Goresan Peniti
Duduklah dia di sudut ruang.
Sebuah peniti kecil yang tadi dia cari sudah berada antara ibu jari dan telunjuk tangan kanannya.
Tiga goresan merah sudah menghiasi kulit lengan kirinya. Dua goresan vertikal, satu goresan horisontal.
Mungkinkah dia ingin menambah lagi goresan di tangannya tepat di depan mataku? Ataukah dia ingin bercerita kepadaku bahwa dia sudah membuat goresan di tangannya?
Dia bilang, "Bukankah lebih baik melukai diriku sendiri daripada melukai orang lain?"
Wajah itu tampak layu bak tanaman yang menanti siraman hujan yang lama dirindukan.
Meskipun bibirnya bergeming, aku tahu dia menyimpan kecewa yang dalam.
Meskipun bibirnya bergeming, aku tahu luka di palung hatinya jauh lebih menyakitkan daripada luka goresan di tangannya.
Aku tatap dia kuat-kuat. Lalu, aku bilang, "Kamu pintar. Mengapa kamu bersikap bodoh?"
Kuambil peniti itu dari dua jarinya.
Lalu aku bilang, "Berceritalah!"
                                                                                                     Perum GGI, 22 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H