Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Takut Bicara Seks

25 Februari 2020   14:46 Diperbarui: 25 Februari 2020   14:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tatkala sedang berjalan-jalan dengan putri kecilnya yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak, seorang ayah dan anaknya melihat sepasang kucing sedang kawin di taman.  Sang ayah merasa malu, namun anaknya serta merta berkata, "Mereka sedang menikah ya Ayah?".  Jantung sang ayah berdetak lebih kencang, keringat dingin mengalir perlahan, lalu tersenyum mengiyakan. 

Tak jelas dari mana sang anak mempunyai pemahaman bahwa dengan menikah, ujung-ujungnya sepasang suami istri akan melakukan hubungan seks seperti kucing, sebagai salah satu metode proses reproduksi untuk mendapatkan seorang anak.  Dan secara tidak langsung, si anak TK yang cerdas tadi, sudah paham adanya dari dan bagaimana cara dirinya diciptakan.  Mungkin yang belum ia paham di keluarkan dari saluran mana, sebab bisa jadi anggapannya dibedah oleh dokter melalui perut ibunya yang membesar saat hamil.

Beberapa minggu kemudian, si ayah dan anak beranak yang mempunyai kebiasaan berjalan-jalan keliling kampung, seperti orang kerjaan tersebut, bertemu dengan seorang ibu-ibu yang sedang menjemur kucing Persia kesayangannya.  Demi basa-basi dan menyenangkan si anak si ibu pemelihara kucing dengan sang ayah bertukar cerita tentang bagaimana merawat kucing, termasuk di dalamnya tentang mengawinkan kucing demi mendapatkan anak kucing yang bagus.  

Sang kucing yang kerjanya sehari-hari hanya makan dan tidur, serta malas bukan kepalang hanya mendengarkan sambil mengedip-ngedipkan mata.  Ekornya berkibas sekali dua, entah bosan entah tak sabar ingin segera dikawinkan, sebab menurut kepercayaan sebagian orang kucing mengerti belaka apa yang dibicarakan dalam bahasa manusia.  Terutama bahasa yang khusus digunakan untuk memanggil kucing agar segera makan.

Di tempat lain, tepatnya di sebuah jalan kecil di kota Bandung, seorang mahasiswa secara tak sengaja mendengarkan perbincangan dua anak perempuan yang berseragam merah putih, menunjukkan mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.  Namun yang membuat kaget sang mahasiswa adalah perkataan dari salah satu si anak sekolah dasar, yaitu: "Enak ya kalau sudah jadi mahasiswi, begitu lulus kuliah langsung nikah.".  Sang teman yang tak kalah genitnya menimpali, "Kakak saya baru lulus SMA, langsung nikah, nggak nunggu kuliah.".  

Entah apa yang ada di benak kedua anak tersebut, menyikapi tentang arti sebuah pernikahan.  Apakah hanya sekedar seperti pikiran anak TK tadi, yang setelah menikah kemudian memproduksi anak seperti halnya kucing, atau menggantungkan beban hidup dan bermanja-manja kepada suami.

Sebab bisa jadi mereka menganggapnya enak, karena sehari-hari kelelahan didera pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya dan harus diselesaikan sepulang sekolah hingga malam hari.  Jadi setelah menikah, bebas dari pekerjaan sekolah, namun mereka tak memikirkan pekerjaan rumah yang sesungguhnya dan segala romantika kehidupan pernikahan.  Yaah, namanya juga anak-anak, pikirannya belum sejauh orang dewasa.

Dalam pandangan orang-orang tertentu, terlepas dari apakah mereka laki-laki atau perempuan, terdapat pemikiran: jika si anak baik pria maupun wanita sudah siap menikah, tak peduli apakah sudah matang secara fisik dan mental ataupun tidak, mereka harus segera dinikahkan.  Pacaran sama sekali dilarang, karena dikhawatirkan terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang dilarang oleh ajaran agama, tak peduli agama apapun itu.  

Akhirnya, untuk jenis orang-orang yang berpendapat demikian, biasanya akan menikahkan anaknya yang baru saja siap secara fisik, namun belum tentu siap secara mental untuk masuk ke jenjang pernikahan.  Banyak di antara mereka masih belum memiliki pekerjaan.  Bahkan satu dua orang ada yang menikahkan anaknya di bawah umur, di hadapan pemuka agama.  

Nanti setelah sang mempelai memasuki usia dewasa dalam hukum perkawinan, barulah mereka mendaftarkan pernikahannya ke kantor urusan agama ataupun catatan sipil.

Pendidikan Seks

Secara biologis, seorang wanita baru boleh menggunakan organ reproduksinya jika sudah berada di usia di atas 18 tahun, karena jika dilakukan sebelum usia tersebut maka mulut rahimnya belum siap untuk menerima hubungan seksual.  Hal ini juga bisa menimbulkan trauma psikis bagi wanita.  Kalau terlalu dini, jaringan-jaringan di sekitar daerah kewanitaan itu belum siap secara utuh untuk menerima rangsangan seksual.  Trauma psikis juga rentan terjadi bagi para remaja yang hamil di usia sangat muda.  Kondisi ini konon juga bisa mengakibatkan terjadinya penyakit darah tinggi dan keguguran pada janin.

Secara psikologis, menikah pada saat usia belum matang, akan menimbulkan masalah-masalah di masa yang akan datang yang disebabkan oleh: pemikiran yang belum matang, tidak mandiri, yang pada akhirnya di samping akan merepotkann orang tua, juga akan menghasilkan generasi baru yang kurang berkualitas, karena mereka tidak mempunyai persiapan yang baik dalam mendidik dan merawat anak-anaknya. 

Di sisi lain, terpaan adegan seks, terhadap anak-anak di usia yang berusia masih sangat muda, akan menimbulkan pengalaman yang membekas hingga masa dewasanya.  Melekat tidaknya pengalaman tersebut, tergantung dari bagaimana mentalitas anak tersebut dalam menerima terpaan pengalaman traumatis.  

Namun, khusus terhadap terpaan adegan seks, yang merupakan naluri paling primitive dari mahluk hidup apapun spesiesnya, ada yang berpendapat bahwa pengalaman tersebut bersifat umum dan hampir sama akibatnya, sehingga ada yang mengatakan, dalan hal urusan seks setiap orang agamanya sama.  Sebagai contoh, jika ada berita tentang pemerkosaan, atau prostitusi, besar kemungkinan para pembaca pria akan segera membacanya sampai tuntas, dengan penuh antusias, sambil tersengal-sengal.  

Para wanita dewasa pun, juga tak mau kalah, jika mereka sedang berkumpul, dan sudah jenuh bergosip, maka sebagai penutup perbincangan lazimnya mereka tukar cerita tentang pengalaman seks sambil tertawa cekikikan.  Mereka beralasan pengalaman tersebut lucu, padahal sebetulnya bisa saja justru menggairahkan.

Jadi untuk mentabukan seks terhadap anak, dengan alasan menjijikan, melanggar agama atau memalukan sesungguhnya agak kurang tepat, karena anak-anak memiliki nalurinya sendiri untuk mengetahui insting alamiah tersebut, yang diberikan oleh pencipta kepada seluruh mahluk hidup.  Yang perlu orang tua tekankan, atau garis bawahi dalam masalah seks, adalah mengenai akibat yang mengerikan jika perbuatan seks tersebut dilakukan pada usia yang belum siap, baik secara fisik maupun psikis.  

Pengenalan secara dini, akibat perbuatan seks, dapat kita tunjukkan dengan mengambil contoh hewan-hewan yang mentelantarkan anaknya.  Misalnya anak kucing yang kehilangan induknya, atau anak kucing yang kurus kering karena dilahirkan serentak dengan lima ekor saudaranya.  Si induk kucing sampai kurus saking capeknya menyusui kelima anak kucing yang rakus bukan kepalang.  Menginjak remaja, cukuplah si anak diceritakan tentang anak-anak terlantar akibat dari pernikahan dini yang orang tuanya belum memiliki pekerjaan tetap.  Atau remaja yang terpaksa putus sekolah, akibat menikah terlalu dini yang pada akhirnya berujung kepada perceraian dan melanjutkan hidup dengan kualitas seadanya. 

Mengenai penyakit akibat hubungan seksual, atau teknik dan metode beerhubungan yang berkualitas, biarlah para anak yang sudah menginjak remaja tersebut belajar sendiri, sebab dengan berbekal pendidikan seks di usia dini, anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu tentunya akan memuaskan rasa ingin tahunya tersebut dengan mencari informasi sendiri.  Yang pasti, janganlah mentabukan pendidikan seks, namun akan lebih baik jika kita menekankan kepada mereka, akibat dari perbuatan seks yang dilakukan pada waktu yang belum saatnya.

Tangerang, 25 Februari 2020 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun