Mohon tunggu...
Titin Septiana
Titin Septiana Mohon Tunggu... ASN -

simple lady,.. :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menginap di Mana Tatkala Mudik?

31 Mei 2017   11:23 Diperbarui: 31 Mei 2017   11:45 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya ingin menimpali tulisan Pak Tjiptadinata Effendi tentang "Mudik Baiknya Menginap di Hotel atau di Rumah Keluarga?" dan juga Latifah Maurinta di Mudik Lebaran, antara Uang dan Keluarga 

Mudik, sebuah aktifitas yang telah diniatkan jauh-jauh hari untuk bertemu keluarga besar, kembali ke kampung halaman, dengan keperluan merayakan Hari Raya, maupun jika ada keluarga besar yang 'punya gawe' misalnya nikahan, dan lain-lain, pasti telah dipersiapkan jauh-jauh hari.  Baik biayanya, maupun juga persiapan jasmani.  Untuk tips bagaimana mempersiapkan mudik, mungkin beberapa Kompasianer telah menuliskannya pada kesempatan yang berbeda. 

Saya hanya ingin berbagi opini, menginap dimanakah tatkala mudik?  Sebagian dari kita memilih menginap di hotel, sebagian lainnya malah memilih menginap di rumah anggota keluarga lainnya.  Tentunya semua dengan pertimbangan masing-masing.  

Kalau bagi saya dan suami, menginap di rumah anggota keluarga adalah pilihan terbaik.  Saya lahir dan besar di Banyumas, Jawa Tengah.  Bapak Ibu sudah wafat, tapi kami tetap mudik ke kampung halaman.  Kami bersembilan bersaudara, saya yang bungsu.  Punya delapan orang kakak, dan empat orang di antaranya masih tinggal di kampung halaman.  Bayangkan kami jika berkumpul semua, maka menjadi 17 keluarga inti (saya, suami, kakak serta kakak ipar), plus 29 ponakan dan ponakan mantu serta 9 cucu.  Kekayaan yang luar biasa kan? 

Nah, jika kami pulang kampung, pasti menginap di salah satu rumah mereka.  Rumah peninggalan Bapak Ibu juga masih ada, akan tetapi sudah menjadi hak milik kakak kelima.  Kadangkala kami pun menginap di rumah tersebut.  Kakak kelima ini bahkan bela-belain bikin rumah berkamar tujuh, sebagai cadangan jika kami keluarga besar berkumpul semua. 

Yang asik adalah tatkala Hari Raya idul Fitri tiba, kami tiga keluarga yang berasal dari luar kota berkumpul semua.  Kadangkala jadi satu rumah.  Tiga keluarga lho! Ya kurang lebih lima belas orang lah, itu sudah termasuk para krucils. Empat orang kakak tinggal di rumah masing-masing, dua orang kakak tinggal di mertuanya (yang kebetulan sekampung), nah sisanya ini yang sering kali jauh-jauh hari sudah booking rumah mana yang akan ditempati. Hahaha.

Lalu bagaimana kami tidur? Kami tidur di mana saja, di kamar, depan televisi, bahkan ruang tamu, pakai karpet pun hayo aja.  Pokoknya meriah lah!  Lha serumah isinya belasan orang, hahaha.  Padahal itu belum kumpul semua lho.  Karena kadang kami mudiknya gantian, ada kakak yang karena kondisinya baru bisa mudik 2 tahun sekali, dan sebagainya.

Lalu kenapa kami memilih tetap menginap di rumah saudara? 

  1. Lebih banyak waktu yang dihabiskan bersama keluarga besar.  Mulai dari memasak bersama, nyuci bersama, makan bersama hingga tidur bersama. Ini salah satu momen yang saya tunggu lho, ketika pulang kampung.  Memasak bersama, seraya melempar guyonan untuk keakraban.  Anggota keluarga terkecil juga punya kewajiban, biasanya mereka kebagian nyuci piring atau mengasuh saudara sepupunya yang lebih kecil.  Sedangkan koki masak kami tetaplah sang kakak sulung, yang masakannya tak terkalahkan. Saya biasanya kebagian belanja ke pasar. 
  2. Para ponakan dan cucu yang jarang bertemu, jadi mengenal satu sama lain.  Mereka hanya bertemu setahun sekali, inilah saatnya menciptakan family bounding ke mereka.  Hal yang tidak akan bisa terbentuk kalau kita menginap di hotel. 
  3. Ini juga cara kami berhemat.  Kami hanya patungan untuk belanja kebutuhan selama mudik, baik untuk makan di rumah, atau sesekali makan di luar.  Bagi kami, anggaran menginap di hotel bisa kami alokasikan ke mereka-mereka yang membutuhkan.  Misal ke keluarga maupun tetangga.  
  4. Inilah cara kami mendidik anak-anak dan para ponakan  untuk menikmati kebahagiaan dengan cara berkumpul dengan keluarga.
  5. Anak-anak dan para ponakan juga dibiasakan untuk prihatin, menikmati rumah keluarga lainnya yang kebetulan tanpa AC maupun shower, bahkan mungkin tinggal di rumah yang masih berlantai tanah. 

Dengan alasan yang sama, kami selalu menginap di rumah saudara, ketika berkunjung ke luar kota.  Bukan menginap di hotel.  Seperti kemarin ketika dua keluarga kakak bersamaan datang ke Yogyakarta, rumah kami, mereka tetap menginap di rumah kami, ala kadarnya. :)

Nah jika kami mudiknya pas bukan barengan dengan anggota keluarga lainnya, itu jauh lebih mudah untuk kami.  Kami menggilir saja kesempatan menginapnya, misalnya di kakak A.. Dan juga menggilir makan, hahaha. Sarapan di tempat kami menginap, siangnya makan di kakak yang B, sedangkan makan malam di rumah kakak C.  Selanjutnya kesempatan mudik selanjutnya dibalik, demikian seterusnya.  

Lalu bagaimana jika mudik ke rumah suami? Lha itu jauh lebih mudah lagi, pilihannya tinggal di rumah Ibu, atau rumah adik ipar?  Dan biasanya kami memilih tinggal di rumah ibu, dan adik ipar diminta datang ke rumah ibu.  Karena bagaimanapun juga Ibu lebih utama. 

Itulah alasan kami tetap memilih tinggal di rumah keluarga tatkala mudik. Bagaimana dengan Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun