Mohon tunggu...
Tito Tri  Kadafi
Tito Tri Kadafi Mohon Tunggu... Guru - Pendiri Bastra ID (@bastra.id)

Bukan anak gembala, tetapi selalu riang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Pemimpin UMKM Versus Krisis Iklim

25 November 2022   08:42 Diperbarui: 25 November 2022   08:47 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 baru saja dihelat di Indonesia. Salah satu isu prioritas yang diangkat adalah transisi ekonomi keberlanjutan. Secara umum, diambilnya isu ini erat kaitannya dengan kondisi krisis iklim dunia saat ini.

Kepala negara, baik presiden, raja, ataupun perdana menteri menjadi pemangku kebijakan strategis untuk mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik, termasuk menjadikan dunia lebih kontributif terhadap penciptaan iklim bumi yang lebih sehat.

Pemimpin menjadi pihak yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kondisi bumi saat ini. Perannya dalam menentukan kebijakan menjadi langkah akseleratif menghentikan krisis iklim sesegera mungkin.

Dalam level yang lebih kecil, misalnya para pemimpin perusahaan ataupun UMKM perlu merespons kondisi ini lebih bijak, termasuk menyusun skema keberlanjutan yang berorientasi pada penghentian krisis iklim di organisasinya masing-masing.

Melansir dari laporan World Economic Forum (WEF) yang berkolaborasi dengan Boston Consulting Group (BCG), melihat preferensi konsumen saat ini, para pemimpin yang melakukan transformasi iklim dalam model bisnisnya akan membuka peluang dan keuntungan dalam beberapa sektor.

Konteks perekonomian pada pengertian tersebut turut dapat dikolaborasikan dalam berbagai level, termasuk UMKM yang perlu dipimpin oleh sosok pemimpin iklim; pemimpin yang memiliki orientasi untuk menghentikan krisis iklim.

Pemimpin Iklim dapat Menarik Talenta Unggul

Survei Desember 2020 oleh BCG menunjukkan bahwa sekitar setengah dari total karyawan di jaringannya menjadikan isu "keberlanjutan" sebagai alasan untuk menentukan perusahaan mana yang ingin dijadikannya sebagai tempat kerja.

Setahun sebelumnya, survei dari Accenture Chemicals Global Consumer Sustainability  memperlihatkan bahwa terdapat 40% milenial yang memilih perusahaan untuk bekerja yang memiliki orientasi terhadap keberlanjutan/berkontribusi positif terhadap iklim, dan ada 30% milenial yang memilih untuk meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja karena mereka tidak memiliki rencana keberlanjutan.

Kumpulan survei di atas dapat didefinisikan bahwa para talenta unggul yang analitis dan memiliki wawasan global (terutama terkait iklim) mempertimbangkan pilihannya terkait tempat kerja dan bosnya. Untuk menarik talenta ini, penting bagi pemimpin termasuk di level UMKM, untuk menyuarakan penghentian krisis iklim sebagai orientasi organisasinya.

Pemimpin Iklim Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Perusahaan

Melansir laporan WEF, produk pengganti daging dari berbahan nabati di Amerika Serikat dalam rentang 2017--2020 naik 16% lebih cepat penjualannya dibanding penjualan daging hewan. Selain itu, secara global dari 2016--2019, penjualan kendaraan listrik meningkat 26% setiap tahunnya, dan yang konvensional turun 2% per tahun.

Tingginya minat masyarakat saat ini terhadap produk yang berorientasi pada iklim, merefleksikan pentingnya inovasi dan perubahan perusahaan terhadap keluaran produknya. Pemimpin termasuk di level UMKM amat disarankan untuk melakukan terobosan produk yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat sekaligus mampu menjadi akselerasi dalam penghentian krisis iklim.

Pemimpin Iklim Memangkas Biaya Lebih Hemat

Sering kali penggunaan energi terbarukan diidentifikasi sebagai langkah yang mahal. Namun, laporan WEF menunjukkan efektivitas pemanfaatan energi terbarukan dalam memangkas biaya perusahaan. Pemimpin iklim termasuk dalam level UMKM amat mungkin mengurangi biaya sambil memotong emisi. Dalam skala perusahaan besar, salah satu yang berhasil menerapkannya ialah Unilever yang mencapai penghematan dengan energi listrik terbarukan berbiaya rendah sebesar 800 juta ($900 juta).

Analisis BCG dari proyek dekarbonisasi aktual menunjukkan bahwa perusahaan di seluruh dunia pada dasarnya mampu mewujudkan penghematan biaya yang signifikan melalui dekarbonisasi. Untuk menunjang hal ini, penting bagi pemimpin iklim di organisasi memiliki pengetahuan dan langkah strategis dalam penerapan mekanisme ekonomi hijau di tiap kebijakan yang diambil.

Baik dari bidang talenta, pertumbuhan ekonomi, dan penghematan biaya, pemimpin yang berorientasi untuk menghentikan krisis iklim menunjang tumbuhnya perusahaan di level besar ataupun UMKM ke arah yang lebih baik dan signifikan.

Konteks ini juga amat erat dengan tanggung jawab sosial yang perlu dimiliki para pemimpin UMKM terhadap lingkungan, termasuk berkontribusi lebih besar terhadap keberlanjutan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun