ada satu dua pelanggan yang merasa cocok seleranya dan menjadi pelanggan tetap dan mengajak sanak saudara yang memiliki kesamaan selera.  Jumlah penduduk yang relative padat di kota Tangerang, menjadi factor utama banyaknya orang yang memiliki kesamaan selera, yang pada akhirnya denyut nadi kehidupan kedai bubur ayam tersebut dapat  diselamatkan.

Demikian juga halnya dengan selera pedas yang diakomodir oleh kedai nekat mie super pedas di kota Jakarta.  Jumlah penduduk yang relative besar, juga memungkinkan memiliki jumlah penyuka masakan pedas yang relative besar pula, sehingga keberadaan kedai kuliner dengan rasa pedas menjadi penjawab keinginan mereka.  Entah bagaimana nasib pedagang mie sejenis, jika membuka usahanya di daerah yang jumlah penduduknya tidak sebanyak penduduk ibu kota. 

Banyak kalangan yang berpendapat, bahwa dalam hal selera terhadap makanan dan minuman, setiap orang memiliki pendapat masing-masing yang tidak bisa diperdebatkan, terutama dalam hal jenis masakan.  Bisa jadi seeorang tidak menyukai jenis makanan yang berbumbu kuat, namun orang yang lain justru sangat menyukainya.  

Untuk sebuah daerah yang penduduknya jarang dan homogen, mungkin tidak terlalu menjadi persoalan bagi pedagang kuliner, namun akan berbeda halnya dengan daerah yang penduduknya relative besar dan heterogen.  

Sebagai contoh di daerah Jakarta, di sini semua kemungkinan bisa terjadi dalam hal jenis makanan, sebab akan ada orang yang memiliki selera yang sama dalam jumlah yang besar juga atau sebaliknya. Jadi jika seorang pedagang makanan ingin mengadu peruntungan dengan cara mencoba menjual jenis makanan apa pun, sepanjang digelar di daerah yang ramai dikunjungi orang, maka kemungkinan untuk tidak didatangi pelanggan adalah sangat kecil.

Dalam hal selera pun setiap orang memilki kategori yang berbeda.  Ada jenis orang yang bisa merasakan sensasi rasa dengan sempurna, sehingga bisa membedakan gradasi rasa dengan tingkat yang sangat sensitive, namun ada juga orang yang tidak memiliki sensitifitas dalam hal rasa, sehingg semua makanan dianggap sama.  Tidak ada yang tidak lezat, semua makanan dianggap lezat belaka.  Bahkan ada yang hanya bisa membedakan makanan ke dalam dua macam, yaitu: makanan dengan rasa enak dan makanan dengan rasa enak sekali.

Orang-orang yang gemar makan tersebut, juga dalam pendekatannya memiliki sifat yang unik.  Ada jenis orang yang gemar makan kesana kemari hanya untuk mencicipi, dan menjadikannya pengalaman pribadi.  Ini biasa disebut dengan istiah eatie, di sisi lain ada orang yang gemar berburu makanan ke sana kemari kemudian menyebarluaskan pengalaman makanannya kepada handai taulan bahkan kepada khalayak.  

Baik dengan cara cerita kian kemari, dari mulut ke mulut, maupun denngan mengunggah ke media massa, maupun media social.  Syukur-syukur jika orang seluruh dunia tahu dan menyimak serta menyukai unggahannya.  Orang jenis ini biasa diberi gelar foodie, yang pada masa belakangan ini banyak bertebaran dan berseliweran di media sosial dan konten-konten youtube.

Tangerang, 30 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun