Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bangsa yang Enggan Berproses

8 April 2020   23:28 Diperbarui: 8 April 2020   23:28 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk kaum nelayan misalnya, termasuk dalam golongan orang yang tidak terlalu menyukai proses dalam menghasilkan barang.  Mereka pada umumnya, ingin pergi ke laut dan menangkap ikan yang sudah siap dimakan atau dijual, dalam menafkahi dirinya sendiri.  Mereka tak akan sabar dengan memelihara ikan dari kecil lalu ditangkap setelah ikan membesar.  Namun sebaliknya dengan kaum petani, merupakan golongan yang menyukai proses dalam menghasilkan barang.  

Tak tanggung-tanggung mereka memulainya dari membuka sawah atau ladang, menanam, merawat, memupuk dan memanen hasil pertanian beberapa waktu kemudian.   Mengenai kelompok mana yang lebih baik, bukan untuk dibahas di sini, sebab semua terpulang kepada alam di mana mereka berada.  Jika mereka berada di pesisir, sudah tentu mereka jadi nelayan dan menjadi petani jika berada di daerah pegunungan atau daratan yang jauh dari laut.

Namun demikian terlepas dari profesi nelayan atau petani yang dijadikan ilustrasi di atas, sesungguhnya sifat yang disarankan adalah sifat yang menghargai dan bersedia menjalankan rangkaian proses dalam menghasilkan suatu barang atau jasa.  Sebab sifat yang tidak menyukai rangkaian proses, dianggap sebagai sebuah sikap mental yang suka menerabas.  

Sikap seperti ini, dalam keseharian akan mengejawantah dalam sikap tak sabaran, sikap tak mau antri, sikap lebih memilih membeli barang daripada membuat sendiri, dan sikap-sikap ingin serba cepat lainnya.  Orang yang memiiliki mental tersebut, jika dihadapkan kepada situasi di mana ia harus mengikuti sebuah prosedur yang relative panjang dan berbelit, akan menawar dengan mengatakan, "Bisa dipersingkat atau dibuat sederhana tidak?", atau "Saya terima beres saja deh, bagaimanapun caranya, kalau perlu nembak juga nggak apa-apa, yang penting beres.".

Dalam dunia kerja atau profesi, sikap seperti tersebut juga tidak terlalu cocok untuk bekerja di tempat yang menuntut ketekunan dan prosedur ketat.  Apalagi yang harus mengikuti tahap demi tahap, langkah demi langkah, sebab mereka pada umumnya ingin bekerja yang cepat dengan hasil yang juga cepat.  

Mengenai kualitas, itu urusan ke sekian.  Itulah sebabnya banyak orang yang ingin cepat menjadi kaya tanpa mengikuti rangkaian proses kerja keras untuk mencapai kekayaan.  Semuanya ingin dikerjakan dengan instan atau serta merta.  Celakanya jaman sekarang justru merupakan jaman yang oleh karena kemajuan teknologi informasi, memungkinkan orang-orang yang kreatif untuk menjadi kaya dalam waktu singkat tanpa melalui proses panjang dan berliku.

Jadi kendatipun jaman sekarang, sudah memungkinkan seseorang menghasilkan sesuatu tanpa perlu mengikuti rangkaian proses yang panjang, ada baiknya kita sebagai individu tetap harus mengedepankan rangkaian proses sebagai suatu keniscayaan karena sebuah proses merupakan sebuah kearifan lokal.  

Sebab jika kita tidak mempunyai apa-apa dan bukan siapa-siapa maka mau tidak mau kita harus melakukan sesuatu sesuai prosedur yang berlaku.  Seorang pejabat atau seorang yang kaya, bisa saja melewati serangkaian prosedur yang harus dilalui untuk mendapatkan sesuatu atau membeli apapun yang diinginkan.  Namun seseorang yang bukan siapa-siapa, harus mengikuti segala prosedur dan seorang yang tidak kaya, jika menginginkan sesuatu namun tak memiliki uang untuk membelinya, maka harus membuat sendiri dengan melewati serangkaian proses yang melelahkan.

Lihatlah, bangsa-bangsa yang enggan berproses, maka akan menjadi bangsa penerabas yang ingin serba cepat.  Tak mau membuat, maunya membeli.  Akhirnya akan menjadi bangsa konsumtif yang pada akhirnya didikte dan dikendalikan oleh bangsa lain yang menjadi penjual.

Tangerang, 8 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun