Beberapa saat lalu, anak perempuan saya, Jan (5.5) bertanya: "Mengapa Ibu tidak berhijab". Meski saya sudah menduga suatu saat dia akan bertanya begitu, tetapi terus terang saya tidak siap menjawab pertanyaannya. Lalu saya posting pertanyaan tersebut di akun facebook saya. Tidak menyangka, ternyata banyak perempuan (ibu-ibu) yang juga mendapat pertanyaan yang sama dari anaknya. Beberapa kawan kemudian meminta saya membuat ulasan alias tutorial dari jawaban pertanyaan tersebut.Â
Jan tentu tidak serta merta menanyakan pertanyaan tersebut ke saya. Iklan, sinetron dan beberapa tayangan lainnya di TV banyak yang menampilkan perempuan berhijab. Di sekitar kami, di komplek perumahan, banyak pula perempuan yang berhijab, bahkan yang tidak berhijab bisa dihitung dengan jari. Sekolahnya, meskipun di PAUD "Negeri" guru-gurunya juga berhijab. Tiap hari Senin, sekolahnya juga mewajibkan muridnya untuk memakai hijab.Â
Nah, begini obrolan saya dengan Jan.
Jan : Mengapa Ibu tidak berhijab?
Saya : Hijab itu apa? Jan tahu darimana?
Jan : Penutup kepala, tahunya dari TV
Saya : Sepemahaman Ibu, hijab adalah satir atau pembatas. Kalau penutup kepala yang ada di TV itu disebut jilbab atau kerudung. Ibu juga punya di lemari.
Jan : Lalu, kenapa Ibu tidak memakainya, kan di TV-TV banyak yang pakai?
Saya : Ehm, karena Ibu tetap ingin merasakan angin semilir di sela-sela rambut dan telingannya Ibu. Nah, Jan bisa bayangin kalau Ibu pakai penutup kepala seperti yang di TV itu kira-kira Ibu masih bisa merasakan angin tidak?
(Sampai di sini, Jan tidak bertanya lagi. Nampaknya dia cukup puas dengan jawaban saya). Bagi saya, menjelaskan sesuatu kepada anak-anak akan lebih baik disesuaikan dengan perkembangan usianya. Meski kadang, kita ingin menjawab dengan menjelaskan banyak hal yang kadang justru tidak dipahami anak.
Lalu, seorang kawan bertanya kepada saya. Bagaimana kalau anaknya bertanya: Lho, Bu, kata Guru di sekolah, berhijab itu wajib bagi seorang perempuan? Kalau tidak berhijab nanti dosa lho..
Nah, saya juga membayangkan, suatu hari Jan akan bertanya begitu kepada saya. Kira-kira, begini percakapan imajiner saya dengan Jan di usia 8 tahun nanti:
Jan : Ibu, dosa lho nggak pakai hijab?
Ibu : Dosa itu apa sih, Nak?
Jan : Kalau melanggar perintah Tuhan
Ibu : Apa yang dilanggar Ibu?
Jan : Itu, tidak berhijab
Ibu : Menurutmu itu melanggar perintah Tuhan?
Jan : Iya
Ibu : Darimana Jan tahu kalau itu melanggar perintah Tuhan?
Jan : Guru
Ibu : Darimana Jan tahu Gurumu benar?
Jan : Nggak tahu, ih, Ibu mbolak-mbalik pertanyaan melulu. Ga mau jawab, ah..
Ibu : Hahahaha.... baik anakku sayang... Ibu, mengajarkan hal-hal yang baik dan berusaha menjauhkanmu dari hal-hal yang kurang baik. Ibu tidak pernah mengajarimu soal dosa dan pahala. Kamu berbuat baik, maka hatimu akan bahagia. Berbuat baik itu seperti jujur pada Ibu, berbagi mainan dengan adikmu, membantu orangtua yang mau menyebrang di jalan, merawat tubuh dengan cara membersihkan diri, menyiram tanaman, membuang sampah pada tempatnya, antri, mendengarkan kalau ada yang sedang berbicara kepadamu dan lain-lain. Berbuat tidak baik itu seperti menyakiti hati kawanmu, bohong pada ibu, menendang kucing. Nah, saat berbuat tidak baik, maka hatimu tidak bahagia bukan?
Jan : Iya, tapi Ibu belum menjawab pertanyaanku.
Ibu : Soal hijab ya? Baik, sebagian orang mempercayai hijab itu adalah penutup kepala yang wajib dipakai perempuan muslim. Tetapi sebagian yang lain tidak mempercayai bahwa itu adalah bagian dari kewajiban agama. Nah, Ibu termasuk yang tidak mempercayai bahwa itu adalah bagian dari kewajiban muslimah.
Jan : Kenapa Ibu tidak percaya?
Ibu : Boleh kan tidak percaya?
Jan : Ya, boleh saja sih, tapi.. aku pengen tahu kenapa Ibu tidak percaya.
Ibu : Karena Ibu membaca, mengkritisi. Ibu tidak mau ikut-ikutan dengan mereka yang percaya begitu saja sebelum membaca dengan sungguh-sungguh.Â
Jan : Iya deh Bu. Tapi kenapa Ibu tidak percaya?
Ibu : Ya, karena setelah sekian kali membaca Alquran, hadis dan pendapat beberapa ahli, Ibu akhirnya menyimpulkan bahwa hijab itu bukan kewajiban bagi muslimah. Hijab boleh dipakai, boleh tidak. Yang mau makai silakan, yang nggak makai juga nggak apa-apa. Begitu, sayang... nanti akan Ibu tunjukkan alasan-alasan Ibu secara lebih mendetail. Untuk sementara ini dulu ya..
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H