Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Akulah Tuhan, Kata Si Kucing

29 Februari 2020   20:41 Diperbarui: 29 Februari 2020   20:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepasang anak manusia memulai hidup baru. Terdiri dari sang suami penyayang hewan, dan penyuka kucing sebaliknya si istri benci bukan buatan dengan mahluk dari spesies pencuri di belakang punggung tersebut. Di depan dikasih makanan pura-pura tak mau, namun di pemberi lengah sedikit, sabet. Konon dari sanalah istilah malu-malu kucing bermula.

Demi menunjukkan keseriusan berumah tangga, atau entah demi alasan apa, yang pasti mereka sepakat untuk tak memelihara kucing. Maka oleh sang suami dibuatlah kolam ikan di belakang rumah, sebab sebagian orang percaya bahwa orang yang tak sayang dengan hewan biasanya berhati beku. Maka mulailah mereka menjalani hidup dengan peliharaan ikan sekenanya yang dibeli sambil lalu di pasar terdekat.

Singkat cerita, lahirlah dua orang putri kecil, berjarak dua tahunan antara kakak dan adik. Saat masih di bawah tiga tahun, mereka masih taat dan abai terhadap kucing. Kerjaan mereka di waktu luang, saat ayah dan ibunya lengah yah mengaduk-aduk isi kolam, bahkan karena di kolam juga dipelihara tiga ekor kura-kura Brazil, hewan lamban tersebut jadi bulan-bulanan keisengan kedua anak bandel tersebut.

Hingga pada suatu hari pipi sang adik terdapat luka menyerupai huruf V, yang kemudian diakui akibat gigitan kura-kura. Rupanya, ketiga kura-kura suatu siang mereka angkat dari kolam, lalu diadu lomba lari. Sang adik saking gemasnya menyodorkan kura-kura ke pipinya, mungkin dengan harapan pipinya dicium. Sang kura-kura salah paham, bukannya dicium malah digigit.

Tak jelas apakah sang adik berteriak, menangis atau tertawa. Yang jelas sejak saat itu sang kura-kura dengan persetujuan seluruh anggota keluarga, di lepas liarkan ke sungai terdekat. Sebab menurut perkataan tetangga yang merangkap provokator, kura-kura bisa menularkan penyakit hepatitis B. Tak jelas sumbernya dari penelitian siapa.

Menginjak sang adik masuk sekolah TK, kesukaan terhadap kucing mulai terlihat, padahal tak ada yang mengajari. Setiap ada kucing yang lewat, kakak beradik tadi berhamburan dan menangkap serta memeluk kucing tersebut bergantian. Tak peduli kucing lewat tadi baru pulang dari mengaduk-aduk tempat sampah, atau baru selesai sarapan tikus mentah.

Menyikapi hal tersebut sang ayah dengan segala cara, meminta izin kepada sang ibu agar diperbolehkan memelihara kucing, daripada buah hati mereka jatuh sakit akibat memeluk kucing liar yang tak jelas riwayat kesehatannya. Dengan berat hati dan dengan berbagai catatan sang ibu mengizinkan. Akhirnya jadilah dua ekor kucing menjadi penghuni baru, sebagai pelengkap, teman, ataupun saudara bagi anak-anaknya. 

Sang ayah gembira bukan buatan, karena selama beberapa tahun terakhir menahan diri atas kesukaannya terhadap hewan malas namun menggemaskan tersebut. Adapun bagi sang istri, yang sebelumnya benci terhadap kucing, akhirnya luluh dan mulai sayang juga. Kadangkala jika sedang iseng, ia mengajak ngobrol si kucing, kendatipun sang kucing tak menjawab dengan alasan yang sudah dimaklumi oleh manusia manapun di muka bumi.

Namun jika suasana hatinya sedang tak nyaman, jengkel atau alasan lain yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri, maka sang kucing harus ekstra hati-hati. Sebab bukan sekali dua tiba-tiba sandal atau benda ringan lainnya tiba-tiba mendarat di punggung salah satu dari mereka. Setelah kaget semenit dua, sang kucing sadar belaka bahwa sang ibu anak-anak baru saja selesai melemparkan dengan penuh emosi benda tersebut ke tubuh salah satu dari mereka.

Betapa sayangnya keluarga tersebut kepada para kucing, yang memang tak memerlukan perawatan yang rumit. Karena sifat seekor kucing, jika mereka dalam keadaan kenyang maka nyaris sehari penuh mereka hanya tidur bergelung di manapun sesuai dengan keinginan mereka.

Adapun kucing yang dipelihara adalah kucing jantan, dari jenis kampung dan satu lagi dari ras Persia, serta perlakuan terhadap keduanya pun sama. Diberi makanan yang sama, dan pada saat-saat tertentu jika musim kawin mereka berdua pun pergi dua tiga hari entah ke mana. Kemudian pulang dan setelah makan dengan rakusnya tidur seharian di rumah.

Tampak betapa melelahkannya pekerjaan mengawini kucing betina bagi para kucing tersebut, namun entah mengapa mereka senantiasa tak jera untuk mengulanginya lagi setiap tiba musim kawin yang melelahkan tersebut.

Rasa sayang tersebut juga terlihat, tatkala suatu hari si kucing kampung mati oleh karena sebab yang tidak jelas, namun ditengarai akibat keracunan setelah iseng memakan kodok batu, orang-orang di rumah tersebut serentak dan bersama-sama menangis sedih. Seolah-olah yang mati bukan hanya seekor kucing kampung biasa, yang tak tahu diuntung sekalipun sudah disediakan makanan khusus, masih saja mau makan junk food.

Di tempat lain, seperti yang dipaparkan oleh sang ibu kepada ayah anak-anak yang merangkap suaminya tersebut. Seorang rekannya memelihara seekor ular python, berukuran sebesar betis orang dewasa sepanjang lima meter.

Awalnya si ular dipelihara saat masih sepanjang satu setengah meter, menemani sang ibu tunggal dengan dua anaknya. Mungkin sang ibu begitu kecewa dengan belahan jiwanya, yang tega meninggalkan dirinya karena terpikat kepada wanita lain. Akhirnya, sebagai seorang wanita karir yang tangguh, ia memilih membesarkan anak dengan ditemani seekor ular, daripada berspekulasi dengan menjalin hubungan lagi dengan pria baru.

Para tetangga yang bersimpati dengan sang ibu muda yang kebetulan cantik tersebut, acapkali ikut membantu menyumbang memberi pakan untuk ular yang beruntung tadi. Terutama para pemuda, sekali dua pak RT juga ikut membantu menyiapkan pakan, bisa berupa ayam mati, tikus atau hewan apapun yang disukai si ular, dengan alasan yang hanya mereka saja yang paham. Namun bagi si ular, itu semua tak terlalu penting sebab dirinya hanya konsentrasi terhadap makanannya saja.

Manakala pertumbuhan ular mulai membesar, dan tak ada tanda-tanda akan mati, melainkan malah sehat bagaikan seekor ikan, maka giliran para ibu-ibu tetanggalah yang mulai resah. Kendatipun sang ular sangat jinak, bahkan sudah seperti anggota keluarga saja layaknya bagi si pemelihara, namun bukan berarti tidak berbahaya bagi orang lain jika suatu saat ia terlepas. Bahkan seorang suami yang baik saja, kadangkala bisa lebih berbahaya dari seekor ular beludak.

Akhirnya, dengan bujuk rayu dan permintaan para tetangga, sang ibu tunggal beserta anaknya dengan berat hati, namun ikhlas akhirnya bersedia menyerahkan ular yang sudah sedemikian lama menjadi bagian dari mereka tersebut. Tatkala petugas kebun binatang datang untuk mengambil ular untuk diadopsi, maka tak ayal mereka bertiga menangis meraung-raung. Para tetangga tentu ikut berduka sehari dua.

Sang suami yang mendengar cerita istrinya pun ikut sedih, namun tak jelas sedih terhadap apa. Bisa jadi lebih fokus kepada si ibu tunggal muda tadi, sebab status ibu tunggal apalagi dengan tambahan muda dan cantik, berpotensi membuat berdebar para pria baik yang hidungnya berbelang, tak berbelang, pesek ataupun mancung di planet manapun di jagat raya ini. Jadi apalagi bagi si pria penyayang kucing yang tunduk dan takut bukan buatan kepada sang istri tersebut.

Cinta Peliharaan

Ada dua tujuan seseorang memelihara hewan. Yang pertama orang yang memelihara untuk diambil manfaatnya dengan tujuan ekonomi, yaitu dipotong, dijual dan sejenisnya. Seperti ayam, bebek, dan lain sebagainya. Kelompok kedua, adalah orang yang memelihara hewan untuk dijadikan teman dalam menjalani hidup.

Tak ada aturan yang baku tentang hewan apa saja yang bisa dijadikan peliharaan dengan tujuan untuk menjadi teman. Sebab untuk beberapa orang, hewan reptile seperti kadal, ular bahkan kura-kura bisa juga dijadikan peliharaan yang pada saat-saat tertentu dapat diajak berbincang-bincang seperti layaknya sedang berbincang dengan manusia biasa.

Beberapa orang, khususnya wanita lebih memilih "curhat" kepada hewan peliharaan, ketimbang kepada temannya, karena menurut mereka setelah menyampaikan keluh kesah kepada hewan peliharaan perasaan yang tadinya terasa berat akan menjadi lebih ringan. Dan apa yang menjadi beban serta rahasia kita tadi, tak akan bocor kepada orang lain, suatu hal yang jarang terjadi di dunia pergaulan kaum wanita pada umumnya.

Di beberapa negara di gurun, bahkan hewan-hewan buas seperti singa, harimau dan burung elang banyak yang dijadikan hewan peliharaan. Tak jelas apakah bagi si pemelihara hewan tersebut dianggap menggemaskan dan bisa menjadi penghibur di kala gundah gulana berkepanjangan.

Jika kita sudah bersinggungan dengan yang namanya "cinta", sebagai salah satu sifat yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada umat manusia, maka teranglah sudah mengapa orang yang menyayangi hewan kadangkala rela melakukan apapun yang bagi sebagian orang pada umumnya merupakan suatu perbuatan yang tak bisa diterima akal.

Sebagai contoh, bagaimana para penggiat penyelamat hewan liar sampai rela hidup di hutan demi menyelamatkan atau menjaga kelestarian hewan yang hampir punah. Bahkan seorang pawang buaya, asal Australia, Steve Irwin yang dapat dipastikan mencintai hewan liar tersebut tewas disengat ikan pari sekitar tahun 2006, tatkala sedang berenang dengan penuh cinta kepada hewan.

Memang pada umumnya, hewan yang paling banyak menjadi peliharaan di dunia ini adalah anjing dan kucing. Namun demikian, sesungguhnya kedua hewan tersebut mempunyai sifat yang jauh berbeda.

Anjing merupakan hewan yang senantiasa ingat dengan manusia, sementara kucing hewan yang hanya ingat dengan rumah. Jadi kalau anjing pergi jauh, ia pulang adalah untuk menemui orang yang memeliharanya, sementara kucing pulang untuk kembali ke rumah tempat ia tinggal.

Seekor anjing, jika diberi makan dan dipelihara dengan baik serta disediakan tempat tinggal oleh seseorang, maka dalam hatinya ia akan beranggapan bahwa, "Dialah Tuhan, yang memelihara aku." Seekor kucing, jika diberi makan, dipelihara dengan baik dan diberi tempat tinggal, maka dalam hatinya ia akan beranggapan, "Akulah Tuhan."

Tangerang, 29 Februari 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun