Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bangsa yang Enggan Berproses

8 April 2020   23:28 Diperbarui: 8 April 2020   23:28 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepasang suami istri dari keluarga muda belia, orang tua dari sepasang gadis di bawah tiga tahun dan satu tahun, bermaksud membuat kejutan bagi buah hatinya pada ulang tahun ke tiga putri pertamanya tersebut.  Tatkala kedua putri kecilnya sudah terlelap, ayah dan ibu muda tersebut segera mengerjakan apa yang sudah disiapkan sejak sepulang mereka dari aktivitas rutin setiap hari.  Mereka bermaksud membuat kejutan bagi putrinya berupa hiasan dan dekorasi untuk ulang tahun keesokan harinya.  

Maka dengan semangat membara dan keceriaan yang bukan buatan, pasangan energik tersebut mulailah membuat dekorasi ulang tahun untuk anak-anak, yang entah kenapa dan entah untuk alasan apa, di setiap pelosok negeri lazimnya terdiri dari jajaran balon dan pita beraneka warna yang tak terhitung jumlahnya.  

Tugas sang ayahlah yang meniup balon yang tak sedikit jumlahnya tersebut, sementara sang istri hanya berlari kian kemari mempersiapkan dan menata pita warna-warni, yang pada akhirnya juga menjadi tugas sang ayah merangkap suami yang harus memasangnya di langit-langit rumah beserta balon warna-warni yang telah selesai ditiup.

Dibutuhkan energi dan keberanian yang tidak sedikit, untuk memasang pita panjang dan balon beraneka warna, di hari menjelang larut di langit-langit rumah dengan tumpuan berupa kursi yang diletakkan di atas meja, dan dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya.  Salah buatan bukan tak mungkin suami yang kelebihan energi tadi bisa terpeleset dan terbanting menghantam lantai, tanpa sang istri yang hanya punya keinginan tanpa kekuatan tersebut bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk sekedar menahan laju kecepatan jatuh sang suami akibat gravitasi.

Selesai membuat dekorasi, yang diharapkan akan membuat anaknya menjerit histeris kegirangan, ayah dan ibu muda tersebut berangkat tidur dengan riang gembira, sambil tak sabar menunggu pagi segera menjelang.  Membayangkan mata sang anak membulat saja sudah membuat segala kelelahan yang menumpuk dari pagi hingga malam sirna seketika.

Orang dewasa boleh saja berencana dan memperkirakan hasilnya, namun yang diharapkan menikmati hasilnya belum tentu sepakat dengan rencana dan perkiraan orang dewasa tadi.  Sang anak bangun di pagi hari, dan mengajak ayah serta ibunya keluar kamar, yang diikuti dengan wajah gembira ayah dan ibu.  Betapa kagetnya mereka, ternyata sambutan sang anak justru di luar dugaan.  Begitu melihat dekorasi rumahnya yang penuh balon dan pita beraneka warna, bukannya kegembiraan dan mata bulat yang dipertunjukan sang anak, melainkan wajah murka dan mata marah.  

Maka seketika pagi yang indah tersebut diawali dengan teriakan histeris dan tangisan sang anak, karena tak dilibatkan dan diajak turut serta membuat dekorasi untuk perayaan ulang tahunnya.  Tak tanggung-tanggung, anak tak tahu berterima kasih tersebut meminta semua hiasan dibongkar.  Balon dikempeskan dan ditiup ulang dan ia harus melihat bagaimana balon ditiup.  Maka atas nama seluruh orang tua di muka bumi, sang ayah dan ibu bernasib malang tersebut segera membujuk anaknya agar diam sambil membongkar seluruh hiasan dengan semangat yang tak kalah tingginya dibandingkan seperti saat memasang.  

Entah bagaimana nasib sang anak, jika hal tersebut terjadi pada saat sang anak berusia lima belas tahun.  Yang jelas pada saat itu sang ayah mengulang semua kegiatannya di malam hari, dengan ditemani sang anak yang tertawa-tawa kegirangan.  Sekali dua ia memeluk dan menciumi ayahnya.  Sekali dua juga sang ayah sengaja meniup balon hingga pecah dan membuat sang anak tertawa hingga melompat-lompat, namun membuat sang ibu murka bukan kepalang.

Sejak hari itulah, kedua oran tua tersebut mendapat pelajaran bahwa anak mereka lebih mengutamakan proses dari pada hasil, dalam artian untuk membuat sesuatu ia ingin tahu bagaimana sesuatu tersebut dibuat hingga menjadi barang yang diinginkan.  Barulah sang ayah paham, mengapa setiap dikasih mainan baik itu boneka, mobil-mobilan dan sejenisnya tak perlu menunggu hari berganti barang-barang tersebut sudah patah mematah.  Sebab sang anak ingin tahu bagaimana dan terdiri dari apa saja sebuah unit boneka atau mobil-mobilan, dan bagaimana pula proses terbentuknya mainan tersebut.

Nikmatilah Proses Agar Selamat

Dalam kehidupan sehari-hari, rangkaian proses terjadinya sesuatu merupakan kelaziman.  Tak ada satu barang atau jasa pun yang terbentuk tanpa melalui sebuah proses.  Hanya saja, sifat manusia berbeda-beda dalam menanggapi proses sebuah kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa tadi.  Ada sebagian orang yang tidak terlalu sabar dengan sebuah proses yang biasanya memakan waktu, dari mulai singkat, menengah maupun panjang.  Namun ada juga sebagian orang yang bersedia dan sabar untuk menjalani proses dalam menghasilkan suatu barang atau jasa.

Untuk kaum nelayan misalnya, termasuk dalam golongan orang yang tidak terlalu menyukai proses dalam menghasilkan barang.  Mereka pada umumnya, ingin pergi ke laut dan menangkap ikan yang sudah siap dimakan atau dijual, dalam menafkahi dirinya sendiri.  Mereka tak akan sabar dengan memelihara ikan dari kecil lalu ditangkap setelah ikan membesar.  Namun sebaliknya dengan kaum petani, merupakan golongan yang menyukai proses dalam menghasilkan barang.  

Tak tanggung-tanggung mereka memulainya dari membuka sawah atau ladang, menanam, merawat, memupuk dan memanen hasil pertanian beberapa waktu kemudian.   Mengenai kelompok mana yang lebih baik, bukan untuk dibahas di sini, sebab semua terpulang kepada alam di mana mereka berada.  Jika mereka berada di pesisir, sudah tentu mereka jadi nelayan dan menjadi petani jika berada di daerah pegunungan atau daratan yang jauh dari laut.

Namun demikian terlepas dari profesi nelayan atau petani yang dijadikan ilustrasi di atas, sesungguhnya sifat yang disarankan adalah sifat yang menghargai dan bersedia menjalankan rangkaian proses dalam menghasilkan suatu barang atau jasa.  Sebab sifat yang tidak menyukai rangkaian proses, dianggap sebagai sebuah sikap mental yang suka menerabas.  

Sikap seperti ini, dalam keseharian akan mengejawantah dalam sikap tak sabaran, sikap tak mau antri, sikap lebih memilih membeli barang daripada membuat sendiri, dan sikap-sikap ingin serba cepat lainnya.  Orang yang memiiliki mental tersebut, jika dihadapkan kepada situasi di mana ia harus mengikuti sebuah prosedur yang relative panjang dan berbelit, akan menawar dengan mengatakan, "Bisa dipersingkat atau dibuat sederhana tidak?", atau "Saya terima beres saja deh, bagaimanapun caranya, kalau perlu nembak juga nggak apa-apa, yang penting beres.".

Dalam dunia kerja atau profesi, sikap seperti tersebut juga tidak terlalu cocok untuk bekerja di tempat yang menuntut ketekunan dan prosedur ketat.  Apalagi yang harus mengikuti tahap demi tahap, langkah demi langkah, sebab mereka pada umumnya ingin bekerja yang cepat dengan hasil yang juga cepat.  

Mengenai kualitas, itu urusan ke sekian.  Itulah sebabnya banyak orang yang ingin cepat menjadi kaya tanpa mengikuti rangkaian proses kerja keras untuk mencapai kekayaan.  Semuanya ingin dikerjakan dengan instan atau serta merta.  Celakanya jaman sekarang justru merupakan jaman yang oleh karena kemajuan teknologi informasi, memungkinkan orang-orang yang kreatif untuk menjadi kaya dalam waktu singkat tanpa melalui proses panjang dan berliku.

Jadi kendatipun jaman sekarang, sudah memungkinkan seseorang menghasilkan sesuatu tanpa perlu mengikuti rangkaian proses yang panjang, ada baiknya kita sebagai individu tetap harus mengedepankan rangkaian proses sebagai suatu keniscayaan karena sebuah proses merupakan sebuah kearifan lokal.  

Sebab jika kita tidak mempunyai apa-apa dan bukan siapa-siapa maka mau tidak mau kita harus melakukan sesuatu sesuai prosedur yang berlaku.  Seorang pejabat atau seorang yang kaya, bisa saja melewati serangkaian prosedur yang harus dilalui untuk mendapatkan sesuatu atau membeli apapun yang diinginkan.  Namun seseorang yang bukan siapa-siapa, harus mengikuti segala prosedur dan seorang yang tidak kaya, jika menginginkan sesuatu namun tak memiliki uang untuk membelinya, maka harus membuat sendiri dengan melewati serangkaian proses yang melelahkan.

Lihatlah, bangsa-bangsa yang enggan berproses, maka akan menjadi bangsa penerabas yang ingin serba cepat.  Tak mau membuat, maunya membeli.  Akhirnya akan menjadi bangsa konsumtif yang pada akhirnya didikte dan dikendalikan oleh bangsa lain yang menjadi penjual.

Tangerang, 8 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun