Saya tahu, mungkin banyak pertentangan tentang pengajaran ilmu "kehidupan" dari saya kepada anak. Meski begitu, saya bangga dengan anak saya yang begitu cerdas, walau dalam kehidupannya menemukan banyak kendala.
Si kecil selalu menemukan ide-ide yang tidak terduga dalam memecahkan solusi itu. Contohnya saja, saat saya sedang menulis cerita ini, si kecil ingin melakukan hal yang sama, yaitu mengetik.
Problemnya, kursi yang biasa dia duduki sudah rusak. Terkadang, kalau diduduki, pantatnya selalu terjepit. Tapi dia menemukan ide, kursi itu dia tutup dengan celananya yang lain agar kalau terjepit bukan pantatnya melainkan celananya yang lain itu.
Selain itu, saya pernah mendapatkan momen sedih tapi bangga adalah saat dia meminta saya istirahat tidak melanjutkan kerja mengetik di rumah. Awalnya saya sempat jengkel dan terpikir untuk memarahinya.
Namun emosi saya berubah saat dia berkata sambil menangis memaksa saya, "Aku kerja, ketik-ketik. Papa capek, papa bubuk". Seketika, saya meneteskan air mata, anak saya sudah besar. Dia tumbuh memiliki rasa empati.
Meski satu setengah tahun kehidupannya banyak di rumah karena masa pandemi, si kecil tetap aktif dan gak kehilangan semangat. Hanya saja bapaknya yang selalu kepikiran tentang kehidupan sosialnya.
Mungkin ketika pandemi ini selesai, PR saya untuk si kecil adalah bersosialisasi kembali dengan teman sebayanya tanpa jaga jarak, bisa saling bertukar mainan dan bermain bersama tanpa terpikir tertular penyakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H