Pada suatu hari, seorang ayah dimintai tolong oleh putrinya yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Â Sang anak kesulitan menjawab enam soal dari sepuluh soal matematika yang diberikan oleh gurunya sebagai pekerjaan rumah. Â Dengan penuh percaya diri, sang ayah yang konon waktu SD pernah menjadi bintang kelas mengajari yang lebih tepatnya mengerjakan PR si anak. Â Lima hari kemudian, sang anak pulang dengan wajah penuh kecewa dan perasaan tak habis mengerti, sebab ternyata semua jawaban yang dikerjakan ayahnya salah belaka. Â Baik dari metode maupun hasilnya. Â
Sejak saat itu, sang ayah yang tadinya berharap menjadi pahlawan bagi sang buah hati, menjadi jera untuk ikut campur dalam mengajari anaknya, namun tetap memilih untuk menemani anak-anaknya belajar setiap malam. Â Jika sang anak kesulitan, sang ayah hanya membantu dalam hal perkara non teknis saja. Â Seperti menyemangati, menyiapkan makanan dan minuman serta meraut pensil atau menyediakan alat tulis lainnya. Â Sang anak belajar dengan riang gembira, sehingga di kemudian hari akhirnya berhasil menjadi bintang di kelasnya dan kuliah di perguruan tinggi negeri ternama, tak peduli di masa kecilnya pernah nyaris menjadi juru kunci di kelasnya.
      Kini di masa pandemic covid 19, yang tengah melanda negeri tercinta, anak-anak sekolah dari tingkat terendah sampai tertinggi diwajibkan belajar dari rumah.  Untuk anak-anak usia sekolah menengah ke atas, mungkin tidak terlalu menjadi persoalan, oleh sebab mereka sudah memiliki kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri.  Ataupun jika tak mampu, mereka dengan mudah menghubungi para teman-temannya untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama-sama.  Namun tidak demikian halnya dengan anak usia SD.  Kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah, sepenuhnya tergantung dari bimbingan oleh orang yang lebih dewasa dari dirinya.  Sedangkan kemampuan mereka untuk menghubungi teman, lebih kepada dalam hal teman bermain saja dibandingkan dalam hal menyelesaikan masalah, baik masalah ringan, sedang ataupun masalah pelik.
      Peran guru, dalam kegiatan belajar daring sudah barang tentu tidak akan dapat maksimal seperti halnya dalam kegiatan belajar tatap muka, di mana sang guru bisa langsung melihat kesulitan yang menimpa anak didiknya serta membantu mengatasi kesulitan tersebut.  Akibatnya, yang menanggung beban untuk membantu mengatasi kesulitan sang anak, tiada lain adalah pihak keluarga yang dalam hal ini sebagian besar adalah orang tuanya masing-masing. Â
Sementara seperti dimaklumi, kurikulum yang diajarkan kepada kedua orang tua sang anak pada zaman dahulu kala, jauh berbeda dengan kurikulum yang dijalani sang anak pada masa kini, sehingga baik cara penyelesaian persoalan, maupun metode belajarnya sungguh jauh berbeda. Â Akibatnya bisa diramalkan, bukannya sang ayah atau ibu sibuk mengari anak dan anak mendengarkan dengan takzim, melainkan sang anak beranak tersebut malah sibuk saling ngotot mempertahankan pendapatnya dalam memandang suatu persoalan, semata-mata karena mereka memiliki metode dan cara pandang yang berbeda. Â Belum lagi diimbuhi dengan persoalan non teknis, di mana sang orang tua sudah lelah akibat bekerja seharian dan sang anak sudah jenuh akibat berdiam diri di rumah seharian, berpotensi menjadi pemicu perang dingin maupun terbuka di antara kedua belah pihak.
Peran Komputer Dan Orang Tua
      Untuk menyukseskan dan melancarkan belajar jarak jauh, kepemilikan terhadap teknologi informasi canggih tak bisa dipungkiri, demikian juga untuk mengakses informasi terbaru dan terlengkap kepemilikan terhadap teknologi informasi canggih merupakan keniscayaan.  Sebab, bagaimana mungkin kita mencari informasi terbaru tanpa menggunakan mesin pencari seperti, "google",  "yahoo" dan sebangsanya.  Pengolahan data, penghitungan rumus matematis dan cara menggambar rancang bangun semua tersedia adanya di computer yang modern.  Sehingga bukan isapan jempol jika dikatakan, tanpa computer manusia jaman sekarang tak bisa melakukan apa-apa, bahkan sekedar mengetik sehelai surat pun, mereka harus menggunakan computer.  Tanpa computer, mungkin sekitar sejam dua mereka hanya terbengong-bengong seperti hilang ingatan di hadapan mesin tik manual, untuk kemudian dengan sumpah serapah dua sampai tiga jam ke depan mengetik sehelai surat sampai bermandi keringat.
      Dalam hal cara berpikir, nyaris tak ada orang jaman sekarang yang berani menyampaikan pikiran dan pendapatnya tanpa sebelumnya mencoba berselancar mencari pemecahannya di mesin pencari "google", ataupun setelah menyampaikan pendapatnya kemudian buru-buru berselancar di "google" guna mencari pembenaran atas pendapat yang baru dilontarkannya.
      Jika hal tersebut di atas, sudah lazim menimpa orang-orang dewasa, bagaimana pula dengan anak-anak.  Nyaris tak ada anak zaman sekarang yang menjadikan orang tuanya tempat bertanya, karena mereka tidak merasa yakin dengan jawaban yang akan diperoleh.  Akibatnya mereka lebih memilih berkomunikasi dengan "google" dibandingkan dengan orang tuanya, sehingga orang tua yang jengkel akan menggerutu dan memaki, "Google mbahmu.".  Itulah mungkin cikal bakal anak jaman sekarang menjuluki "google" dengan sebutan keramat, "Mbah Google".
      Berangkat dari hal di atas, banyak anggapan awam bahwa computer merupakan segala-galanya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.  Kemampuan seseorang, dianggap tiada artinya karena computer sudah menyiapkan segalanya.  Kita tanpa capek-capek mempelajari sesuatu, menghapal teori, metode atau rumus tertentu, karena cukup dengan mengetik sehuruf dua huruf, maka di layar computer akan tampil apa yang kita inginkan.  Coba saja ingat-ingat, berapa nomor telepon yang masih bisa kita ingat sekarang?  Karena untuk mencari nomor telepon kita tak perlu lagi membolak-balik lembaran buku dan menekan tombol telepon satu demi satu.  Demikian juga buku ensiklopedi ataupun  kamus, entah siapa orangnya yang masih menggunakannya untuk mencari referensi atau padanan kata.
      Padahal, jika kita mau sedikit bijak, pergunakanlah computer dan alat teknologi informasi lainnya tak lebih dari sekedar alat bantu.  Mengenai cara berpikir, kita sebagai manusia tetap memiliki keunggulan yang jauh lebih baik.  Bukankah manusia berhasil mencapai bulan, tanpa menggunakan computer canggih seperti sekarang sebagai alat bantunya.  Demikian juga tatkala manusia pertama kali membuat pesawat terbang, juga tanpa bantuan computer.  Bahkan konon candi Borobudur, yang dibuat dengan ketelitian dan kecermatan tinggi, juga tanpa bantuan computer.
      Dari dan oleh karena itu, dalam menjalankan peran orang tua sehubungan dengan kegiatan belajar di rumah, terutama bagi mereka yang masih memiliki anak di sekolah dasar, cukuplah dengan menemani dan memberi mereka semangat dalam menjalankan cara belajar yang ada sekarang. Besarkan hati mereka. Tak perlu kita berkutat untuk menjadi lebih pintar dari "google", karena itu akan sia-sia. Â
Lebih baik, yakinkan kepada anak, bahwa kita senantiasa ada di sampingnya, untuk bersama-sama dan siap membantu menghadapi prahara yang ada di negeri ini. Yakinkan kepada mereka, bahwa Tuhan memberi kita kemampuan berpikir yang jauh lebih hebat dari computer. Â Komputer hanyalah alat bantu, gunakan ia sebagaimana kita menggunakan alat bantu lainnya, sebab sehebat apapun alat bantu yang kita miliki, tanpa dibarengi dengan cara berpikir yang inovatif, alat bantu tersebut bukanlah apa-apa. Â Sebagai contoh, apa yang bisa diharapkan dari computer canggih jika hanya digunakan untuk bermain game online atau berselancar di media social, dua puluh empat jam sehari.
Tangerang, 21 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H