Hasilnya, Jenderal AWS Mallaby tewas di tangan pemuda Surabaya. Padahal, karir sang jenderal cukup cemerlang saat Perang dunia II. Karenanya, dia dikirim ke Surabaya mengatasi amarah warga Surabaya.
Kapten R.C. Smith, seperti dikutip J.G.A. Parrot dalam Who Killed Brigadier Mallaby (1975), melihat ada pemuda yang kemudian menembak Mallaby dari jarak yang cukup dekat. Itulah senja terakhir bagi Mallaby.
Dilansir dari Tirto, Smith sendiri berusaha membalas penembakan itu dengan melempar granat ke pemuda tadi. Tak jelas bagaimana nasib si pemuda yang diduga menembak Mallaby.
Lalu, bagaimana era kekinian di zaman digital saat ini? Apa cerita heroik Surabaya?
Bila semua cerita di atas adalah cerita dari berbagai sumber. Ini adalah sedikit cerita dari saya di balik layar, bagaimana Surabaya bisa menang pengahrgaan internasional sebagai Populer Online City di tahun 2018.
Saat itu, usai Surabaya mendapat penghargaan dari lomba bergensi Lee Kwan Yew Award, Bu Risma coba ikut penghargaan Guangzhou Award di tahun yang sama.
Surabaya pun lolos. Waktu itu, setiap peserta yang lolos diminta untuk presentasi. Tidak ada jaminan akan menang lomba. Sekitar H-7 pelaksaan lomba, ternyata baru tahu jika ada kategori lomba lain.
Kategori itu adalah voting Populer Online City. Saya masih ingat, saya diminta untuk mengecek kategori lomba ini. Ternyata Surabaya berada di 3 peringkat terbawah.
Mengetahui hal itu, saya diminta untuk menyampaikan hal ini di sosial media. Meminta dukungan warga Surabaya dan Indonesia agar Surabaya bisa menang.
Sekitar H-6 mulai ada pergerakan, Surabaya mulai naik ke papan tengah peringkat. Saya menyadari tidak bisa bermain sendiri dalam hal woro-woro meminta dukungan.
Saya pun mengajak dua akun swasta besar di Surabaya untuk ikut mendukung Surabaya. Saya memang dekat dekat pendiri dan para admin kedua akun sosmed ini.