Saya sering mendapati wanita menjadi korban perasaan dari kaum laki-laki. Wanita kerap tidak bisa mengungkapkan kemauan dan perasaannya sehingga pikiran wanita pun dipenuhi asumsi. Sungguh tidak nyaman berada di level itu. Keingintahuan dipasung oleh sisi normatif. Rasa tidak berdaya itu kerap dipicu oleh kentalnya budaya timur, bahwa wanita tidak boleh terkesan agresif. Hal ini berdampak pada batasan perilaku wanita untuk tidak mendahului atau pun mencari tahu apa yang sedang terjadi, terutama sesuatu hal yang berhubungan dengan perasaan dengan lawan jenis.Â
Saya pun kerap mengalami kegamangan itu, perasaan campur aduk yang diwarnai dengan ketakutan akan anggapan negatif jika saya berbuat sesuatu yang tidak wajar sebagai wanita baik-baik. Cap wanita baik identik dengan wanita yang pasif dalam suatu hubungan, padahal hatinya bergejolak aktif. Sungguh merana bukan untuk menampilkan citra diri yang bertentangan dengan isi hati. Kondisi ini biasanya bermuara pada guliran air mata yang merusak penampilan keesokan paginya.Â
Wanita...
Kita punya hak untuk memulai sesuatu, tentu saja dengan cara yang cantik.
Keingintahuan dan rasa penasaran, apalagi menyangkut harga diri harus dipenuhi dengan cara yang elegan.Â
Diri kita terlalu berharga untuk disepelekan dengan mengabaikan keingintahuan yang wajar akan situasi yang sebenarnya.
Ingat...kita dianugerahi otak yang cerdas dengan kemampuan multitasking yang tidak dimiliki laki-laki.
Tidak ada alasan untuk merasa lemah di depan laki-laki.
Namun, harus dipatri dalam pikiran kita bahwa keberanian itu mesti dipagari dengan aturan yang sudah disepakati supaya kita tidak dilabeli wanita tidak beradab.Â
Karena menjaga diri dalam ranah aturan merupakan kekuatan yang harus dipertahankan sebagai kemuliaan wanita.
Bahagia ditentukan oleh diri kita..