Mohon tunggu...
Titis Setyabudi
Titis Setyabudi Mohon Tunggu... Angon Kahanan -

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Untukmu

9 Mei 2016   11:49 Diperbarui: 9 Mei 2016   11:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa depan adalah sesuatu yang masih gaib. Tidak ada yang tahu tentang masa depannya. Tapi setidaknya, masa depan bisa diraba dengan langkah-langkah mempersiapkannya. Orang yang mengenali dirinya akan bisa mengintip masa depannya. Sama halnya dengan mahasiswa yang bisa mengenali potensinya akan mampu menentukan pilihan-pilihan masa depannya.

Mahasiswa memilih fakultas atau prodi tertentu bermakna dia mempercayakan masa depannya pada fakultas atau prodi tersebut. Fakultas atau prodi harus menagkap ini sebagai amanah yang harus dikelola dengan baik agar sandaran mahasiswa tersebut mendapatkan tempatnya, bukan sebaliknya. Demikian juga mahasiswa yang memilih fakultas sastra.

Terkait dengan judul di atas ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam tulisan ini:

  • Apa motivasi menjadi mahasiswa sastra?
  • Apa peran pengelola fakultas sastra?
  • Bagaimana prospek lulusan sastra?

Ada beberapa alasan mengapa calon mahasiswa mendaftar di fakultas sastra. Pertama, calon mahasiswa mengetahui dia mempunyai ketertarikan dan ada potensi tentang seni bahasa. Calon mahasiswa seperti ini sejak SMA sudah tumbuh kecintaannya pada dunia menulis dan kesusasteraan. Dia aktif ikut lomba penulisan cerpen, puisi, atau aktif dalam kegiatan seni. 

Kedua, calon mahasiswa yang tidak berminat jadi guru.Calon mahasiswa ini memandang kuliah di sastra identik dengan kebebasan tidak seperti kuliah di keguruan yang penuh dengan aturan dan tata tertib. Mereka memilih sastra sebagai antitesis dari hal-hal yang penuh dengan batasan-batasan. Tidak ada mahasiswa sastra yang mendaftar di fakultas sastra karena paksaan dari orang tuanya, berbanding terbalik dengan mereka yang masuk fakultas keguruan yang menjanjikan kemampanan. Makanya banyak orang tua yang memasa anaknya masuk kegurun. 

Ketiga, calon mahasiswa tertarik dengan kenyentrikan mahasiswa sastra, kalau dalam kepartaian atau bermuhammadiyah mereka adalah simpatisan: kok kelihatannya asyik ya jadi mahasiswa sastra. Mereka adalah calon mahasiswa yang belum punya pendirian yang matang dalam menentukan pilihannya. Tapi bisa dilihat bahwa mereka sebenarnya juga tidak beda jauh dari kelompok yang kedua tadi, anti kemapanan.

Secara garis besar, kelompok-kelompok mahasiswa sastra tersebut mempunyai ketertarikan terhadap sastra sebagai sebuah fakultas. Pekerjaan rumah bagi pengelola fakultas sastra adalah menampung semua alasan-alasan mahasiswa tersebut dan memberinya wadah yang bisa memuaskan para anti kemapanan tersebut. Para pengelola fakultas sastra adalah orang-orang yang “ombo ati lan pikirane”, orang-orang yang kreatif agar mampu menampung mahasiswa sastra yang juga kreatif. 

Fakultas sastra tidak bisa dikelola dengan tangan besi seperti keguruan yang punya pakem rigid. Maka pengelola perlu membuat kurikulum yang mengasah kreatifitas mahasiswa. Sehingga mahasiswa yang awalnya mungkin ada yang tidak tahu arah atau sekedar ikut-ikutan akn bisa menyibak masa depannya.

Selain itu pengelola fakultas sastra adalah mereka-mereka yang mempunyai paradigma tak terbatas, selalu terbuka akan hal-hal yang baru tanpa kehilangan kekritisannya. Dalam pikiran mereka selalu terjadi loncatan-loncatan ide dan gagasan. Mereka adalah kumpulan orang-orang yang selalu mencari dan anti terhadap sesuatu yang biasa-biasa saja.

 Masuk fakultas sastra adalah masuk kepada lingkungan yang penuh kilatan-kilatan cahaya yang selalu dinamis. Udaranya selalu membuat penghirupnya akan selalu merasakan hidup baru. Suaranya akan selalu membuat pendengarnya bergairah. Lingkungan akan selalu menciptakan lulusan-lulusan yang bergembira menyongsong masa depan.

Lulusan sastra adalah orang-orang yang mempunyai kreatifitas yang mumpuni. Inilah kemampuan yang menjadi ciri dari lulusan sastra. Menjadi apapun nanti mereka, kreatifitas adalah ruh dari lulusan sastra. Maka kalau mereka nanti menjadi guru, mereka akan menjadi guru yang kreatif; kalau menjadi karyawan, karyawan yang kreatif; atau mereka akan menjadi mandiri dengan kreatifitasnya.

Sebagai kesimpulan, lulusan sastra akan bisa menjadi apa saja karena mereka kreatif. Kewajiban pengelola adalah memastikan bahwa kurikulum fakultas sastra adalah kurikulum yang mengasah kreatifitas mahasiswanya. Sehingga setelah lulus dari fakultas sastra mereka tidak bertanya-tanya, “apa sih yang di dapat di sastra”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun