Mohon tunggu...
Tito Tri  Kadafi
Tito Tri Kadafi Mohon Tunggu... Guru - Pendiri Bastra ID (@bastra.id)

Bukan anak gembala, tetapi selalu riang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asa Budi dan Djimbe Barunya: Juara Sensitive Feature Youth Live in IDEAL Save The Children Indonesia

1 Agustus 2020   11:00 Diperbarui: 1 Agustus 2020   14:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit Foto: Dokumentasi Kegiatan Youth Live in IDEAL 2018

Akses pendidikan dan sosial yang merata bagi para penyandang disabilitas belum dirasakan sepenuhnya oleh warga di sejumlah desa di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Berada di sekolah inklusif tidak menjamin anak-anak disabilitas mampu bersosialisasi dengan baik. Bahkan kekerasan tak jarang didapati oleh teman-teman, juga perlakuan masyarakat yang belum utuh menerima keberadaannya.

Giris hujan yang melanda perkampungan Rabu (27/11) silam menjadi sesuatu yang tak akan dilupakan oleh Budi, penyandang disabilitas intelektual yang memiliki kemampuan  fungsi  intelektual  berbeda.  Air tiba-tiba masuk dari kolong  pintu,  dan menyebabkan banjir merata ke seluruh sudut rumah. Kontur selokan yang lebih tinggi dari posisi pelataran membawa luapan air dan sampah masuk ke dalam. Saat itu, ia, ibu, dan kakak sedang bercengkrama di ruang tamu. Sedangkan bapak tak bergeming di kursi tempatnya menggoreng rempeyek untuk barang dagangan esok.

Banjir itu sedikitnya menyebabkan semua kasur dan karpet di rumah basah, menjadikan Budi dan keluarga harus rela bermalam di lantai tak beralas. Malam itu kakak membantu Risnan, adik bungsu yang kini duduk di bangku kelas lima sekolah dasar, untuk menghitung luas trapesium dan layang-layang sebagai tugas sekolah dengan buku yang sedikit basah. Di pinggir almari ada Budi, menjumlah dua ditambah dua, kemudian dicatat pada buku bekas milik adiknya.

Budi berhenti sekolah enam bulan lalu selepas ujian. Hari itu sepulang sekolah, ia berlari mengunci kamarnya. Semula bapak mengiranya tidur siang, namun suara sedu hadir ketika didekatkan daun telinga ke pintu. Prang! Kaca lemari pecah dihantam kepala. Sedangkan di sudut lemari ia memagut lutut dengan memar di kepala. Benar saja, bekas cakar bermukim di tangan juga dadanya. Isak tiada henti hingga ditutur bahwa esok Budi tak mau sekolah lagi. Hingga kini. “Dulu ketika sekolah suka diejek, pulang-pulang suka ada bekas cakar dan gigitan temannya, disabilitas juga. Dia mah tidak mau membalas.” Tutur bapak.

Perlakuan serupa dalam bentuk verbal seringkali diterima Budi dari masyarakat. Stigma itu berupa larangan untuk anak-anak mereka agar tidak bermain dengannya, serta komentar miring lain yang tertuju jelas kepada Budi. “Kadang kala ketika pulang suka merenung saja, artinya ada yang habis mengejek di luar.” Jelas ibu mendefinisikan Budi saat terdiam. Karena itu, Budi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, membantu ibu dan bapak mengemas rempeyek, atau ikut kegiatan yang biasa diadakan oleh RBM yang telah berdiri sejak lima tahun silam.

Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) merupakan bentuk program untuk memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki para penyandang disabilitas. Di sini Budi belajar mengenal lebih banyak tentang kehidupan, bersosialisasi dengan banyak orang, serta tak malu untuk berkomunikasi. Metode direct introduction atau pengarahan untuk mengenalkan sesuatu, diorientasikan dan menjadi tahap awal yang menuntun Budi mengingat lebih jauh. “Saat ini, Budi sudah mau beli ke warung sendiri, mau menyapa orang, bahkan ingat banyak jalan di desa.” Terang nenek yang mahfum perkembangan Budi, merupakan ibu RW sekaligus kader RBM di desa tersebut.

Kredit Foto: Dokumentasi Kegiatan Youth Live in IDEAL 2018
Kredit Foto: Dokumentasi Kegiatan Youth Live in IDEAL 2018

Putus sekolah bukan alasan bagi Budi untuk tidak rajin belajar. Hobi memainkan musik menjadi kebanggaan bagi orang tuanya. Beruntung, Budi sempat bersua Joko Purnomo, seorang seniman asal Yogyakarta yang saat ini menetap di Bandung. Ia menghadiahkan satu buah djimbe besar pada anak yang menyukai warna coklat itu, sebab selama ini Budi hanya memainkan ukulele, gendang kecil, dan pianika saja yang setiap hari bersandar di tembok rumah. Joko pernah bilang bahwa gendang yang selama ini Budi mainkan hanya aksesori semata, bukan untuk kebutuhan pentas.

Tidak sebatas memberikan djimbe, bimbingan pun ia tuturkan pada Budi. Mengalur nada dari kaset dan mengiringinya dengan djimbe sebagai instrumen. Menurut Joko, Budi sudah paham teknik bermain gendang, hanya saja perlu bimbingan dan pengembangan. "Anak biasa belum tentu bisa sepertinya, bermain djimbe yang biasa dilakukan orang dewasa", terangnya. Perjumpaan itu dipenuhi ajar juga asa. Bapak berharap agar Joko dapat menjadi guru bagi Budi dan menjuruskannya untuk mengejar cita-citanya sebagai pemusik. Asa ini pula yang dituturkan oleh Ibu Kepala Desa sekaligus ketua RBM, yang berharap Joko dapat membimbing anak-anak disabilitas dalam berkreasi.

Jauh sebelumnya, belum ada tenaga ahli seni yang benar-benar membimbing teman-teman disabilitas di desa tersebut. Pasalnya, RBM lebih sering mengadakan kegiatan terapi dan edukasi, namun belum mengarah pada pemberdayaan dan bimbingan karir bagi mereka di masa depan. Hal ini dibarengi rasa syukur Kepala Desa yang berpikir lebih jauh untuk melakukan pemberdayaan karir lanjutan.

Tidak hanya itu, bapak dan ibu pun bersyukur karena masih banyak yang memberikan perhatian pada Budi, dengan harapan agar Budi terus berkembang meski pendidikan sekolah tidak lagi ia dapati. Sebab dengan kondisi ekonomi yang kurang mencukupi, mereka tetap tulus, menyayangi Budi tanpa membandingkan, serta tak sedikitpun mengeluh pada Tuhan. “Merawat anak disabilitas kuncinya adalah sabar, berdoa terus agar mereka bisa sukses dan berbakti sama orang tua.” Terang bapak disela-sela kegiatan menggorengnya. Ia pula menerangkan bahwa dukungan orang tua menjadi cara terbaik dalam merawat anak disabilitas.

Raksasa kembali menangis, cipratnya hingga ke selasar kantor desa. Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna dalam acara Workshop Dana Desa yang Berpihak pada Anak dan Pelepasan Peserta Youth Live in, Rabu (28/11) menyampaikan bahwa kabupaten sedang bergiat untuk melakukan program-program bagi para penyandang disabilitas, utamanya dengan pemerataan RBM di seluruh desa di kabupaten.

Dalam kesempatan ini pula, Umbara menyampaikan bahwa ia telah menganggarkan 50 miliar atas kerjasama dari beberapa perusahaan, untuk program bedah 200 rumah bagi penyandang disabilitas berprestasi dengan ekonomi menengah ke bawah. Salah satunya telah diwujudkan kepada Rahmat, 25, seorang disabilitas yang memiliki prestasi dalam bidang desain gaun dan pakaian.

Menurut data yang dikumpulkan oleh RBM, Budi merupakan satu dari 55 anak disabilitas di desa tersebut. Perlahan bakatnya mulai dieksplorasi, salah satu bentuknya yaitu dengan tampil memainkan djimbe di hadapan bupati dalam acara Pelepasan Peserta Youth Live in ini. Sedikitnya ada dua harapan Budi, tetap rajin membantu orang tua, dan menjadi pemusik di masa depan kelak.

Umbara dalam pidatonya menyampaikan bahwa pemerintah tengah berusaha maksimal untuk hal ini. Ia pun berpesan bahwa setiap disabilitas membutuhkan perhatian dan sinergi dari banyak pihak, terutama keluarga dan masyarakat. Mereka bukan untuk dikasihani, tapi tuntun agar berdikari. Mandiri dan berdiri di kaki sendiri. Lanjutnya.

*Nama anak telah diubah untuk melindungi identitas.

@tokads, Peserta Youth Live in IDEAL 2018 

Tulisan ini meraih penghargaan feature sensitif terbaik yang dikurasi oleh Save The Children dan Tempo Institute.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun