Mohon tunggu...
titin pardesi
titin pardesi Mohon Tunggu... Freelancer - perempuan pecinta kata

seorang manusia yang ingin ceritanya tak perlu diperdulikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mensiasati Gerakan Literasi Siswa di Masa Pandemi Corona

13 Desember 2021   03:31 Diperbarui: 13 Desember 2021   05:58 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa tahun terakhir, sering kita dengar gembar-gembor GLS atau gerakan literasi sekolah. Secara sederhana GLS dapat diartikan sebagai adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. 

Gerakan literasi sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (kemendikbud, 2016). 

GLS akan memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 23 tahun 2015.

Menanamkan budaya literasi kepada siswa-dalam hal ini yang paling dasar adalah membaca- tidaklah segampang membalik telapak tangan. Dibutuhkan kerja sama yang solid antara guru, tim literasi (wali kelas) dan siswa itu sendiri. Bagaimanapun juga, keterampilan membaca merupakan pondasi untuk mempelajari banyak hal. 

Melalui membaca, siswa menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi dirinya. Adanya GLS diharapkan memberikan angin segar bagi tumbuh kembangnya kegiatan berliterasi di sekolah. 

Tiga tahapan GLS yang dicanangkan, yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran diharapkan membentuk pribadi siswa yang mampu mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi dan berkemampuan berpikir kritis.

Pelaksanaan gerakan literasi di sekolah beragam bentuknya, bisa melalui penjadwalan kunjungan ke perpustakaan, sudut baca, pemberdayaan mading sebagai papan karya literasi, poster ajakan membaca, membaca 15 menit sebelum pelajaran, adanya duta literasi sekolah dan lomba karya literasi, sampai pada penulisan buku antologi oleh siswa. Semua hal itu tentu saja bisa dilaksanakan dalam situasi kegiatan belajar normal yang. Namun setahun ini, pandemi corona telah mengubah sistem pendidikan kita dari tatap muka menjadi dalam jaringan. 

Mau tidak mau, GLS sebagai kegiatan yang diharapkan bisa memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti terhambat. Bagaimanapun, pelaksanaan GLS dalam masa pandemi akan lebih mudah dilaksanakan jika ada komunikasi langsung antara guru dan siswa. 

Dalam hal ini, di setiap sekolah biasanya telah dibentuk tim literasi khusus sebagai pemegang kontrol kegiatan. Tim ini bisa dibentuk dari para wali kelas, karena merekalah yang berperan utama sebagai penghubung ke siswa, bahkan ke wali siswa. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan tim literasi khusus dalam masa pandemi.

Komunikasi dengan orang tua-wali murid

Orang tua memiliki peran strategis dalam perkembangan pendidikan anak, apalagi di masa pandemi, di mana para siswa berada dalam situasi 'belajar dari rumah'. Komunikasi antara guru terlebih wali kelas dan orang tua harus lebih diintensifkan. Orang tua wajib tahu gerakan literasi seperti apa yang harus diikuti oleh anaknya, sehingga akan lebih mudah bagi guru untuk mengontrol perkembangan siswa. 

Tim literasi bisa menginfokan, bentuk apa saja kegiatan GLS yang diterapkan, agar orang tua bisa membantu menciptakan iklim berliterasi di rumah, sekaligus sebagai kontrol. Misal, jika kegiatan literasi melalui penjadwalan membaca buku 15 menit setiap hari, maka wali kelas bisa meminta laporan dari wali murid, telahkah anaknya membaca hari ini?

Menargetkan buku bacaan bagi siswa

Tanpa target, maka siswa akan kebingungan. Maka tim literasi harus memiliki target khusus, buku apa dan berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan membaca. Buku bacaan juga harus dipilah antara fiksi dan non fiksi agar siswa tak mengalami kebosanan. Bisa jadi seminggu membaca novel, seminggu setelahnya membaca biografi tokoh.

Menyediakan perpustakaan digital

Sebagai tim literasi, tentunya wajib memiliki referensi buku-buku yang cocok untuk dibaca siswa. Perpustakaan bisa menjadi sumber bahan bacaan yang memadai. Namum di masa pandemi, tentunya tidak bisa dilakukan. Maka sebaiknya tim literasi berusaha menyediakan perpustakaan digital untuk siswa. Banyak sekali e-book yang bisa didownload di internet yang bisa dijadikan bahan bacaan siswa. Adanya website sekolah tentunya akan mempermudah kegiatan ini. Siswa tinggal mengakses ke website dan menemukan bahan bacaan beragam yang mereka butuhkan, baik buku pelajaran maupun buku lain yang menyenangkan dibaca.

Jika kemudian tim literasi merasa kesulitan karena mungkin belum ada website sekolah atau koleksi e-book, maka bisa menyarankan siswa untuk membeli buku secara on line di market place, atau google book. Beberapa website juga ada menyediakan bacaan gratis dengan berbagai genre, misal watpadd. 

Namun, kadang siswa tidak bisa memilih dan memilah mana bacaan yang bermutu dan mereka butuhkan. Kembali lagi menjadi tugas tim literasi untuk mengarahkan anak dengan merekomendasikan judul-judul buku yang sekiranya cocok dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat bagi siswa.

Tim literasi hendaknya juga membuat lembar kontrol siswa untuk menandai sejauh mana ia telah melaksanakan tugas-tugas literasi yang dibebankan. Penggunaan format  google form akan memudahkan untuk dijadikan bentuk jurnal membaca

Media sosial sebagai ajang pamer literasi

Penggunaan media sosial juga tak kalah penting dalam GLS di masa pandemi. Jika biasanya anak berkarya di mading atau papan literasi, maka di masa non tatap muka, mereka bisa memindahkan memajang karya mereka di media sosial. Grup whatsapp, facebook, telegram atau media sosial lain sepertinya bisa difungsikan sebagai mading. Di sana siswa bisa menuliskan sinopsis buku yang telah dibaca atau karyanya dalam bidang literasi seperti cerpen atau puisi.

Menyarankan ikut kelas on line literasi. Ada banyak sekali kelas on line yang memberikan kegiatan literasi, baik gratis maupun berbayar yang menawarkan banyak sekali pengetahuan mengenai dunia tulis menulis yang bisa disarankan untuk diikuti siswa. Tak hanya pengetahuan yang didapat, namun teman-teman baru yang bisa diajak sharing. Tim literasi wajib menyaring kelas on line mana yang cocok diikuti siswa.

Lomba literasi

Adanya lomba literasi tentunya akan memberikan semangat bagi siswa untuk lebih termotivasi. Lomba menulis cerpen atau puisi, tentunya menjadi sesuatu yang gampang-gampang susah bagi siswa. Pemenang lomba bisa dijadikan duta literasi sekolah yang bisa menjadi influencer bagi temannya yang lain. Reward juga perlu diberikan, namun ada baiknya tetap berkaitan dengan literasi, misal voucher mengikuti kelas online literasi berbayar atau e-book. Tentunya itu akan sangat bermanfaat.

Penulisan antologi.

Antologi adalah sebuah produk yang bisa menjadikan kebanggaan siswa. Semua bisa membaca, namun tak semua bisa menulis. Melalui sebuah antologi, tim literasi bisa memberikan penilaian khusus pada siswa berbakat yang ikut menulis, sehingga bisa membina mereka lebih lanjut. Tak perlu menulis rumit. Memberikan kepercayaan setiap kelas untuk menulis puisi dengan satu tema khusus rasanya cukup sebagai latihan. Hal ini juga bisa dijadikan lomba tiap kelas.

Tentunya masih banyak lagi ide yang bisa digagas tim literasi sekolah, dan tentu saja disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Karena tiap sekolah tentunya memiliki karakteristik dan metode tersendiri.  Pandemi covid-19 belum juga usai. Meski telah ada wacana bahwa kegiatan belajar mengajar tatap muka akan segera dilaksanakan di tahun ajaran baru nanti, tetap saja kita harus waspada-jika sewaktu-waktu ada keadaan darurat maka artinya, peserta didik masih harus kembali  di rumah saja demi memutus mata rantai penyebaran covid-19. 

Beberapa cara di atas bisa dijadikan terobosan bagi tim literasi sekolah. Keberadaan pandemi bukanlah merupakan sebuah hambatan. Sebaliknya dijadikan tantangan agar bisa lebih kreatif dan inovatif bagi tim literasi sekolah. Selamat berjuang!

Iva Titin Shovia, Founder Indie Literary Club.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun