Jika kesepakatan ini dilanggar maka akan timbul sangsi berupa penyakit gatal atau pun kesialan lainnya pada warga Sampora yang melanggar kesepakatan tersebut.
Keyakinan ini pun masih dipercaya oleh sebagian besar warga turunan Sampora. Nyatanya tidak ada yang menanam atau pun menjual pisang kepok di daerah tersebut, kecuali oleh pendatang.Â
Percaya tidak percaya, si teteh yang bekerja di rumahku mengeluhkan penyakit kulit gatal-gatal yang cukup masif di tubuhnya setelah dengan nekat membantuku mengolah pisang kepok menjadi kolak atau pun pisang goreng.Â
Kejadian serupa dialami oleh anaknya saat tanpa sengaja termakan keripik pisang kepok. Sampai saat ini, kaum muda Sampora masih enggan mendekat ke pisang kepok.
Entahlah...aku yang tidak familiar dengan dunia mistis hanya bisa menghela nafas. Menurutku, mempercayai sesuatu dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar.Â
Pikiran bawah sadar adalah suatu prinsip dan bekerja menurut hukum keyakinan. Semua pengalaman, peristiwa, kondisi dan tindakan-tindakan merupakan reaksi pikiran bawah sadar atas keyakinan pikiran.Â
Berhenti mempercayai keyakinan, pendapat atau pandangan yang salah dan ketakutan-ketakutan manusia dapat membawa ketenangan dan kenyamanan hidup.Â
Jika kita sibukkan diri dengan konsep-konsep tentang harmoni, kesehatan, kedamaian, dan kehendak yang baik, maka keajaiban akan terjadi dalam kehidupan.Â
Siapapun yang menerapkan prinsip-prinsip pikiran bawah sadar akan mampu berdoa secara ilmiah dan efektif bagi dirinya sendiri dan orang lain. Doa dijawab menurut hukum universal mengenai aksi dan reaksi.Â
Bukan bermaksud menafikan apa yang diyakini oleh warga Sampora akan pisang kepok berikut konsekuensinya, menurut saya keyakinan ini harus dihentikan demi memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memutus cerita misteri pisang kepok ke generasi penerus sehingga pikiran penerus Sampora akan berpikir positif tentang pisang kepok.Â