Sejak tahun 2010 saya bekerja di beberapa tempat, seringkali pimpinan tempat kerja meminta kita untuk mengerjakan tugas yang seharusnya bukan ranah kita. Tapi tetap saja pimpinan kantor meminta kita yang melakukan.
Alasannya beragam, mulai dari tidak ada SDM, percaya dengan saya secara personal, hingga alasan saya punya background yang mumpuni dalam melakukan pekerjaan itu.
Sebenarnya secara personal saya tidak mempermasalahkan, tetapi jika itu bisa dihitung jari. Nyatanya, tugas rangkap ini dilakukan tidak hanya satu dua kali, tapi terlalu sering.
Mungkin tidak hanya saya, kamu yang sedang membaca artikel ini dan banyak karyawan lainnya pun juga mengalami hal ini. Keseringannya usai rangkap tugas hanya mendapat ucapan "Makasih Mas".
Bagi saya dan teman-teman, ucapan ini sampai dibuat jokes tersendiri. Contohnya saja saat ditanya, "pasti bayarannya gede soalnya jobnya tambah banyak". Jawabannya selalu sama, "ya dibayar 2M. Makasih Mas".
Nominal 2 M bagi sebagian orang mungkin sudah bikin mata ijo. Coba bayangkan, saya tidak hanya sekali mendapatkan bayaran 2M ini, saya sudah bisa disebut sebagai Crazy Rich gak nih?
Anggap saja sebulan sekali selama satu tahun, sudah berapa M yang saya dapatkan? Ya tentu itu bukan nominal uang sesungguhnya dan saya juga tidak mengharapkan dibayar dengan nominal segitu.
Saya sendiri merupakan tipikal pribadi yang tidak selalu mengukur segala sesuatu dengan uang. Jika saya merasa itu bisa menjadi upgrade kemampuan saya dan peluang saya menjalin lebih banyak network ya tentu akan saya sikat.
Tentunya, harapan saya adalah dengan melakukan hal itu saya menjadi berkembang lebih baik, siapa tahu mendapatkan "kondisi lebih baik" dari sisi finansial dan tempat yang nyaman.
Saya juga merupakan pribadi yang mampu mengukur kemampuan saya, sehingga saya juga bisa mengukur keahlian yang saya miliki pantasnya dibayar berapa.
Namun balik lagi, ini semua bukan perkara nominal. Hanya saja, sebagai karyawan akan sangat senang jika pekerjaan itu diapresiasi dalam bentuk lain, selain "Makasih Mas".
Dilemanya yang terjadi bukan hanya persoalan itu saja, jika menolak rangkap tugas, ya tentu saja nasib kita di perusahaan itu terancam. Mulai dari dianggap tidak loyal terhadap perusahaan hingga ancaman putus kontrak
Terlebih jika kita menjadi karyawan kontrak dan bukan karyawan tetap. Ya tentu saja posisi bargain kita menjadi serba salah. Ketika kita menerima ya otomatis kita akan menerima pekerjaan itu seterusnya. Namun jika menolak, nama kita hanya tinggal cerita saja di dalam perusahaan itu.
Bagi saya pribadi, jika selama rangkap tugas itu memiliki keuntungan buat pribadi, tentu akan sangat menarik untuk dilakukan. Keuntungan pribadi ini tidak melulu soal uang. Bisa jadi networking, ilmu, pengalaman dan berbagai hal lain yang lebih dari soal materi.
Jadi, jika selama kamu bisa manfaatkan rangkap tugas itu sebagai keuntungan buat pribadimu kenapa tidak. Siapa tahu, kamu mendapatkan kenalan ataupun ilmu yang bisa menunjang kamu untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Oleh karena itu, yang penting jangan keburu "sambat" atau mengeluh diberikan rangkap tugas, siapa tahu pula dibalik rangkap tugas itu ada sesuatu dibaliknya. Terpenting, lakukan itu dengan baik, semangat dan penuh hati.
Bagi orang Jawa seperti saya, kita mengenal frasa kalimat "Gusti Allah mboten sare" alias Tuhan tidak tidur. Pasti akan ada kebijaksanaan dari Tuhan untuk kita di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI